Orang dibilang belum ke Australia kalau belum mengunjungi Sydney Opera House. Belum ke Inggris kalau belum ke Big Ben di London. Tak lengkap ke Medan kalau belum ke Danau Toba. Atau belum ke Jogja kalau belum ke Malioboro. Yang terakhir itu membuat saya bisa menulis pengalaman ini.
Ketika mengikuti konferensi di Victoria University di kota Wellington, New Zealand pada bulan Juli lalu, saya bertemu dengan orang Indonesia yang juga presentasi di situ. Begitu kami kenalan dan tahu saya asalnya dari Jogja, langsung teman baru saya nyeletuk, “Mbak Vita, harus ke Cuba Street. Itu Malioboro-nya New Zealand!” Jadi belum ke Malioboro-nya New Zealand kalau belum ke Cuba Street. Haha kesimpulan yang brilian!
[caption id="attachment_199316" align="aligncenter" width="225" caption="Mari kita ikuti pentunjuk ini, foto: v4vita"][/caption] Setelah menyelesaikan presentasi saya tentang ‘Women in the City’, saya bersiap mengelilingi kota Wellington dengan berbekal peta. Untung saya sudah beberapa kali membaca peta sehingga dengan mudah saya bisa mengenali jalan dan landmark kota ini. Tapi tetap saja saya terkaget-kaget dengan dekatnya semua lokasi di kota ini. Wellington ternyata kota kecil. Baru jalan sebentar saja saya sudah menemukan Cuba Street yang saya pikir jauh dari kampus tempat saya seminar.
[caption id="attachment_199317" align="aligncenter" width="300" caption="Mari memasuki Cuba Street, foto: v4vita"]
[/caption] Cuba Street ternyata sangat spesial. Tidak ada kendaraan yang boleh melewati trotoar merah dan lebar tersebut. Di mana-mana banyak peringatan: No dogs. No bikes. No skateboards. Semua jalan ya!
[caption id="attachment_199318" align="aligncenter" width="300" caption="Ingat peringatan tersebut, foto: v4vita"]
[/caption] Jalan sepanjang sekitar 1 km ini lengkap dengan toko-toko kecil dan rumah makan. Ada toko buku, beberapa toko souvenir dan resto berbagai menu makanan dari India, Asia dan Eropa. Namun tidak ada yang menjual di emperan toko atau di atas trotoar seperti di Jalan Malioboro. Lalu bagaimana teman saya bisa bilang Cuba Street seperti Malioboro ya? Kemudian mata saya berkeliling mencermati situasi sekitar. Akhirnya saya melihat beberapa pengamen di sepanjang jalan itu. Ini gara-garanya!
[caption id="attachment_199319" align="aligncenter" width="300" caption="Tuh, pengamen muda! Foto: v4vita"]
[/caption] Ada beberapa jenis pengamen. Banyak juga yang mengamen di bawah umur. Mestinya mereka bukan anak orang miskin karena peralatan musiknya canggih dan baju yang dipakai cukup mengikuti fashion. Lalu saya ingat bulan Juli waktu itu adalah waktu liburan sekolah untuk siswa Primary School (SD) sampai Secondary College (SMP-SMA). Mereka pasti anak-anak yang mencoba cari duit di sela-sela liburan sekolah.
Sebenarnya pengamen yang menjadi salah satu ciri khas Malioboro ini ada di mana-mana. Berikut hasil kumpulan beberapa foto koleksi saya tentang pengamen di Australia.
[caption id="attachment_199321" align="aligncenter" width="329" caption="Dengan didgeridoo di Vic Market, foto: v4vita"]
[/caption] Orang cari duit di jantung kota atau pun di keramaian seperti pasar-pasar tradisional: Victorian Market atau Dandenong Market yang hanya buka di hari-hari tertentu. [caption id="attachment_199323" align="aligncenter" width="220" caption="Di George Street, Sydney, foto: v4vita"]
[/caption] [caption id="attachment_199324" align="aligncenter" width="233" caption="Di Southbank, Melbourne, foto: v4vita"]
[/caption] [caption id="attachment_199325" align="aligncenter" width="266" caption="Kopi Dangdut di Dandenong Market, foto: v4vita"]
[/caption] Pengamen di Dandenong Market itu sempat mengejutkan saya. Waktu memasuki pasarnya saya disambut dengan musik bernada lagu Kopi Dangdut, lengkap dengan 'pipe flute'-nya. Jadi ingat kalau lagu itu adaptasi dari lagu negara lain. Maaf saya lupa dari mana. Harusnya saya langsung nanya pengamennya saat itu ya? Maaf lagi, saya terlena dengan musiknya. Hihi. Cara cari duitnya bermacam-macam juga, salah satunya ‘street artist’ atau seniman jalanan yang menyamar jadi patung semen ini. Saya sudah melihatnya sejak tahun 2001 waktu pertama kali saya mengunjungi Australia. Dia masih bertahan sampai sekarang. [caption id="attachment_199326" align="aligncenter" width="308" caption="Patung atau manusia? Foto: v4vita"]
[/caption] Apakah Anda bisa membedakan mana yang patung dan yang manusia betulan? Di foto berikutnya pasti Anda bisa mudah menebak.
[caption id="attachment_199328" align="aligncenter" width="308" caption="Tiga patung, satu manusia! Foto: v4vita"]
[/caption]
Sekarang, silakan menyimpulkan: apakah memang ada Malioboro di New Zealand?
Foto-foto: koleksi pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya