Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[6 Sekawan] #4 Misi

24 Juli 2021   20:57 Diperbarui: 25 Juli 2021   23:16 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Rene Bernal - unsplash.com

Episode 1 - Episode 2 - Episode 3 

Ken, Nash dan Kari menikmati kamar Penthouse di salah satu hotel di Bali. Ada dua kamar tidur besar dengan tambahan satu bed di setiap kamarnya. Satu ruangan di tengah juga cukup luas, lengkap dengan sofa besar dan satu meja lingkar dengan enam kursi.

"Lemari esnya lengkap dengan minuman tanpa alkohol," komentar Ken ketika memeriksa fasilitas ruangan itu. "Jangan lupa cek kamera CCTV dan alat perekam, Kari. Kita harus pastikan bersih sebelum Nika datang."

"Harusnya Niel yang pesan begitu," keluh Kari yang ingin segera tidur mencoba bed empuk di salah satu kamar. 

"Kita jangan mudah percaya orang, kan bukan Niel sendiri yang melakukan. Satu alat perekam yang kamu temukan aku kasih kamu satu senjata baru," Ken mengiming-imingi Kari yang suka persenjataan. 

Tapi senjata ini bukan pistol atau senapan, Kari suka senjata tradisional seperti belati atau pedang. Yang terakhir ini sering bikin repot di bea cukai, dia harus membayar lebih untuk perijinan, ukuran dan asuransi. Untung ada Nash yang ahli saham, dia selalu bisa menghitung dengan tepat saham mana yang harus dijual dan dibeli dengan keuntungan besar. Profit yang didapat disimpan untuk biaya kawanan.

"Aku masih belum puas penjelasan dari Noam tentang kenapa kita ke gunung," kata Nash sambil menyalakan TV dan memeriksa channel yang ada. "Pasti alasan Nika lebih dari itu. Bonding kita cukup bagus, ya, kan? Lalu nyepi? Tidak ada orang asing yang menghubungi kita sampai saat ini."

"Iya, aku merasakan hal yang sama. Josh juga lama tidak mengontak kita, pasti Nika cuma kangen saja," timpal Ken. Dilihatnya Kari masih berkeliling dengan alat pendeteksi miliknya yang canggih.

Keesokan paginya mereka dibangunkan oleh harumnya masakan Niel di dapur kering di Penthouse itu. 

"Niel!" teriak Nash. Ken dan Kari langsung terbangun dan berebut memeluk Niel yang masih pakai apron - celemek dapur tanda bahwa dia baru saja selesai memasak.

"Ini Penthouse tapi kok masak sendiri?" terdengar suara Noam bersungut-sungut.

"Kalau tidak mau makan masakan Niel, bilang saja," kata Nika yang duduk di salah satu meja besar, menunggui satu demi satu menu yang disiapkan Niel hadir di meja. Dia siap menghabiskan semuanya.

"Nika!" sekarang gantian Ken yang berteriak dan memeluk Nika. Orang kedua yang membuat Nika mudah tersenyum adalah Ken. Mereka punya bonding khusus yang tidak bisa ditembus oleh siapapun. Kata Niel, karena Nika dan Ken adalah tetua kawanan.

"Tidak ada yang memanggil aku?" Noam langsung merasa tersingkir karena dia merasa datang berbarengan dengan Nika dan Niel tapi tidak ada yang meneriaki namanya.

"Noam!" tugas Kari yang berteriak. Tapi yang ini lain, Noam yang menubruk memeluknya. Lalu berdua tertawa-tawa sambil Kari melaporkan bahwa tidak ada CCTV dan alat perekam satupun di ruang tersebut.

"Siang ini kita berangkat," kata Nika sementara kelima yang lain sibuk menikmati sarapan bubur ayam yang dibuat Niel. "Noam, semua sudah beres, kan? Sudah bersih?"

"Apanya?" Ken mendongak mendengar istilah asing.

Noam menceritakan foto-foto mereka yang bertebaran di media sosial. Ada foto Ken yang membantu nenek-nenek menyeberang di lalu lintas yang padat. Ada juga foto Niel menangkap bola basket ketika menonton pertandingan liga nasional. 

Yang viral adalah foto Kari yang menjadi orang pertama melakukan bungee jumping dari helikopter. Dan terakhir, Nash lewat di salah satu obyek turis air terjun dan terlihat wajahnya di belakang sekumpulan orang yang selfie. Semua sudah dihapus oleh Noam di dunia maya.

"Josh juga meminta bantuan untuk misi kita kali ini," sambung Nika. Semua langsung meletakkan sendok garpu di meja. "Ada satu agen intelijen nasional yang hilang di Gunung Agung. Dia tidak sedang hiking atau piknik naik gunung, tapi mencari salah satu buronan yang katanya bersembunyi di gunung itu. Tapi timnya hilang kontak."

"Dan identitas agen itu tidak boleh diketahui umum, kan?" sahut Ken. Nika mengangguk. Dia menambahkan bahwa polisi dan media tidak boleh dilibatkan juga. Hanya Nika dan anak buahnya yang dipercaya oleh tim agen intelijen ini.

Setelah makan, Nika membagikan folder informasi agen tersebut. Lengkap dengan ciri-ciri wajah dan tubuhnya, juga kebiasaannya serta pengalaman pendidikan, training dan pekerjaannya.

"Kita ada dua pekerjaan nih?" tanya Niel. "Menemukan Agen X dan menangkap buronan?"

"Plus menumpas kelompok buronan itu, mereka sepertinya membangun organisasi dan markas di Gunung Agung," papar Nika.

"Satu pertanyaan, do we have a license to kill this time? Boleh membunuh?" tanya Noam yang pengalamannya jauh lebih sedikit daripada yang lain. "Karena jelas kita tidak akan terbunuh."

"Nika?" Niel mengingatkan janji Nika di awal tahun ini bahwa tidak akan membunuh lagi tapi hanya melumpuhkan. Tapi janji itu belum bisa terbukti karena mereka lama tidak mendapatkan misi bersama.

"Ki-kita hanya melumpuhkan," jawab Nika terbata. Semua yang ada di situ kaget, Nika belum pernah terbata bicaranya, ada apa?

"Baik," Noam mencoba menetralkan suasana. Dia lalu berdiri untuk menyiapkan satu ransel pribadi dan satu ransel barang untuk mendaki gunung.

Semua lalu mengikuti gerakan Noam dalam diam. Nika masih duduk di meja, melamun.

[Bersambung]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun