Gender atau konstruksi sosial pada peran perempuan dan laki-laki selalu menempatkan perempuan sebagai kaum lemah. Baiklah, dalam topik ini bisa diterima tapi harus ditanggapi dengan positif, yaitu diberi perhatian lebih.
Hal ini akan jelas terlihat dalam kondisi darurat, misalnya bencana alam yang mengakibatkan banyak orang harus mengungsi.
Perempuan mengungsi banyak menghadapi kondisi lemah bila hal berikut terjadi:
1. sedang hamil
2. sedang menyusui
3. sedang menstruasi
Kedua hal di atas biasanya sudah diperhatikan dengan memberikan tambahan susu bagi ibu hamil dan penyediaan dokter kandungan. Hal kedua juga susu untuk anaknya sebagai tambahan karena kondisi darurat dan adanya dokter anak.
Poin ketiga, sedang menstruasi, jarang mendapatkan prioritas padahal tingkat kebutuhan dan daruratnya sama dengan nomor satu dan dua. Bahkan tidak dapat dicegah lagi.
Topik ini sangat menarik karena mengingatkan saya pada dua mahasiswa saya tahun 2017-2018 yang meneliti tentang posisi pembalut di area pengungsian. Penelitian mereka menunjukkan bahwa pembalut tidak ada dalam daftar sepuluh besar kebutuhan yang diajukan oleh pengelola pengungsian.
Apa sebabnya? Ini yang belum terjawab waktu itu.
Apakah karena ini urusan privat perempuan yang seharusnya mereka bisa menyelesaikan masalahnya sendiri? Ataukah kebutuhan perempuan tidak terlalu penting dibandingkan daftar 10 besar kebutuhan umum lain yang dianggap lebih urgen antara hidup dan mati?
Menstruasi adalah peristiwa wajar dan terjadi pada setiap perempuan produktif dan tidak bisa dijadwalkan bersamaan. Kejadiannya random, bahkan perempuan yang sama pun kadang mendapatkan menstruasi tidak rutin, apalagi bila dalam keadaan cemas di pengungsian.Â
Hormonnya sangat dipengaruhi kondisi psikologis dan psikis.