Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[6 Sekawan] #6 Taktik

27 Juli 2021   14:11 Diperbarui: 27 Juli 2021   14:20 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Valdemaras - unsplash.com

Episode sebelumnya: Episode 1 - Episode 2 - Episode 3 - Episode 4 - Episode 5

Noam melihat Nika mengambil alat komunikasi seperti gagang telepon rumah tapi cukup besar dan tanpa kabel. Nika hanya menarik satu antene panjang sekitar 30 senti.

"Dari tadi aku tidak dapat sinyal di gunung ini, Nika mau ngapain, tuh?" tanya Noam kepada Nash yang masih menunduk memeriksa tetesan darah di dekat kakinya.

"Dia pakai telpon satelit, bukan sinyal operator biasanya," kata Nash tanpa melihat ke Nika. "Dia kan harus lapor ke Josh di setiap perkembangan yang ada, termasuk keberadaan kita di sini."

"Kita baru mendapat selongsong dan darah, tidak cukup," komentar Niel. "Hari juga semakin gelap. Kita lanjut atau mendirikan tenda?"

"Kita mendirikan tenda," jawab Nika sambil menyimpan telpon satelitnya ke ranselnya. "Kita dirikan tenda di dekat sini, ada tanah landai seharusnya. Sambil kita cari di pinggir danau, petunjuk selanjutnya. Josh mengatakan posisi kita sudah ada di dekat markas mafia yang buron itu. Kita harus lebih hati-hati."

"Jangan menyalakan api kalau begitu," kata Niel.

"Aku mau menyusur gua-gua di dekat sini, lihat di belakang itu kan tebing bebatuan, biasanya ada gua," kata Noam. "Siapa yang mau ikut aku? Tanpa senter tentunya."

Niel bergabung dengan Noam untuk memeriksa setiap gundukan batu dan tebing. Ada beberapa rerimbunan pohon yang harus mereka periksa juga. Supaya tidak menimbulkan suara berisik, mereka harus berhati-hati ketika melangkahkan kaki, tidak boleh menginjak daun-daun kering. Bebatuan menjadi alas pijakan mereka.

Nash dan Kari mendirikan dua tenda. Mereka akan bergantian berjaga jadi tidak dibutuhkan tenda banyak. Tidur, selalu pesan Nika kepada mereka.

Nika memeriksa ransel-ransel mereka dan menghitung alat dan persenjataan yang dipunyai. Kacamata dengan infra red harus dipakai bila mereka mau bergerak dalam gelap.  Tiba-tiba napas Nika tersekat.

"Ada apa, Nik?" tanya Nash yang ada di dekatnya. 

"Kalian tidak melihat itu?" kata Nika sambil terpejam. "Tadi Niel berjalan di dekat tumpukan daun dan patahan dahan besar yang menutupi satu pondok kayu."

"Niel tidak melihatnya? Jadi malah kamu yang memantau penglihatan mereka?" tanya Kari. "Tenda sudah selesai, kita menyusul mereka saja atau bagaimana?"

"Kita harus menyiapkan rencana, Nika, aku paham kita tidak menguasai medan, tapi kita tetap harus ada taktik kalau ada petunjuk baru," saran Nash. Nika lalu meminta Niel dan Noam untuk kembali berkumpul.

Pondok tersembunyi itu ternyata ada di dekat tempat mereka mendirikan tenda tapi di daerah atas tebing. Niel tidak memperhatikan itu karena Noam menemukan petunjuk baru di pinggir danau kaldera, ada jejak sepatu tentara yang hampir terhapus air gelombang danau. 

"Kita bagi dua tim lagi, ada yang bergerak memutar mendekati dari arah atas pondok. Tim lainnya dari arah danau, dimulai dari jejak sepatu tentara," kata Nika setelah semua berkumpul. "Kita beristirahat di tenda kalau perkembangan baru ada hasil. Satu dua jam kita tidur sudah cukup."

Ketika membagi menjadi dua tim, saat itulah mereka baru menyadari kalau Ken tidak ada di antara mereka.

"Kapan kalian terakhir bersama dia?" tanya Nika. 

"Terakhir sebelum kita turun bergabung dengan Niel," kata Nash. Setelah itu perhatian mereka terpecah dengan petunjuk-petunjuk. Ken berarti sudah lama pergi.

"Iya, dia tidak ikutan turun bersama kita, Nash," kata Nika. Dia menyesal menyepelekan Ken yang tetua tapi masih saja bisa berbuat salah dan tidak menaati perintahnya.

Berlima mereka berusaha memusatkan kontak telepati ke pikiran Ken, tapi tidak ada yang berhasil. Nika pun gagal. Mereka sedikit khawatir kalau-kalau telepati hilang artinya Ken tidak sadar atau meninggal.

"Kita singkirkan pikiran buruk saat ini, kita laksanakan dulu taktik baru," kata Nika.

Berlima mereka berpisah dan segera bergerak ke titik masing-masing.

Nika memimpin tim atas yang mendekati tumpukan daun dan dahan yang menutupi pondok tersebut. Suasana di sekitar situ sangat sepi. Bahkan Nika berpikir tidak akan ada apapun di pondok tersebut. Namun dia tetap harus memeriksa semuanya, itu protokolnya.

Niel dan Nash menyusur balik jejak sepatu tentara itu ke rerumputan, dan menemukan jejak darah yang lain.

"Sepertinya ada yang terluka cukup parah," ujar Nash. "Darahnya cukup banyak dan sering tetes. Tapi hanya satu orang karena hanya satu garis. Jejak di rumputan hanya darah dan dan semak yang terinjak."

"Dari pondok di atas," sahut Niel sambil mendongak ke arah pondok tersembunyi itu. "Ayo kita ke atas. Nika sudah siap menyergap."

Seperti yang sudah diduga Nika, pondok itu kosong. Jejak bahwa pondok itu baru ditinggalkan tetap ada, ada asap bekas api unggun dan puntung rokok.

"Ada sekitar lima orang tadi," kata Nash. "Ada empat puntung di lokasi berbeda. Cangkir juga ada empat."

"Kamu bilang tadi lima," protes Niel.

"Orang kelima adalah Agen X, yang disekap. Dia sempat berontak, barang-barang berantakan di lantai dan ada kaki kursi yang baru saja rusak patah," Nash memang pengamat jejak yang ulung. Selain penciumannya yang tajam, penglihatannya juga detil.

"Nik," panggil Noam dari arah luar pondok. "Ada bayangan pergerakan di tengah danau. Ini tadi ada sinar bulan yang membantu pengamatanku."

Semua keluar dari pondok dan menatap ke arah danau yang agak tertutup pepohonan. 

"Aku melihat lima orang berdiri di satu rakit dan satu berbaring," kata Nash tanpa memicingkan matanya. Lalu dia menoleh ke arah Nika, "Jadi, ada lima atau enam orang?"

"Bisakah kita mematikan telepati dengan sengaja?" Noam bergumam.

"Maksudmu?" tanya Nash.

"Apakah satu orang tambahan itu Ken? Orang keenam?" masih saja Noam bergumam seakan bertanya pada dirinya sendiri.

Lalu mereka mendengar suara geraman halus, dari arah Nika berdiri.

[Bersambung]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun