"Menanyakan ke aku langsung? Tentu tidak, Os. Mereka tidak tahu kita saling kenal. Postinganmu oleh Iva saja tidak pernah ada aku. Di HPku juga tidak ada foto kamu. Eh, ada ding, satu foto kamu sendiri yang aku ambil waktu kita tebak-tebakan kopi," Lea lalu menunjukkan foto Osa yang tertawa lebar di depan barista yang merahasiakan ramuan kopinya.
"Kamu cek HPku sekarang, di galerinya," kata Osa menyerahkan HPnya ke tangan Lea.Â
Cewek itu tidak paham namun dia lakukan apa yang disuruh aktor ganteng itu. Hm, Lea berdehem. Osa menoleh menatapnya.
"Apa yang kamu lihat, Lea?"
"Isinya kita selfiean melulu," Lea lalu tertawa ketika melihat ada sesuatu yang membuatnya geli.
"Apa?"
"Aku kepikiran bikin kurasi album foto-foto kita, banyak yang blur," Lea tertawa lagi meriah.Â
"Itu karena kamu tidak mau aku foto," Osa kesal. Dia ingin berfoto dengan Lea tapi cewek itu selalu tidak mau. Melindungi privacy Osa, katanya. Dia hanya mau pakai kamera Osa, karena percaya HP Osa akan paling aman daripada HPnya yang bisa dibuka semua teman dan saudaranya.
"Kamu menganggap aku apaan sih, Lea?" tanya Osa tanpa berani menatap Lea.
Lea tercenung. Dia taruh HP Osa di dashboard. Lalu dia menghela napas cukup panjang.
"Aku pernah bilang, kita tidak akan bicara perasaan, kan, Os?" suara Lea memelan tapi cukup terdengar di parkiran yang sepi ini. "Kamu sahabatku. Anytime you need me, you can call me."
