Mona melepas Kimaya di depan gerbang keberangkatan dengan perasaan campur aduk. Dia tidak mengira pengaruh Yuda almarhum sedalam ini pada Kimaya. Yuda meninggal sudah hampir lima tahun yang lalu. Dia pikir Kimaya sudah melupakan semuanya. Ternyata tidak.
"Kamu pengin melupakan Yuda, tidak, Kim?" itu yang paling penting, menurut Mona. Dia melihat Kimaya menggeleng. Mona hanya mendesah tidak berdaya. Kemauan Kimaya akan mengubah segalanya.
"Hey, cowok cakep tadi siapa?" tanya Mona sedetik setelah Kimaya melepas pelukan perpisahan. Sahabatnya hanya mengerutkan keningnya. Oh cowok tadi tak berarti sepertinya, batin Mona. Syukurlah, cakep gitu, buat aku saja ...
---
Sampai di rumah, Mona baru tahu ada misscall dari Rema. Ah, pasti tentang Night Action itu. Kimaya masih belum memberikan jawaban. Event itu sangat kental ambiens Yuda: musik dan drum. Dua hal itu yang membuat Kimaya tidak bisa bebas dari rasa bersalah. Yuda pentas musik dan main drum pertama kali, tapi Kimaya tidak bisa datang. Lalu sesudah itu Yuda pergi untuk selamanya.
Rema menelpon lagi.
"Aku belum bisa jawab ..." sahut Mona langsung sebelum Rema bilang apapun.
"Ini tentang Kimaya. Ada cowok nyari dia di kampus. Teman lama, katanya. Aku kirim foto kartu namanya," Rema nyerocos saja tanpa memberi kesempatan Mona menjawab. Lalu dia putus telponnya.
Rema memakai trik ini untuk menyukseskan Night Action. Ada orang yang berhubungan kuat dengan Kimaya, kunci keterlibatan Mona. Dia kirim foto kartu nama tersebut dan pesan singkat supaya Mona menghubungi nomor itu.
Ingatan Mona langsung terlempar ke cowok di bandara yang cakep itu. Iseng dia coba menelpon nomor yang tertera.
"Halo, saya Mona," katanya. Deringan kedua langsung diangkat. Cowok ini benar-benar menunggu kontaknya. "Apakah ini A-di-an?"
"Iya, saya Adian, teman SMA Kimaya. Mona, Anda teman kuliahnya?" Adian merasa lega untuk pertama kalinya selama beberapa tahun ini. Ternyata dia baru sadar arti Kimaya dalam hidupnya.
Mereka bertukar kabar dan membuat janji untuk bertemu. Walau Mona sebenarnya ada misi lain, yang dilematis. Dia ingin Kimaya melupakan Yuda dengan adanya Adian ini. Tapi Adian cakep ...
---
Kimaya sampai di Jogja dan langsung pergi ke rumah keluarga Yuda. Dia tidak mau menahan diri. Hampir dua jam perjalanan Bali-Jogja dia berusaha bernapas panjang karena emosi yang hampir tidak terbendung. Entah rindu, entah sedih, entah marah. Dia tidak tahu. Dia butuh bertemu seseorang dari keluarga Yuda.
"Permisi, Tante," setelah dia mengetuk beberapa waktu, pintu jati besar itu terbuka pelan. Dilihatnya Tante Nuk, ibu Yuda membuka pintu. Tante kelihatan sangat lelah, pikirnya.
"Kamu siapa?" suara Tante Nuk terdengar serak, seperti lama tidak berbicara. Lalu didengarnya perempuan tua itu terbatuk.
"Saya Kimaya, Tante ..." lama dia baru berani menjawab. Sudah kepalang basah sampai di sini, dia harus siap menghadapi semuanya.
Tidak terduga wajah Tante Nuk berubah drastis. Seperti kesakitan atau sedih ... atau marah?
"Berani-beraninya kamu ke sini!!!" suara serak tadi berubah menggelegar seperti gemuruh langit yang mau hujan deras.
"Siapa, Ma?" ada suara perempuan di belakang yang langsung kelihatan wajah mudanya. Kak Maya, kakak perempuan Yuda.
"Dia Kimaya!!!" suara Tante Nuk masih sekeras tadi, tubuhnya bergetar hebat. Kak Maya langsung membawa ibunya masuk ke rumah dan menutup pintu di depan wajah Kimaya.
Kimaya tercenung. Dia tidak mengira pengaruhnya sebesar ini pada keluarga almarhum Yuda. Setetes air mata menitik. Kesedihan berubah menjadi penyesalan. Dia memutuskan untuk pergi dari situ dan segera kembali ke Denpasar.
"Kim!!!" suara teriakan Kak Maya terdengar di belakangnya.
"Kak, maafkan saya ..." suara Kimaya tercekat ketika melihat wajah Kak Maya basah berurai air mata.
"Maafkan Mamaku, ya? Dia masih mengira kamu penyebab Yuda pergi ..." bisik Kak Maya karena napasnya tersengal kesedihan dan isak tangis.
"Saya? Penyebab Yuda pergi???" satu petir lagi menyambar jantung Kimaya yang serasa berhenti berdetak selama beberapa detik.
"Setelah pentas musik terakhir di perpisahan SMP itu, Yuda cerita kalau kecewa kamu nggak datang menonton. Lalu dia bilang ingin ke Bali - karena mendengar kamu baru keluar kota, berlibur. Dia selalu bilang, Kimaya pasti ke Bali, dia pengin merayakan ultah di sana ... di hotel di Bali itu dia pergi, selamanya, tanpa ketemu kamu," cerita Kak Maya dengan cepat.Â
"Tapi lupakan semuanya, bukan salahmu, Kim. Yuda saja yang terlalu menuntut. Dia juga tidak jaga diri menyopir dengan ngebut dan langsung berenang ..." tambah Kak Maya.Â
Kimaya hanya ingat, penyebab Yuda meninggal adalah tenggelam di kolam renang karena kram perut ketika kolam penuh dan tidak ketahuan.
"Hanya Mama yang sangat kehilangan dan menyesal tidak bisa mencegah keinginan Yuda, Mama butuh orang lain buat disalahkan, dan paling gampang, nyalahin kamu, Kim," lalu Kak Maya hanya menepuk bahunya dan kembali masuk ke rumah untuk menenangkan Tante Nuk.
---
Tanpa sadar Kimaya menuju sebuah toko buku yang sering dikunjunginya bersama Yuda ketika SD. Toko itu semakin megah dan berlantai tiga dengan ruang terbuka di rooftopnya, berwarna pink tua.
Rooftop itu sudah berubah banyak. Hanya satu pojokan yang dia ingat selalu dipakainya berdebat dengan Yuda.Â
Dulu, dia sangat sering beradu argumen dengan sahabatnya itu. Mereka selalu berbeda pendapat tapi Ydua selalu mencari Kimaya kalau punya ide baru. Kimaya pun juga begitu.Â
"Aku butuh kamu untuk mencari kelemahan ideku ini," sahutnya kepada Yuda. Cowok itu hanya ngakak setuju.
Endingnya biasanya mereka bermusuhan karena lama kelamaan pembicaraan mengarah saling ejek dan menghina. Kimaya yang biasanya menangis pulang dan Yuda tertawa menang.
Sekarang Kimaya menemukan dirinay duduk di pojok itu, menangis, merindukan ejekan dan hinaan Yuda.
"... asal kamu di sini, Yud, kamu boleh menyakiti aku selamanya," katanya dalam hati.
Di pulau lain ... Mona bertemu Adian di sebuah cafe dekat kampus. Pertimbangan Mona cukup lama, tapi demi Kimaya dan masa depannya, dia kesampingkan keinginan untuk mendekati Adian untuk dirinya sendiri.
Ternyata Adian cukup ramah dan mudah diajak ngobrol. Mona kembali bimbang, tapi ketika mendengar Adian sering menyebut nama Kimaya dan bagaimana mereka menghabiskan waktu SMA bersama, Mona memutuskan untuk mengalah demi Kimaya.
Sejam lebih mereka membicarakan Kimaya. Mona langsung percaya karena Adian menyebutkan beberapa kebiasaan sahabatnya yang menunjukkan kedekatan mereka. Bahkan rahasia Kimaya yang dia pikir hanya diketahuinya, sudah diceritakan Kimaya pada Adian. Wow, hebat di Adian ini, pikirnya.
Hanya tentang Yuda yang tidak ada di kamus Adian. Peran Mona sangat penting.Â
"Kimaya pernah kehilangan seseorang yang sangat berarti di Bali ini," kata Mona dengan hati-hati. "Jangan bilang kalau kamu tahu dari aku, ya? Tapi aku mohon bantu Kimaya. Dia perlu menerima kenyataan."
Sesingkat itu Mona bercerita tentang Yuda.
Di lokasi tempat menginap, Adian segera membereskan keperluan proyek. Lalu menghilang dan menyepi, dia butuh waktu untuk memikirkan cerita Mona.Â
Dia berbaring di sebuah sofa, semua cerita Mona tentang Kimaya dan Yuda terngiang, terulang kembali dengan detil.
"I will help you, Kim ..."
+++
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H