"Coba tulis," Adian lenyap ke dalam resto untuk minta kertas dan pena ke waiternya. Semua tersedia dalam sekejap. Mata Kimaya masih terpejam erat.
"Ini," bunyi kertas dan pena yang diklik membuat mata Kimaya membuka perlahan. Adian malah takut cewek ini tertidur di sofa nyaman itu. "Minum dulu tapi, entar dingin."
"Kamu saja yang nulis," kata Kimaya, kembali bersandar dan memejamkan matanya setelah minum seteguk.
"Oke, Dear Yuda ...," Adian memulai dengan menggunakan papan menu sebagai dasar.
"Heh, kamu tulis yang aku bilang!" sergah Kimaya tiba-tiba sambil duduk dengan tegak. "Kamu tidak tahu Yuda!"
Adian hanya menjawab dengan melempar senyum, yang kualitasnya pasti membuat Mona lemas tapi tidak mau pingsan. Sayangnya Kimaya tidak melihat itu, dia menatap Adian tapi di benaknya hanya ada kata-kata yang ingin dia ungkap ke almarhum sahabatnya itu.
"Yuda ... sorry," dua kata itu saja sudah membuat Kimaya terisak lagi. Adian langsung panik. Ditaruhnya papan untuk menulis tadi.
"Hey, teruskan," kata Kimaya serak. "Aku nggak papa. Biar saja aku menangis. Kamu tetap nulis."
Adian hanya sanggup mengangguk dan meneruskan menulis. "Lalu?"
"Yud, sorry, aku mengecewakan kamu. Aku tahu aku selalu bikin kamu kecewa. Bahkan sampai detik terakhir sebelum kamu pergi ...," isak Kimaya semakin keras. Adian tetap menulis sambil sesekali melihat kondisi Kimaya.