"Iya iya, Din. Kamu tenang dulu. Ayah cari Ibu sekarang. Kamu tunggu di sini. Jangan  kemana-mana." Jantungnya berdegup kencang. Ia tahu, ada sesuatu yang tidak beres. Dengan menahan sakit yang Ia rasakan akibat siksaan Jepang, Ia berlari mencari istrinya namun tidak ada hasil. Ia pulang dengan bersedih dan memberi tahu Dina.
"Maaf, Din. Ayah tidak bisa menemukan Ibu. Kita lebih baik menunggu."
"Tapi Yah.."
"Sudah-sudah.. Kamu lebih baik tidur."
"Baik, Yah. Tolong temukan Ibu secepatnya."
Malam berlalu. Matahari menggantikan bulan. Dina dengan hati yang bersedih tetap berangkat ke sekolah. Ayahnya sudah tidak ada di rumah. Setelah pulang sekolah, Ia menunggu Ayahnya. Sampai tengah malam, Ayahnya tidak juga pulang. Ya, lagi-lagi seseoang yang berharga di hidupnya tidak pulang. Â Ia sangat sedih dan panik. Ia segera mencari Ayahnya. Tidak ada, tidak ada hasil.
Hari berganti hari, kedua orang tuanya tak kunjung pulang. Dina harus menerima kenyataan bahwa Ia harus hidup sendiri. Sampai saat ini, Ia tidak mengetahui keberadaan orang tuanya dan mengapa meraka tidak pulang. Sebenarnya, Ayahnya sudah meninggal karena siksaan Jepang. Selama ini, ternyata Ayahnya merupakan pekerja 'Romusha'. Pada hari itu, Ayahnya memberontak kepada Jepang karena Ia tahu Jepang yang menculik istrinya. Istrinya diculik dan dilecehkan. Pada akhirnya, mereka berdua dibunuh. Ya, dibunuh. Mereka tidak akan kembali lagi dan Dina harus menerima kenyataan tersebut. Kebahagiaan yang dimiliki oleh Dina telah hilang.
Itulah bagaimana kejamnya Jepang dengan kegiatan 'Romusha'nya. Bahkan, anak-anak pun dimanfaatkan untuk kepentingan perang di sekolah. Bersyukurlah karena sekarang kita bisa bersekolah dengan bebas dan orang tua kita bisa bekerja dengan bebas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H