2. Dewi Yuliastuti (2013) memakai teori psikoanalisis milik Sigmund Freud. Tiga konsep yang dipakai id, ego dan superego.Â
Cataleya ditunjukkan mempunyai konflik pada id dan superegonya. Lalu akhirnya egonya menurut pada superego. Lalu id-nya berkuasa atas egonya.
3. Khairun Nisa (2017) melihat dari sisi lain, simbol nama Cataleya.Â
Nama tersebut adalah nama bunga anggrek asli dari Columbia. Memakai teori semiotika Roland Barthes, bunga anggrek ini ditemukan sebagai simbol identitas Cataleya. Dari awal memang ayah Cataleya menyebutkan bahwa namanyad diambil dari nama anggrek yang cantik. Kemudian anggrek ini berkembang tidak hanya berhenti pada nama, tapi juga ilustrasi sebagai simbol pembunuh. Cataleya selalu meninggalkan gambar anggrek ini di tubuh orang yang dibunuhnya, sebagai tanda dan petanda. Selain sebagai identitas pembunuh, gambar anggrek juga sebagai pesan pada pembunuh orang tuanya bahwa dia masih hidup.
Rating film ini di IMDb hanya 6.4/10 mungkin karena bicara tentang lokal, budaya Columbia. Berlawanan dengan genre dan pakem Hollywood, Colombiana adalah film Eropa yang mengangkat trauma dan dampak dari mafia.Â
Padahal menurut saya, sinematografinya bagus. Akting dan plot twist yang tak terduga. Adegan di kipas angin, penjara dan kolam hiu sangat fantastik. Detilnya pun wajar. Bangunan cerita cukup normal ketika kesalahan dilakukan karena adanya cinta yang membebaskan. Gegara pacar Cataleya memotretnya, semua yang diatur rapi dan terorganisir oleh Cataleya pun lenyap. Di situlah keramaian film ini dimulai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H