"Letakkan saja dimeja Bel, oh dan ini gajimu, " Suster Am memberikan gajiku bulan ini dalam sebuah amplop.Â
Aku maju untuk meletakkan surat cuti kemudian mengambil amplop dari tangan Suster Am.Â
"Terimakasih suster, aku akan kembali setelah satu minggu. Permisi."
"Berhati-hatilah di jalan, dan semoga ibumu ada perubahan, " ucap suster Am sambil membenarkan kacamata bacanya. Seperti tidak peduli dengan keberadaanku yang akan keluar ruangan, padahal kata-katanya penuh kepedulian.Â
Aku membawa tas cokelat ke pintu utama. Selain berisi beberapa pakaian dan beberapa dokumen penting, ditambah sekarang ada gaji di dalamnya. Jika hilang mungkin aku akan jadi gelandang. Jadi aku harus melindunginya seperti ratu.Â
Sampai di pintu utama, sudah ada kusir kuda dan Susan yang akan mengantar sampai stasiun. Tunggu dulu, kenapa kusir tersebut dengan Susan tampak dekat? Apa mereka punya hubungan?Â
"Abela, aku akan mengantar seperti biasa. Kemarikan tas mu agar diangkat oleh Tuan Nolan," Susan berkata seperti itu dengan senyum lebar di bibirnya. Mungkin akan robek jika aku terus membiarkannya mengobrol dengan seseorang yang dia sebut Tuan Nolan tersebut.Â
Tanpa membalas apa yang dikatakan Susan, aku menyerahkan tas tersebut ke Tuan Nolan dan langsung naik ke kereta kuda yang tinggi itu. Setelah merapikan rok ku, aku mengulurkan tangan kepada Susan. Dia melirik tangan  yang ku ulurkan dengan sedikit kesal, aku tau dia mengharapkan tangan si Tuan itu. Bermimpilah Susan.
Dasar, apa dia tidak melihat cincin yang melingkar di jari manisnya itu. Dilihat dari jauh pun orang akan sadar bahwa itu cincin pernikahan. Aku akui dia tampan, pantas Susan seperti cacing menggeliat. Untung tipe idealku berbeda dengannya.Â
"Abel, nanti jika kembali jangan lupa berikan aku oleh-oleh."
"Iya, aku akan memberikanmu seperti biasa. Gula-gula kan?"