Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bali Dia Kembali

12 Desember 2023   21:37 Diperbarui: 12 Desember 2023   22:46 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dbijapkm3o6fj.cloudfront.net

Pertaruhan Kimaya

Kimaya serasa terbang ke Bali, secara harafiah dan secara simbolis. Dia naik pesawat dari Jogja, dan sejam terbang terasa cepat sekali karena untungnya dia bisa tidur. Di tempat duduknya yang berjajar tiga, dia hanya sendirian, jadi bisa tenang dan lega buat tiduran.

Bali adalah kenyataan. Kuliah. Hidup mandiri. Makam Yuda.
Jogja adalah impian. Liburan. Home sweet home. Sahabat. Keramahan Adian.

Baca juga: Kembali ke Bali

Adian? Di dalam taksi Kimaya teringat perpisahannya dengan sahabat istimewa itu. Adian yang dia anggap sahabat yang dekat gegara pertaruhan yang tidak seimbang. Dia cewek biasa dan Adian cowok luar biasa. Dipertaruhkan waktu SMA oleh keempat sahabat Kimaya bahwa dia bisa bikin Adian suka padanya. Amazingly, di reuni akhirnya Adian mengakui bahwa sebenarnya Kimaya menang. Dia benar-benar bisa bikin Adian suka padanya. 

Cowok itu nembak dia dengan sangat elegan. Tidak secara langsung tapi sangat jelas dan tepat sasaran, di depan semua orang. Padahal Kimaya tidak menginginkan Adian. Cowok itu kecewa. Lalu persahabatan mereka buyar beberapa jam sebelum Kimaya terbang ke Bali.

"Mona, kau di mana?" Kimaya ingin mindfulness, tidak memikirkan yang lain, tidak overthinking. Dia hanya ingin memikirkan Mona saja. 

"Aku jemur baju di atas. Yay, kamu sudah balik, Kim! Sama Adian?" Mona memunculkan kepalanya di balkon atas. Dia belum tahu apapun cerita tentang Adian. Kimaya maklum. Aku harus cerita semuanya, putusnya.

Baca juga: Keramaian Reuni

Sambil memasak makan siang, Kimaya menjelaskan masing-masing oleh-oleh yang satu demi satu dibuka Mona dengan girang di depannya. Sesekali Mona menyebut nama Adian, berharap cowok itu ikut ke Bali lagi bersama Kimaya. Namun dia juga merasakan sahabatnya itu enggan membicarakan teman yang gantengnya selangit.

Baca juga: Pertaruhan Kimaya

"Aku tahu kamu menyimpan banyak pertanyaan, Mon," sahut Kimaya ketika mereka berdua berhadapan makan bakmi goreng dengan sayur rempah eksperimen menu baru Kimaya.

"Ada dua jenis yang mau aku tanya. Yang pertama dulu. Tentang Yuda, bagaimana?" Mona merasa keberadaan Adian selama dua bulan di Bali sudah mengubah mindset Kimaya tentang cinta pertamanya yang sudah tiada.

"Oh ya, aku harus ke makamnya sore ini," kata Kimaya ringan. "Aku mau bilang ke Yuda, aku sudah merelakannya. Aku juga ngerti semua bukan salahku. Sudah garis hidup Yuda sampai segitu aja. Aku yang harus move on, menghargai hidupku sendiri."

"Bagus," ternyata Mona merasa lega bukan main, lebih lega dari yang dia bayangkan sebelumnya. "Nanti aku ikut ke makam Yuda. Lama juga aku tidak ke sana, karena tidak ingin mengganggu kamu."

 "Yang kedua, tentang Adian? He's okay. Dia kuliah di Jogja, ya gitu, selesai ceritanya," kata Kimaya dengan ketenangan yang sama. Dia lihat Mona mengerutkan keningnya, tanda yang dia tunjukkan bila tidak percaya seratus persen. 

"Dia di Jogja dan kamu di Bali. Maksudnya kalian LDR-an gitu?" Mona masih mencoba memancing. Ini tidak jelas, pikirnya.

Kimaya terbahak. Tapi dia tahu tertawanya sangat kering. Tidak segeli dan selugas biasanya. Dia hanya berharap Mona tidak menemukan perbedaan itu.

"Enggak ada apa-apa aku sama Adian. Dia aku minta ke sini kalau liburan. Biar semakin akrab sama kamu, Mon," jelas Kimaya. Namun di kalimat terakhir, dia merasakan sepercik rasa sakit di dadanya. Masak aku cemburu sama Mona? Batinnya.

Mona masih menunjukkan ketidakpercayaannya. Sedari tadi sampai makan selesai, kepalanya menggeleng-geleng tidak puas.

---

"Kim, jangan kaget, ya. Adian dalam perjalanan ke sini, weekendnya mau dihabiskan di Bali katanya," kata Mona cepat-cepat sebelum Kimaya protes. "Aku ke kampus dulu, ada rapat buat kepengurusan baru."

Kimaya yang berencana bersih-bersih kamar dan rumah kontrakan sebelum kuliah menjadi gamang. Dia percaya Mona, Adian benar-benar on the way to rumah ini. Dia berusaha cuek dengan meneruskan rencananya, tapi pikiran melayang ke Adian.

Benar saja, ketika Kimaya membuang sampah di kotak di halaman. Ada taksi berhenti di depan pagar rumah. Muncullah cowok ganteng dengan kaca mata hitam, kemeja putih dan jeans biru muda. Bersih dan segar. Ransel ringan ditaruh di bahunya yang kekar. Senyum mengembang di bibirnya ketika matanya bertatapan dengan Kimaya.

"Hey!" sapa Adian ringan, ramah dan meriah, menyenangkan didengar telinga. Kimaya mau tak mau harus mengakui bahwa dia menikmati pemandangan indah ini dan suara merdu Adian masuk ke alat pendengarannya.

"Ngapain kamu ke sini?" seketika Kimaya menyesal mengatakan itu. Adian yang baik, masak disapa dengan pertanyaan yang terkesan mencurigakan?

"Bukannya kamu bilang whenever aku bisa ke sini, Kim?" Adian menjawab ringan, senyumnya tidak bisa dia hilangkan dari mukanya. Merekah semenjak melihat sosok Kimaya di rumah itu.

"Iya sih, aku lupa. Sorry, otakku sudah penuh dengan rencana magang kerja sama tugas akhir!" sembarang saja Kimaya berkata. Lalu disambutnya Adian dengan pantas, memeluknya sebentar dan mengajaknya masuk ke rumah.

"Apa agendamu weekend ini, Kim?" Adian tidak mau membuang waktu. Harinya cukup pendek, tidak sampai tiga hari dia di Denpasar. Harus terpakai semaksimal mungkin, dengan Kimaya. "Can I spend the time with you only?"

"Mona? Jangan lupakan dia, ya?" Kimaya mengatakan dengan tegas, sambil mengerutkan keningnya, cukup jelas untuk dilihat Adian. 

"Mona malah yang nyuruh aku cepat-cepat nanya ke kamu, sebelum kamu bikin acara sama dia," Adian mengatakannya sambil mengulum senyum. Monan sudah ada di tangannya, mereka bestie.

"Tega banget kamu, ya, Di? Mona kan suka sama kamu? Bisa-bisanya kamu malah bikin dia berkorban untuk aku sama kamu?" kali ini Kimaya gemas dengan keduanya, terutama Adian yang sudah jelas-jelas dia kasih tahu tentang perasaan Mona.

"Kim?!" Adian ternyata lebih gemas. Dia menyebut nama Kimaya dengan sekuat tenaga untuk mendistraksi Kimaya dari kata-kata yang melulu Mona dan Mona. "Kamu underestimate loyalitas Mona, Kim. Sudahlah, kamu nemenin aku weekend ini, ya?"

Kimaya hanya menatap Adian dengan tajam selama beberapa menit. Berdua bertatapan, Adian yang kalah. Dia menunduk dan mencari kursi untuk duduk. Ujian mental ini melelahkannya.

"Aku akan bicara dengan Mona dulu," kata Kimaya sambil meraih HPnya, menelpon Mona. 

Ternyata Mona benar-benar tidak mau berurusan dengan Adian. Dia menginap di rumah salah satu teman, alasannya untuk mengurusi makrab sampai Minggu. Tepat dengan keberadaan Adian di Bali.

"Pesawatmu ke Jogja kapan?" Kimaya menyerah. 

"Senin pagi," Adian masih lemas, dia tidak tahu harus berharap apa.

"Aku butuh cari tempat magang dan bikin tugas akhir, kamu ke Bedugul mau?" tanya Kimaya. Mata Adian berbinar cerah, senyumnay merekah lebar lagi. 

"Menginap dua malam? Aku siapkan akomodasinya!" dengan sigap Adian meraih HPnya dan menelpon kesana kemari.

Kimaya mulai packing, akhirnya dia menyadari, senang juga ada Adian di sini.

+++

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun