Pim memandang layar HP yang telponnya sudah dimatikan oleh Axl. Nama Axl terpampang di situ. Kia yang membuatnya menyimpan nomor cowok itu.
"Kali-kali kamu butuh, Pim. Axl adalah orang paling tepat untuk emergency contact kamu," saran Kia yang sedikit memaksa. Dia lalu mengambil HP Pim dari tangannya dan mengisikan nomor Axl.
Pim sendiri tidak pernah menyentuh nomor itu. Walau dia sudah berganti-ganti HP, nomor itu ternyata masih tersimpan di akun gugelnya. Kalau saja dia berganti nomor, pasti kontak Axl tidak akan muncul ketika pria itu menelpon.
Dulu dia sering mendapat ucapan ulang tahun dari cowok itu, setiap tahun sampai sebelum dia pergi magang. Setelah itu dia tidak pernah mendapatkannya dan baru kali ini disadarinya. Selama itu Pim tidak pernah memikirkannya, ternyata.
Ingatan itu melayangkan lamunan Pim pada masa SMP. Saat itu di awal sekolah di hari pertama, perhatiannya sudah terikat pada satu cowok. Dia tidak tahu namanya tapi tanpa disadarinya dia selalu mengikuti gerak-gerik cowok itu. Entah kenapa, dia merasa nyaman dan senang saja melihatnya.
"Itu siapa?" tanya Pim pada teman baru di sebelahnya, Kia.
"Oh, Axl. Cakep, ya? Eh, tapi masih lebih cakep Dio, itu yang ada di sebelahnya," bisik Kia.Â
Pim tidak setuju, baginya Axl salah satu cowok terkeren di sekolah itu. Eh, paling keren. Badannya bagus, rambutnya berkilat sehat, senyumnya manis dan ada lesung pipitnya yang hanya kadang-kadang muncul. Enak dilihat deh.Â
Tidak itu saja, Axl termasuk anak pintar dan lucu. Dia dipilih jadi ketua kelas tapi dia memilih menjadi ketua piket yang tidak dimaui seluruh kelas, karena kalau tidak ada yang mau piket, ketuanya yang bertanggung jawab bersih-bersih ruangan.
"Aku suka mengepel dan menyapu," alasannya ketika ditanya oleh wali kelas. Semua tertawa dan dia hanya tersenyum senang karena dikabulkan keinginannya.