Oleh karena itu Pemerintah menganggap perlu untuk menghentikan pemberian izin penyelenggaraan perjudian, demi ketertiban, ketenteraman, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian tidak ada lagi perjudian yang diizinkan, sehingga segala jenis perjudian merupakan tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3040).Â
Peraturan Pemerintah ini yang merupakan pelaksanaan Pasal 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, mengatur mengenai larangan pemberian izin penyelenggaraan segala bentuk dan jenis perjudian, oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, baik yang diselenggarakan di Kasino, di tempat keramaian, maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain. Dengan adanya larangan pemberian izin penyelenggaraan perjudian, tidak berarti dilarangnya penyelenggaraan permainan yang bersifat keolahragaan, hiburan, dan kebiasaan, sepanjang tidak merupakan perjudian.
Pasal Demi-Pasal
Pasal 1
Ayat (1) Bentuk dan jenis perjudian yang dimaksud dalam Pasal ini, meliputi :
a.Perjudian di Kasino, antara lain terdiri dari 1)Roulette; 2)Blackjack; 3)Baccarat; 4) Creps; 5) Keno; 6) Tombola; 7) Super Ping-pong; 8 ) Lotto Fair; 9) S a t a n; 10) Paykyu; 11) Slot machine (Jackpot); 12) Ji Si Kie; 13) Big Six Wheel; 14) Chuc a Luck 15)Lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar (Paseran); 16) Pachinko; 17) Poker; 18 ) Twenty One; 19) Hwa-Hwe; 20) Kiu-kiu.
b.Perjudian di tempat-tempat keramaian, antara lain terdiri dari perjudian dengan : 1)Lempar paser atau bulu ayam pada papan atau sasaran yang tidak bergerak; 2)Lempar Gelang; 3)Lempar Uang (Coin); 4)Kim; *19964 5)Pancingan; 6)Menembak sasaran yang tidak berputar; 7)Lempar bola; 8)Adu ayam; 9)Adu sapi; 10)Adu kerbau; 11)Adu domba/kambing; 12)Pacu kuda; 13)Karapan sapi; 14)Pacu anjing; 15)Hailai; 16)Mayong/Macak; 17)Erek-erek.
c.Perjudian yang dikaitkan dengan alasan lain, antara lain perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan; 1) Adu ayam; 2) Adu sapi; 3) Adu kerbau; 4) Pacu kuda; 5) Karapan sapi; 6) Adu domba/kambing.
d.Tidak termasuk dalam perngertian penjelasan Pasal 1 huruf c termaksud diatas, apabila kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan upacara keagamaan, dan sepanjang hal itu tidak merupakan perjudian. Ayat (2) Izin penyelenggaraan perjudian yang dimaksud dalam ayat ini baik yang diberikan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing. Termasuk dalam ketentuan Pasal ini segala bentuk judi buntut sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 133 Tahun 1965 yang menetapkan permainan judi buntut sebagai kegiatan subversi. Ketentuan pasal ini mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang mungkin akan timbul di masa yang akan datang sepanjang termasuk katagori perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Namun dalam hal ini, sabung ayam tidak bisa dikatakan perjudian karena ada kaitannya dengan nuansa adat tentang sabung ayam. Jadi sabung ayam ini memang dilarang oleh islam dan negara karena bertentangan dengan moral pancasila menurut negara. Agama islam juga melarang sabung ayam karena tidak sesuai dengan kadah agama karena timbul unsur perjudian.Â
Tidak selaras dengan agama islam. Hukum negara masih memberikan kelonggaran akan sabung ayam. Asalkan tidak ada unsur perjudian tetapi karena upacara keagaman. Karena negara Indonesia adalah negara majemuk. Yang harus saling menghormati dan saling toleransi. Kita sebagai umat islam jangan pernah menyalahkan antar agama yang ada kaitannya dengan sabung ayam ini. Karena memang kebiasaan sabung ayam ini sudah ada sejak dahulu kala. Asalkan kita sebagai umat beragama bisa selektif dalam bersosial dan bernegara.
Refrensi
Dede Mulyanto, Deni Mukbar, Maria Endah, Putut Aryo Saputro, Sofwan Samandawai. Kapitalisasi dalam penghidupan perdesaan . Bandung: Yayasan Akatiga. 2009.
PP 9/1981, PELAKSANAAN PENERTIBAN PERJUDIAN