Mohon tunggu...
Valentina Ike
Valentina Ike Mohon Tunggu... -

dilahirkan dari sepasang suami istri yang berdarah banyumas-kediri, lahir di Karanganyar,1989. sedang menyelesaikan study @ michael college, mechatronic engineering.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jembatan Diantara Dua Tebing

24 Februari 2010   06:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:46 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

biar
mereka tak bisa lagi masuk dan mengusikku.

Sebuah relasi antara dua pribadi terdapat celah
bagi pribadi lain untuk hadir dan menggoyahkan komitmen yang telah disepakati
bersama. Hubungan yang telah terbangun menjadi rentan terhadap godaan dari
seseorang yang hadir di saat kita kesepian, merasa seolah seorang diri dengan
kesulitan dan permasalahan yang kita hadapi. Kita tidak sadar bahwa rasa sepi
adalah sebuah kondisi yang kita ciptakan sendiri atas ketidakmampuan kita menerima
kegagalan pasangan kita menjadi pribadi yang kita harapkan untuk bisa hadir dan
memenuhi kebutuhan kita.
Semua itu akan menjadi sebuah kesia-siaan belaka, tatkala kita memaksakan
pasangan kita supaya mampu memenuhi segala bentuk kebutuhan kita, akhirnya ego
menguasai diri kita dengan sikap kita yang berusaha mencari pemenuhan kebutuhan
dari pribadi lain dan mendevaluasi pasangan kita. Kitapun akan
kehilangan makna sebuah relasi.

Kebutuhan dalam sebuah relasi hanyalah sekedar
rasa dan kadang bersifat temporal semata. Ibarat ketika hari ini kita
menginginkan minuman dengan rasa strawberry tetapi yang tersedia
hanyalah rasa orange, apakah kita harus mencampakkannya? Pasangan kita
dapat diandaikan sebagai minuman bercita rasa orange dan kebutuhan kita
adalah minuman dengan cita rasa strawberry. Apakah karena pasangan kita
tidak mampu menghadirkan dan memberikan rasa tertentu pada diri kita, maka kita
akan meninggalkannya dan mencari pribadi lain? Tak seorangpun manusia yang bisa
sempurna dan mampu secara pribadi untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan kita.

Apakah dalam sebuah relasi yang telah dilandasi
dengan komitmen, kita berani untuk mau dan mampu menerima pasangan kita sebagai
pribadi dengan rasa dan kekhasannya? Atau kita mencoba mencari dan mencari
terus, dan memberikan kesempatan hadirnya pribadi lain hanya sekedar untuk
memenuhi segala rasa yang kita inginkan? Sampai kapan?

Lapuk
perahuku terkayuh kulai tertahan badai,

sejenak
layar asaku kehilangan arah mencari dermaga bersimpuh letih.

Kemana
lagi harus kulempar sauh dan kuturunkan segala beban,

hingga
waktunya tiba untuk mengangkat sauh dan kembali laju perahuku

Perjalanan sebuah relasi bagaikan sebuah perahu
yang berlayar dari dermaga
satu ke
dermaga lain menuju suatu tempat perhentian terakhir.
Kejenuhan dan hambarnya sebuah relasi seringkali menghampiri dan menjadi momok
yang sulit diatasi. Tak ayal lagi komitmen dengan segala kesepakatan dan tujuan
hidup bersama menjadi terkoyak dan kehilangan arah akan dibawa kemana sebuah
relasi. Segala kompromi dan toleransi yang terjalin diantara dua pribadi selama
ini seolah tercabut, dan dihempaskan ke dasar laut.

Tak dapat disangkal, kadang kita sibuk dan larut
dengan dunia kita sendiri tanpa menghiraukan pasangan relasi kita, apalagi
ditambah dengan keletihan beban hidup masing-masing pribadi dan kebosanan akan
rutinitas selama berelasi membawa pengaruh yang tak dapat pungkiri menjadi
alasan kegagalan sebuah relasi. Kita terjebak pada seputar permasalahan tanpa
mencari solusi yang bersifat kolektif, akhirnya permasalahan terdistorsi
menjadi sebuah konflik.

Badai dan gelombang dalam perjalanan sebuah
relasi seringkali membuat hidup kita seolah-olah terhenti bahkan surut untuk
menghadapi realitas hidup ini. Namun kita harus bijak dengan memaknainya
sebagai sebuah jeda. Dimana sejenak kita meletakan segala beban dan mencari
energi baru untuk melanjutkan perjalanan hidup. Menjadi pertanyaan bagi kita,
apakah kita begitu saja menyerah dengan kenyataan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun