Writter : Valencia Prayogo (Mahasiswa S1 Ilmu Hukum - Universitas Airlangga)
Isu mengenai penyimpangan kesetaraan gender tersebut penting diangkat atau dibahas, karena hal tesebut dapat menjadi penghambat dan minimnya kesempatan dalam berkarier khususnya bagi wanita, karena menurut stigma yang ada: "lebih baik yang bekerja adalah laki-laki karena tugasnya menafkahi".
Dapat dibayangkan ketika stigma tersebut diterapkan selalu kepada seluruh wanita di Indonesia selain itu juga sitgma tersebut menjadi kendala bagi setiap wanita untuk mengembangkan diri, maka kesempatan bekerja bagi wanita tidak dapat dijunjung,
hal tesebut juga didukung dari adanya stigma lain yakni perempuan yang memiliki bakat dan mimpi besar terhambat akibat stigma yang ditimbulkan seperti sulit mendapatkan suami kalau pendidikannya lebih tinggi.
Karena pendidikan tidak akan sia-sia jika dikejar, karena ilmu yang didapat bisa berguna untuk diri kita, lingkungan sekitar, dan generasi kita seperti anak nantinya. Kemudian muncul stigma lain jika perempuan berpendidikan tinggi maka akan sulit ada laki-laki yang mau menikah dengan perempuan itu.
Nyatanya pendidikan tinggi juga menanamkan moral yang tinggi. Perempuan terdidik mampu menjadi menjadi yang berdikari, tapi tetap menaati kodrat yang dimiliki.
Menurut pendapat saya terdapat pelanggaran HAM dalam isu tersebut hak yang terlanggar adalah hak dalam ketenagakerjaan dimana perempuan berhak untuk memiliki kesempatan kerja yang sama dengan laki-laki, dalam hal ini termasuk proses seleksi, fasilitas kerja, tunjangan, dan hingga hak untuk menerima upah yang setara dan hak yang sama dalam pendidikan,
perlu adanya penghapusan pemikiran stereotip mengenai peranan laki-laki dan perempuan dalam segala tingkatan dan bentuk pendidikan, termasuk kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa, karena ketika isu tersebut diterapkan dalam kehidupan nyata maka kebebasan untuk memperjuangkan dua hak utama tersebut akan terabaikan.
Dalam isu tersebut dapat kita ketahui karena adanya stigma tersebut hak yang terlanggar adalah setiap perempuan. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan sudah adanya dukungan dalam bentuk perlindungan akan hak tersebut yang dijamin oleh peraturan perundang- undangan antar lain yakni dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 31 ayat (1) yang berbunyi “ Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.
Dalam ayat tersebut kata setiap tersebut tidak ada pengkhususan terhadap jenis kelamin, jadi maupun pria dan wanita berhak mendapatkan pendidikan tanpa pengeculian, selain itu juga didukung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28 D ayat (2) berbunyi
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Selain itu juga terdapat ketentuan pendukung lainnya sebagaimana kita ketahui bentuk pelanggaran
tersebut juga termasuk bentuk diskriminasi terhadap gender terutama kepada perempuan yang dimana sudah dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28 I ayat (2) berbunyi
“Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” Sehingga stigma pembeda tersebut perlu dihapuskan dimasyarakat agar kesetaraan dan keadilan gender di Indonesia dapat ditegakkan dan terlindungi selalu.
Referensi :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H