"Targetku sudah aku selesaikan kemarin, hari ini aku ambil off ke lapangan, sambil berharap ketemu kamu," Adian menjelaskan panjang lebar, berharap juga Kimaya paham bahwa dia ingin bersama Kimaya dan ini penting.
"Ada apa pengin ketemu aku?" Kimaya menjawab ringan. Pikirannya sudah terbang ke pemandangan desa adat yang ada di kaki gunung. Di hamparan di depannya matahari bersinar cerah tapi tidak panas karena sudah miring ke barat, memberi sirat warna langit yang oranye indah. Kimaya tersenyum melihat keindahan yang ada di depannya. Hijaunya bukit dan oranyenya langit di sisi barat.
"Aku kehilangan kamu, Kim," Adian merasa waktunya tidak banyak. Tidak perlu basa-basi. Dia juga ingin membantu Kimaya untuk melupakan Yuda. Dia ingin menemani sahabatnya ini supaya tidak sedih lagi.
"Aku juga," Kimaya masih menjawab dengan ringan sambil lompat-lompat kecil di jalan setapak menuju tengah-tengah dusun adat yang tidak ramai. Adian menghela napas untuk melepaskan ketegangannya.
"Bolehkah aku sering menemui kamu ketika kerjaanku selesai? Sambil kita cerita-cerita update habis SMA, juga kamu jadi tour guide-ku di Bali ini. Terus terang aku ke Bali hanya dua kali waktu study tour sekolah," Adian terkikik geli. Baru disadarinya Kimaya menatapnya dengan siratan yang tidak bisa ditebak artinya.
"Memangnya aku nggak kuliah?" lalu mata Kimaya terlihat melotot marah. Tapi Adian tahu, sahabatnya ini hanya bercanda. Siratan matanya ramah.
"Aku ngikut kuliahmu, kalau boleh," Adian mencobai peruntungannya. Ternyata Kimaya tergelak mendengar persuasinya.
"Kamu ada apa, sih? Baru tahu juga aku di Bali sekarang ini. Ada apa, Adian?" Kimaya memilih berterus terang daripada muter-muter dengan teman tampan yang dulu diperebutkan cewek satu sekolah.
"Aku tidak mengira ketemu kamu di sini, dan aku kehilangan kamu beberapa tahun ini, kamu tidak pernah muncul di reuni sekolah," Adian sudah merasa kepalang basah. Dengan Kimaya, seingatnya, memang lebih baik tidak usah menutupi apapun. Kalau dia tahu yang sebenarnya dari orang lain. Dunia akan ambruk diserang emosinya.
"Kita lihat besok," lalu Kimaya memimpin berjalan mengelilingi desa adat sambil menyapa sana sini. Adian bisa melihat, penduduk lokal sudah mengenal Kimaya dengan baik. Hatinya tenang.
+++