Aku bukan orang yang spiritual dan religius. Tapi tiap Minggu aku ke gereja demi formalitas saja sebagai penganut agama yang taat dan baik. Selain itu, aku menikmati space ruangan luas dengan langit-langit tinggi yang membebaskan. Ketika memejamkan mata dan mendengar alunan lagu dan permainan organ, aku merasa damai.Â
Hanya saja semua itu kadang kurang memotivasi kenyamananku di gereja. Kadang, eh, sering bahkan, aku mencari apa yang menarik dan membuatku betah bertahan sampai ritual berakhir. Salah satunya memperhatikan orang-orang yang unik di dalam gereja. Salah satunya Sabtu kemarin.
Sabtu sore itu aku masuk ke gereja seperti biasa, antri mencari tempat duduk karena ada rombongan di depan. Persis di mukaku ada cowok yang lumayan tinggi dan berbadan bagus. Aku tidak mengenali sosok ini. Baiklah, ini penyemangat. Dia memilih duduk di barisan di sampingku berjarak satu baris di depanku. Dia sendirian, rombongan tadi masih maju ke depan dan duduk di sisi yang lain. Jadi dia sendirian. Sabtu sore lagi. Ini pertanda, biasanya jadwal ini kalau dipakai pasangan, mereka sekalian malam mingguan.
Sepanjang misa aku konsentrasi, memperhatikan gerak-gerik cowok itu yang tampangnya menarik. Bajunya biasa, kemeja lengan panjang polos dilipat sampai siku. Hidungnya mancung, kelihatan banget dari samping. Dia taat juga, kalau ada nyanyian dia ikutan nyanyi. Waktu menerima komuni tiba, Tuhan membuatku berdiri berdampingan dengan dia. Asik.
Setelah itu aku terlempar dalam dunia doa yang penuh dengan permintaanku yang macam-macam. Pasti Tuhan tertawa, seisi gereja riuh dengan suara dengungan doa bersamaan. Setelah selesai misa, aku berdiri menuju tempat parkir. Tidak sengaja aku menabrak seseorang di depanku karena dia berhenti mendadak.
"Eh, maaf," reaksiku spontan sekali untuk minta maaf. Bukan kebiasaan yang baik, kata Iko.
"Sorry," kata cowok itu dengan suara bass yang merdu. "Saya bingung mau keluar di pintu yang mana. Ke arah parkir."
Karena grogi, aku tidak mengeluarkan suara apapun, hanya menunjuk ke arah pintu kanan. Dia mengangguk dan mengucapkan terima kasih, senyumnya manis. Aku tidak memperhatikan dia lagi karena ada teman memanggil dan kami berjalan bersama ke arah parkir.
Agak mudah menemukan motorku karena aku sudah memarkir dekat pohon jambu monyet yang langka. Namun, motor-motor lain masih banyak yang belum pergi. Motorku terjebak, terutama di sebelah ada satu motor cowok yang cukup besar. Aku tidak kuat untuk menggesernya. Aku tunggu.
Ternyata cowok tadi yang punya motor itu. Dia sempat bilang kalau lama muter-muter di tempat parkir, lupa di mana menaruh motor. Hmm, dia orang baru? Belum punya kebiasaan seperti aku. Setelah dia menggeser motornya, aku bisa menaiki motorku untuk pulang cepat-cepat karena mau hujan.