Mohon tunggu...
Valentina Ike
Valentina Ike Mohon Tunggu... -

dilahirkan dari sepasang suami istri yang berdarah banyumas-kediri, lahir di Karanganyar,1989. sedang menyelesaikan study @ michael college, mechatronic engineering.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cinta Diantara Dua Tebing

24 Februari 2010   07:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:46 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

biar mereka tak bisa lagi masuk dan mengusikku.

Sebuah relasi antara dua pribadi terdapat celah bagi pribadi lain untuk hadir dan menggoyahkan komitmen yang telah disepakati bersama. Hubungan yang telah terbangun menjadi rentan terhadap godaan dari seseorang yang hadir di saat kita kesepian, merasa seolah seorang diri dengan kesulitan dan permasalahan yang kita hadapi. Kita tidak sadar bahwa rasa sepi adalah sebuah kondisi yang kita ciptakan sendiri atas ketidakmampuan kita menerima kegagalan pasangan kita menjadi pribadi yang kita harapkan untuk bisa hadir dan memenuhi kebutuhan kita. Semua itu akan menjadi sebuah kesia-siaan belaka, tatkala kita memaksakan pasangan kita supaya mampu memenuhi segala bentuk kebutuhan kita, akhirnya ego menguasai diri kita dengan sikap kita yang berusaha mencari pemenuhan kebutuhan dari pribadi lain dan mendevaluasi pasangan kita. Kitapun akan kehilangan makna sebuah relasi.

Kebutuhan dalam sebuah relasi hanyalah sekedar rasa dan kadang bersifat temporal semata. Ibarat ketika hari ini kita menginginkan minuman dengan rasa strawberry tetapi yang tersedia hanyalah rasa orange, apakah kita harus mencampakkannya? Pasangan kita dapat diandaikan sebagai minuman bercita rasa orange dan kebutuhan kita adalah minuman dengan cita rasa strawberry. Apakah karena pasangan kita tidak mampu menghadirkan dan memberikan rasa tertentu pada diri kita, maka kita akan meninggalkannya dan mencari pribadi lain? Tak seorangpun manusia yang bisa sempurna dan mampu secara pribadi untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan kita.

Apakah dalam sebuah relasi yang telah dilandasi dengan komitmen, kita berani untuk mau dan mampu menerima pasangan kita sebagai pribadi dengan rasa dan kekhasannya? Atau kita mencoba mencari dan mencari terus, dan memberikan kesempatan hadirnya pribadi lain hanya sekedar untuk memenuhi segala rasa yang kita inginkan? Sampai kapan?

Lapuk perahuku terkayuh kulai tertahan badai,

sejenak layar asaku kehilangan arah mencari dermaga bersimpuh letih.

Kemana lagi harus kulempar sauh dan kuturunkan segala beban,

hingga waktunya tiba untuk mengangkat sauh dan kembali laju perahuku

Perjalanan sebuah relasi bagaikan sebuah perahu yang berlayar dari dermaga satu ke dermaga lain menuju suatu tempat perhentian terakhir. Kejenuhan dan hambarnya sebuah relasi seringkali menghampiri dan menjadi momok yang sulit diatasi. Tak ayal lagi komitmen dengan segala kesepakatan dan tujuan hidup bersama menjadi terkoyak dan kehilangan arah akan dibawa kemana sebuah relasi. Segala kompromi dan toleransi yang terjalin diantara dua pribadi selama ini seolah tercabut, dan dihempaskan ke dasar laut.

Tak dapat disangkal, kadang kita sibuk dan larut dengan dunia kita sendiri tanpa menghiraukan pasangan relasi kita, apalagi ditambah dengan keletihan beban hidup masing-masing pribadi dan kebosanan akan rutinitas selama berelasi membawa pengaruh yang tak dapat pungkiri menjadi alasan kegagalan sebuah relasi. Kita terjebak pada seputar permasalahan tanpa mencari solusi yang bersifat kolektif, akhirnya permasalahan terdistorsi menjadi sebuah konflik.

Badai dan gelombang dalam perjalanan sebuah relasi seringkali membuat hidup kita seolah-olah terhenti bahkan surut untuk menghadapi realitas hidup ini. Namun kita harus bijak dengan memaknainya sebagai sebuah jeda. Dimana sejenak kita meletakan segala beban dan mencari energi baru untuk melanjutkan perjalanan hidup. Menjadi pertanyaan bagi kita, apakah kita begitu saja menyerah dengan kenyataan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun