BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat hampir 10 juta penduduk muda Indonesia berusia 15-24 tahun atau dikenal dengan Gen Z (generasi Z) menganggur atau NEET (Not in Employment, Education, or Training). Jika diamati lebih rinci, jumlah Gen Z yang mengalami pengangguran telah mencapai angka 9.896.019 orang pada Agustus 2023 berdasarkan data BPS tahun 2021-2022 yang didominasi laki-laki sebanyak 4,17 juta dan perempuan sebanyak 5,73 juta. Angka ini setara dengan 22,25% dari total penduduk usia muda di Indonesia di mana sekitar 4.303.938 Gen Z di Indonesia usia 15-24 tahun dari jumlah penduduk Gen Z sebesar 44.495.300 jiwa.Â
Apakah mimpi Indonesia Emas 2045 akan terancam oleh maraknya angka pengangguran Gen Z?
"Work smarter, not harder", Pola Pikir Gen Z
Penelitian Stillman (2017) mengidentifikasi Gen Z, sering disebut sebagai "generasi net" atau "generasi internet" sebagai generasi kerja terbaru yang lahir antara tahun 1995 hingga 2012. Gen Z adalah generasi penerus bangsa setelah generasi milenial dan X.Â
Dalam beberapa tahun terakhir, Gen Z mendapat banyak kritik dari generasi sebelumnya yang menyebut mereka "malas" dan "tidak produktif". Statistik menunjukkan bahwa mereka merupakan salah satu penyumbang meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Banyak generasi tua yang dengan cepat menuding Gen Z. Namun, apa penyebab sebenarnya dari "kemalasan" Gen Z?Â
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi sifat Gen Z menjadi "malas", salah satu kontributor terbesar adalah kemajuan teknologi. Sekarang, Indonesia sedang berada dalam era digitalisasi yang berkembang sangat pesat. Salah satu bentuk dari perkembangan teknologi yang banyak digunakan oleh Gen Z adalah AI (Artificial Intelligence) yaitu kecerdasan buatan. Kecerdasan buatan ini memungkinkan segala proses yang sebelumnya membutuhkan waktu yang lama, menjadi sesuatu yang dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat dan dengan mudah.Â
Hasil survei Google menunjukkan bahwa 45% generasi Z memiliki pengetahuan tentang teknologi AI dan 43% di antaranya tahu bahwa teknologi ini ada di ponsel mereka. "Hasil survei pada bulan November menunjukkan bahwa 43% generasi Z sudah mengenal AI dan tahu bahwa AI ada di smartphone," ujar Denny Galant, Country Head of Android Google Indonesia, Kamis (14/12/2023).Â
Di dunia sekarang di mana segala informasi mudah diakses dan berbagai pekerjaan dapat dilakukan secara otomatis, mayoritas Gen Z memiliki mindset "work smarter, not harder". Ungkapan ini berarti bekerja lebih cerdas, bukan lebih keras. Pola pikir ini yang telah merajalela di kalangan Gen Z Indonesia sebenarnya tidak menjadi masalah. Namun, banyak generasi Z yang menjadikan pola pikir ini sebagai alasan untuk "malas" dan terlalu bergantung pada teknologi dalam melakukan semua pekerjaan mereka yang seharusnya menjadi alat pembantu.
Apakah Benar Semua Gen Z Malas?
Tidak semua Gen Z malas. Generasi Z dikenal sebagai generasi yang memiliki akses mudah ke berbagai sumber pengetahuan berkat terhubung dengan teknologi dan informasi. Namun kerap kali, generasi Z dicap malas kerja karena beberapa faktor seperti perbedaan dalam definisi kesuksesan di mana generasi Z lebih sering fokus pada keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi yang dianggap sebagai kurangnya dedikasi oleh beberapa pihak.
Ketika mereka merasa tidak dapat melakukan perubahan dan berinovasi, mereka mungkin terlihat malas padahal bisa saja mengidentifikasikan bahwa mereka membutuhkan peran yang lebih sesuai dengan minat mereka. Perbedaan dalam etika kerja antara generasi Z dan generasi sebelumnya seperti generasi Z yang lebih memilih fleksibilitas kerja, sedangkan generasi sebelumnya yang terbiasa dengan penjadwalan dengan jam kerja yang kaku seringkali menimbulkan kesalahpahaman.
Meskipun Gen Z lahir pada zaman mereka bisa mendapatkan sesuatu tanpa proses dan perjuangan panjang, tidak setiap individu Gen Z bersikap malas. Pelatihan dapat memperbaiki sikap Gen Z yang malas bekerja. Namun, keberhasilannya bergantung pada individu masing-masing yang memiliki growth mindset sehingga bersedia untuk dididik di dunia kerja.