Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Analisis Budaya pada Insiden Itaewon

1 November 2022   16:25 Diperbarui: 2 November 2022   17:25 1803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjung, polisi, dan paramedis berkumpul di lokasi tragedi Halloween Itaewon di Seoul, Korea Selatan, Minggu (30/10/2022) dini hari. Puluhan orang mengalami gagal jantung setelah berhimpitan di gang sempit untuk merayakan Halloween.(AFP/JUNG YEON-JE via KOMPAS.com)

Yang saya catat, orang Korea kalau makan cepat sekali.

Keanehan tapi senang yang saya alami adalah waktu mau masuk lift, masuk ke gerbong KA dan masuk bis. Saya hanya berdiri di dekat pintu masuk, semua yang baru datang langsung berdiri di belakang saya dengan rapi dan mengular. Pernah juga kaget ketika menoleh ke belakang, merinding melihat kedisiplinan mereka.

4. Itaewon multikultur menjadi salah satu penyebab insiden

Analisis ini hanyalah pendapat saya pribadi sebagai peminat budaya dan berdasarkan diskusi teman British yang tinggal lama di Korea. Bahwa berdasarkan jenis lokasinya, Itaewon dipenuhi oleh orang-orang dari berbagai negara dengan budaya yang berbeda. Dalam hal ini tingkat kedisiplinan dan kerapian yang berbeda juga. Bahkan jalan di sisi kanan atau kiri, masing-masing negara berbeda, dan di Korea jalan di sisi kanan.

Bahasa yang dipakai beragam. Saya jadi ingat Menara Babel yang runtuh karena Tuhan membuat orang-orang Babel tidak bisa berkomunikasi karena bahasa mereka berubah menjadi berbeda dan asing.

Miskomunikasi juga terjadi ketika perayaan Halloween tersebut. Banyak yang tidak paham ketika lorong penuh, misalnya. Atau orang harus maju atau mundur. Serba kacau.

Saya menyebut orang-orang Korea sangat suka sepi. Mereka sibuk dengan gadget atau buku di keramaian. Ketika Halloween, musik menggelegar di mana-mana. Walau dengan sesama orang Korea, mereka tidak bisa berkomunikasi karena tidak bisa saling mendengar. Bahkan ketika insiden terjadi, musik tidak dimatikan karena tidak terpusat di satu titik.

Populasi orang Korea tidak banyak dan suka menjaga jarak atau space, tapi waktu Halloween semua populasi layaknya terpusat di satu titik, Itaewon. Berdempetan. Personal space tidak ada. Crowd atau keramaian memang bukan budaya Korea, semua menjadi kacau, tidak teratur, ramai dan serba ketidakpastian. Banyak kesalahpahaman.

Saya tidak ingin berandai-andai karena semua sudah terjadi. Pengalaman buruk semoga bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. 

+++

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun