Terkadang kata "pertama" hanya berlaku sesaat
dan sesaat setelahnya akan menjadi dialek terakhir.
Meski hujan akan tetap turun membasahi tanah,Â
dedaunan pohon, atap-atap rumah,Â
atau bahkan hujan membasahi mu juga.
Entah kamu sedih atau bahagia,
Entah kamu lelah atau bersemangat.
Dia hanya "pertama" yang menjadi hujan dan tetes air langit.
Aku menulis bukan untuk "pertama" kalinya,
dan bukan juga karena hujan,
hanya ini yang ku tahu untuk menunjukkan sedikit kiranya isi hati.
Untuk yang "pertama"
Banyak dari kata yang ingin diungkap,
banyak dari rasa yang beradu,
bahkan bisik takkan kalah hanya karena senandung.
Kamu mungkin tak pernah tahu,
seberapa kuat tekadnya,
seberapa terjal jalannya,
hingga saat ini hanya dengan memikirkan mu saja menjadi hal yang teramat sangat menggembirakan.
Seulas senyum terukir indah untuk kali "pertama"
Untuk yang "pertama"
Semoga langit dan bumi akan membersamai mu
sebagaimana laut dan tepian pantai,
Semoga hujan akan tetap membasahi
meski kamu berteduh dari guyurannya,
Dan semoga jiwa-jiwa yang menangisÂ
mendapati kali "pertama" nya.
Untuk yang "pertama"
Membagi rasa bukanlah hal buruk yang harus disimpan selamanya.
Tersenyumlah untuk kali "pertama"....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H