Mohon tunggu...
Valentina
Valentina Mohon Tunggu... Pelajar -

Modern Conservatist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kepercayaan Diri Palsu, Salah Satu Strategi Iklan

24 Oktober 2015   08:50 Diperbarui: 25 Oktober 2015   08:43 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iklan tersebut menanamkan anggapan bahwa jerawat adalah hal yang sangat memalukan, membunuh kepercayaan diri dan oleh karenanya, kostumer diyakinkan untuk memiliki produk tersebut. “Setiap kali ketegangan diciptakan yang mengakibatkan timbulnya frustasi dan aksi, kita bisa mengharapkan sebuah produk untuk menjadi solusi sebagai aspirasi kelompok. Kemudian produk memliki kesempatan untuk laku” (1988:13). Iklan tersebut menanamkan frustasi dalam diri Anda agar Anda mau membeli produknya hanya karena satu atau dua jerawat.

Pernahkan Anda merasa jerawat Anda sangat mengganggu padahal orang lain di sekitar Anda tidak berpikir bahwa hal itu buruk? Seberapa sering Anda meyakinkan orang lain bahwa Anda tidak peduli terhadap anggapan orang tetapi Anda merasa tidak percaya diri dengan diri Anda sendiri jika tidak menggunakan produk tertentu? Frustasi yg ditumbulkan terkadang bukanlah konflik dari luar. Frustasi ini ditanamkan ke dalam pikiran Anda sendiri di mana Anda butuh untuk menyelesaikan konflik dengan diri Anda sendiri. Dengan cara itulah ideologi dapat lebih melekat dengan Anda dan desire untuk membeli itu justru lebih kuat.

Perlu kita ingat bahwa jerawat sebenarnya bukan masalah yang besar. Makeup artist Lisa Eldridge pernah mengatakan bahwa jerawat adalah hal yang sangat manusiawi. Representasi artis di iklan memiliki kulit yang mulus bebas jerawat. Padahal pada kenyataannya, sebagai makeup artist ia sendiri sering menemui klien artis dan model yang berjerawat karena kesibukan dan akstifitas yang tinggi.

Iklan tidak henti-hentinya berinovasi menawarkan produk untuk menjadi solusi di kehidupan sehari-hari kita. Dengan menawarkan produk mereka, mereka mengesankan bahwa mereka memenuhi aspirasi kita dalam memenuhi kebutuan. Pada kenyataannya, kebutuhan tersebut adalah hal yang mereka ada-adakan sendiri. Pada dasarnya, mereka tidak peduli dengan mengatasi permasalahan kebutuhkan kita; yang mereka butuhkan adalah menjual barang. Oleh karena itu, kita butuh memiliki pemikiran yang kritis untuk bisa membedakan produk mana yang kita butuhkan dan yang mana tidak kita butuhkan.

 

Baudrillard, J. and Poster, M. (1988). Selected writings. Stanford, Calif.: Stanford University Press.

Strauss, S. (2015). Things Are in the Saddle. The Atlantic Monthly, p.579.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun