"Tadi aku ke toko buku dan ingat banget harus menyimpan boarding pass," sahut Noam dengan panik. Dia mengikuti petunjuk yang dia dengar di telinganya sampai dia ingat satu hal.
"Oh ya, tadi boarding passnya panjang banget, lalu aku lipat dan taruh di dalam pasporku," Noam hampir saja berteriak karena ketika mengatakannya dia juga sekalian membuka paspornya dan melihat lipatan boarding pass di lapisan plastik sampul paspor hijau itu.Â
"Jangan sampai kamu gagal datang tepat waktu, Noh," ancam Nash. "Boss bisa marah besar dan kamu akan menanggung akibatnya sendiri. Aku tidak mau terlibat, sekali salah sudah cukup."
Nash memasukkan HPnya dan menunggu Ken yang tertawa terbahak di sampingnya untuk menyelesaikan tertawanya. Segelas air putih sudah dia siapkan untuk temannya yang selalu haus setelah tertawa. Satu hal yang tabu buat Ken adalah minum di depan Nash yang sedang bicara dengan Noam. Dia pasti tersedak yang membahayakan hidupnya.
"Aku selalu panik kalau mendapat telpon dari Noam menjelang pertemuan kita," kata Kari yang ada di sebelahnya. "Anak itu selalu bermasalah di saat-saat seperti ini. Dia masih saja takut dengan Boss, bikin dia tidak bisa fokus. Masalahnya dia yang selalu ada di luar negeri. Bikin beban semakin berat."
"Jangan khawatir, selalu Nash yang ditelpon Noam," Ken masih menyisakan sedikit tawanya. "Hanya tebakanku kali ini salah, aku pikir dia salah flight. Bisa hancur dunia kalau itu benar terjadi."
"Aneh pilihan lokasi pertemuan Boss kali ini, kenapa di gunung?" tanya Nash kepada siapapun yang mendengarnya. "Niel yang biasanya tahu, saat ini tidak ada petunjuk apapun. Kita tidak ada pengalaman satu kalipun naik gunung. Ini di Bali lagi."
"Noam langsung ke Bali kalau begitu?" tanya Ken. "Atau transit dulu di Jogja? Langsung bertemu Boss pasti. Mau baik-baik supaya Boss tidak marah sama dia."
Kari membenarkan, dia cerita kalau mendengar rencana Niel berangkat bertiga dari Jogja dengan Nika dan Noam. Kebetulan dia ada proyek sebulan di Pontianak, jadi bisa bertemu dengan Ken dan Nash yang memang bekerja di kota ini.Â
Semua sudah disiapkan oleh Niel, termasuk hotel dan perlengkapan naik gunung. Mereka bawa satu ransel kecil saja yang berisi barang-barang personal. Nika, Boss mereka, tidak mau tahu kalau ada yang ketinggalan. Mereka sudah melakukan pertemuan ini puluhan tahun. Satu kesalahan kecil tidak akan mendapat ampun dari Nika.
Nika tidak perfeksionis, hanya saja Noam selalu saja membuat kesalahan yang sangat sederhana. Noam termuda dari mereka dan yang paling lembut hatinya.