"Kalau tidak mau tahu jawaban kenapa ke gunung ya sudah," ancam Nika dengan melirik ke kaca spion di atasnya melihat reaksi Noam yang duduk di jok belakang.
"Aku tidak peduli ke gunung atau ke langit," seru Noam tertahan karena disodok pinggangnya oleh Niel. Nika tersenyum mendengar jawaban Noam.
Niel ingat, Noam yang termuda tapi satu-satunya yang mudah membuat Nika tersenyum. Dia ingin mood bossnya baik maka dia menyetujui menginap di rumah Nika. Nanti setelah mendapat jawaban, mereka berdua bisa hengkang dari situ untuk merayakan malam di Jogja dengan cara lelaki.
Yang membuat Niel sebal, Nika membuatnya memasak makan malam buat mereka bertiga. Walaupun dia senang dipercaya bossnya bisa memasak kesukaan semua.
"Jadi, aku memilih gunung karena lama kita tidak bertemu, bonding harus dijaga. Gunung jawabannya," papar Nika sambil mengunyah kebab kambing buatan Niel. Jempol dua tak lupa dia layangkan ke depan hidung chef itu yang langsung kembang kempis.Â
"Juga, beberapa kali aku mendengar orang-orang sudah membicarakan kawanan kita. Kita butuh tempat sepi untuk bertemu berenam, jangan sampai kita terekspos," boss mereka mulai berkata serius dan misterius. "Kalau orang tahu kita siapa, kita sudah tidak bisa berbuat apapun bersama. Bukan itu yang kita inginkan, ya, nggak?"
"Yang lain harus tahu supaya kalau ketemu kita sudah on the same page," kata Noam. Nika tersenyum padanya, seperti yang sudah ditebak Niel.
"Telpon saja mereka sekarang," kata Nika sambil membereskan piring-piring yang sudah licin seakan belum pernah dipakai.Â
[Bersambung]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H