Mohon tunggu...
Valencia Yuniarti S.
Valencia Yuniarti S. Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Interested in media and communication studies

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "Birdman" dan "Whiplash": Sebuah Kritik terhadap Komersialisasi Seni

15 Desember 2020   00:38 Diperbarui: 15 Desember 2020   04:50 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua film yang akan dibahas kali ini memiliki kesan tersendiri bagi saya. Sejak SMP, saya sangat sering menonton film yang masuk dalam nominasi Oscar. Dua film ini telah membuat saya jatuh cinta terhadap dunia sinematografi.

Film tersebut berjudul Birdman (2014) dan Whiplash (2014). Kedua film ini rilis pada tahun yang sama dan berhasil meraih lebih dari satu piala Oscar.

Isu Komunikasi dalam Film

Sebuah proses komunikasi berkaitan erat dengan relasi sosial yang terbentuk di masyarakat. Contoh sederhananya, kamu akan menggunakan pemilihan kata yang berbeda ketika berbicara dengan teman dan orang tua.

Hal tersebut membuktikan adanya relasi sosial dan kuasa dalam proses komunikasi. Dalam relasi ini, terkadang ada salah satu yang lebih mendominasi. Akibatnya, ada kesenjangan yang muncul di masyarakat. Kesenjangan ini juga berkaitan dengan praktik kekuasaan.

Birdman (2014) dan Whiplash (2014) bukan sekadar film dengan teknik sinematografi yang berkualitas tinggi. Jika kamu menontonnya, kamu akan menyadari bagaimana kedua film ini mencoba memberikan kritik pada bidang seni yang mengalami komersialisasi.

Isu yang dibahas dalam kedua film ini menunjukkan relasi sosial yang mendominasi. Dominasi tersebut mengakibatkan para pekerja seni tidak mendapatkan kesempatan dan 'panggung' yang sama.

Film sebagai Media Massa

Menurut McQuail (2010), film adalah bentuk dari media massa. Tujuan awal dari kemunculan film, yaitu sebagai sebuah media propaganda (McQuail, 2010). Sejak awal kemunculannya, film memiliki unsur komunikasi yang berfungsi untuk menyampaikan pesan.

Komunikasi pada tataran komunikasi massa akan lebih menjangkau lebih banyak khalayak. Pada isu komunikasi tersebut, film digunakan Irritu (Sutradara Birdman) dan Chazelle (Sutradara Whiplash) sebagai media penyampaian kritik. Isu komunikasi tentang dominasi dan komersialisasi seni dituangkan ke dalam Birdman (2014) dan Whiplash (2o14).

Open Ending dan Interpretasi

Birdman (2014) dan Whiplash (2014) memang memiliki dua cerita yang berbeda. Namun, keduanya sama-sama membahas tentang ambisi seorang pekerja seni dan upaya untuk mendapatkan eksistensi. Irritu dan Chazelle juga mengakhiri film-nya dengan open ending.

Sekilas, kamu akan menemukan 'rasa' yang sama ketika menonton kedua film ini. Suara permainan drum dengan genre jazz sangat mudah kamu temukan dalam dua film tersebut. Kamu juga akan merasakan ambisi yang begitu besar dari dua pemeran utama.

Sebagai salah satu bentuk dari media massa, sebuah film akan memiliki banyak interpretasi. Dalam konteks ilmu komunikasi, interpretasi yang berbeda sangat wajar tercipta.

Proses konsumsi bukan sebuah tindakan pasif karena membutuhkan proses dalam pemaknaan (Davis, 2004). Pada proses pemaknaan, komunikator dan komunikan melakukan proses encoding (penyusunan) dan decoding (pemecahan).

Kedua sutradara ini tidak hanya memberikan kritik terhadap sebuah seni yang tidak memiliki kualitas tinggi. Mereka juga menghadirkan pertunjukan seni dan teknik yang luar biasa. Mereka menunjukkan idealismenya dalam seni lewat Birdman (2014) dan Whiplash (2014).

Irritu dan Chazelle membiarkan penontonnya menginterpretasikan akhir dari film mereka. Akibatnya, banyak teori yang bermunculan di internet tentang akhir cerita dari kedua film tersebut.

Menurut saya, ini adalah sebuah praktik  dari seni yang indah dalam film. Sebuah seni tidak akan membatasi imajinasi seseorang, bukan?

Ekonomi Politik dalam Film

Pada pembahasan ilmu sosial, kamu mungkin pernah mendengar kata 'ekonomi politik'. Vincent Mosco (2009) mendefinisikan ekonomi politik sebagai sebuah kajian dari praktik relasi sosial dan kekuasaan di masyarakat. Secara lebih spesifik, relasi tersebut menghasilkan produksi, distribusi, dan konsumsi.

Pembahasan pada artikel ini menggunakan analisis teks. Menurut McQuail (2010), teks dapat merujuk pada bentuk fisik dari pesan, seperti televisi, musik, dokumen cetak atau film. Analisis akan dilakukan pada teks yang berbentuk audio visual, yaitu film Birdman (2014) dan Whiplash (2014).

Adegan Riggan dengan sang 'suara'. (www.npr.org)
Adegan Riggan dengan sang 'suara'. (www.npr.org)

Film Birdman (2014) memiliki beberapa adegan di mana Riggan Thomson (Michael Keaton) berkomunikasi dengan suara di kepalanya. Pada salah satu adegan, 'suara' tersebut menyuruh Riggan untuk kembali menjadi Birdman (karakter pahlawan yang pernah diperankan Riggan).

'Suara' tersebut berkata pada Riggan bahwa masyarakat tidak menyukai pertunjukan dengan kata-kata filosofis. Mereka cenderung menyukai film dengan tokoh protagonis yang menang melawan tokoh antagonis. Film dengan kisah seperti itu akan lebih cepat menjadi blockbuster.

Jika kamu teliti, perkataan tersebut tidak hanya untuk menghasut Riggan agar mundur dari broadway. Perkataan tersebut sedang menyentil industri film dunia. Cerita yang lebih disukai masyarakat akan mendapatkan tempat yang lebih luas. Sedangkan film dengan kualitas sinematografi yang tinggi dan menyiratkan kata-kata filosofis tidak mendapat banyak tempat di industri ini.

Pada film ini, Riggan mengalami kesulitan dalam mencapai eksistensinya kembali. Dia lebih terkenal ketika membintangi film pahlawan super bertajuk "Birdman" yang tayang puluhan tahun lalu. Riggan melalui lebih banyak rintangan untuk mencapai eksistensinya melalui panggung broadway yang menampilkan kualitas sebuah pertunjukan seni peran. 

Film dengan jumlah penonton yang sedikit akan cepat turun di bioskop. Hal ini dikarenakan film tidak hanya dipandang sebagai sebuah seni visual. Film telah menjadi 'produk' yang memperhitungkan profit. Padahal, jumlah penonton dalam sebuah film belum tentu dapat membuktikan kualitas dari film tersebut.

Pada dunia seni visual, khususnya film, Holywood dengan segala modal dan fasilitas yang dimiliki akan lebih mudah menciptakan film box office. Mereka pun telah menjadi standar dan kiblat dari industri film dunia.

Adegan Andrew Neiman dengan Terence Fletcher (theravemag.com)
Adegan Andrew Neiman dengan Terence Fletcher (theravemag.com)

Isu berbeda dicermati oleh film Whiplash (2014), yaitu tentang musik jazz. Andrew Neiman (Miles Teller) harus menghadapi seorang konduktor perfeksionis bernama Terence Fletcher (J. K. Simmons) di sepanjang film. Fletcher selalu meminta ketepatan tempo dari para pemain musiknya.

Saat menonton film ini, mungkin kamu akan berpikir bahwa Fletcher tidak memiliki hati nurani. Namun, sebuah dialog dari Fletcher menjadi penjelasan dari ide film ini. Fletcher memberikan kritik pada genre musik jazz yang 'sekarat'.

But that's just what the world wants now. People wonder why jazz is dying. I'll tell you, man - and every Starbucks "jazz" album just proves my point -Terence Fletcher

Kehadiran seorang Fletcher menjelaskan bagaimana seorang musisi idealis tidak terlalu mendapatkan banyak tempat. Mereka justru kalah dengan karya (dalam konteks ini yaitu musik jazz) yang dikomersialisasikan.

Genre jazz kalah populer dengan genre lain. Selera musik masyarakat mengarah pada lagu yang relatable dengan suasana hati. Musik telah berkembang menjadi salah satu 'produk' yang dapat mendulang banyak keuntungan.

Ketepatan dan kerincian sebuah seni musik tidak lagi menjadi pertunjukan yang mahal.

Whiplash (2014) juga menggambarkan profesi pekerja seni yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Hal ini terlihat pada saat adegan Andrew makan bersama keluarga. Keluarganya tidak menghiraukan karir Andrew sebagai pemain drum, mereka justru lebih tertarik dengan sepupu Andrew yang berkarir sebagai pemain American Football.

Daftar Pustaka:

Davis, Helen. (2004). Understanding Stuart Hall . London: SAGE Publication Ltd.

McQuail, Denis. (2010). McQuail's Mass Communication Theory (6th ed.). SAGE Publication.

Mosco, V. (2009). The Political Economy of Communication: Second Edition. London: Sage.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun