“Anakku, Aku menciptakan manusia tidak hanya untuk hidup di masa kini, tetapi sampai pada kekekalan. Setiap keputusan yang diambil setiap manusia, berdampak ke masa depan dan hidup kekal; bukan hanya untuk dirinya, tapi kepada keluarga, anak dan keturunannya kelak, kepada orang-orang yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan engkau dan keturunanmu.”
Aku terdiam.
“Mampukah engkau menganalisa setiap keputusan sedemikian sehingga memberikan dampak yang terbaik bagi semuanya?”
Akupun tertunduk.
Sambil tersenyum dan dengan kasih-Nya, Ia melanjutkan: “Jadi, bagaimana? Masihkah engkau ingin menjadi tuhan bagi dirimu sendiri?"
Dengan perasaan malu aku bertelut menghadap kepada-Nya. Aku berkata: “Ampuni aku Tuhan, sesungguhnya aku debu. Dalam kebodohanku, aku telah memberontak dan berdosa kepadaMu. Sungguh, tidak sanggup aku memikirkan seperti Engkau, Tuhan Allahku yang Maha Tahu”
Suara-Nya yang penuh kasih meneduhkanku: “Pergilah anak-Ku. Damai sejahtera dan sukacitaKu menyertai engkau”
Kutak dapat jalan sendiri, Tuhan tolong padaku
Biarlah sinar-Mu menerangiku, s’bab ku tak dapat jalan sendiri.