"Ada apa kamu dengan Pak Daniel?" bisik Iko. Aku menggeleng cepat.
Raka duduk di depan karena paling tahu lokasi kantor calon klien kami. Perjalanan setengah jam cukup cepat karena di mobil Daniel memberi beberapa petunjuk. Calon klien ini cukup penting buat perusahaan karena modalnya besar, cabangnya banyak dan ragam produknya cukup luas. Produk marketing kami kalau bisa menguasai klien ini pasti akan sibuk.
"CEOnya bernama Pak Gala, kalian ingat-ingat, ya?" pesan Daniel. "Dia kabarnya susah percaya sama orang. Tipikal enterpreneur yang sukses dengan cepat. Arimbi, kamu harus menunjukkan semua kelebihanmu."
Hmm beban. Iko sepertinya mengerti perasaanku. Diam-diam dia menepuk pundakku untuk menguatkan aku.
Kami tiba di sebuah gedung tinggi yang baru dan bagus arsitekturnya. Satu petugas berseragam bagus membukakan pintu kaca buat kami. Lalu ada rombongan dari dalam yang auranya beda berjalan menuju ke arah kami.
"Itu Pak Gala, wah dia menyambut kita langsung," kata Daniel.
Jantungku seperti berhenti berdetak ketika melihat pria muda yang berjalan di depan rombongannya dengan percaya diri, berjas dan berdasi, lebih tinggi dari yang lain, tapi sama tinggi dengan Daniel dan Iko.
Pria itu, yang dipanggil Pak Gala, adalah cowok yang aku temui di gereja Sabtu lalu. Sangat beda penampilannya waktu itu. Seorang CEO perusahaan besar transportasinya hanya naik motor?
"Selamat pagi, Pak Gala, saya datang bersama tim yang akan membantu proyek perusahaan Anda," sapa Daniel, aura mereka sama. Aura leader.
"Halo, Pak Daniel, selamat datang. Hey, ini kan ... ?" Gala mengenali aku. Entah ini berkat atau kutuk.
"Saya Arimbi," aku belum pernah mengenalkan diri.