Tak sadarkah kau, bahwa kenangan kita sedikit demi sedikit terhapus tak sengaja dari fikirmu. Hingga kau bisa melupakan kebiasan pagi kita, secangkir kopi hitam dan setangkup roti bakar manis yang selalu ku siapkan tuk sarapan pagimu. Ritual pagi yang tak pernah kita lupakan, tapi kini tak kau lakukan lagi. Hanya tuk alasan ingin menghapus lukamu. Ritual itu memang harusnya terhapus.Â
/5/Â
Lelakiku,Â
Lolongan anjing dan srigala itu telah biasa kita dengar. Lupakah kau bagaimana kau memelukku tiap malam, saat aku menggigil ketakutan mendengarkan suara mereka. Dan katamu kala itu "Tenang, mereka sedang menyanyikan lagu tidur untuk kita"Â . Mengapa kini kau membencinya? Tak ada elang itu, Sayang. Bagaimana bisa kau temukan bayangannya kala wujudnya pun sebenarnya tak nyata. Tak pernah ada.Â
/6/Â
Lelakiku,
 Mungkin bukan tempatku tuk memintamu menyerah. Letakkan pisau belati itu, buang lah sejauh mungkin hingga hilang dari pandangan. Pisau itu bukan hanya menghunus jantungmu. tetapi membunuhku perlahan (Aku mati perlahan, Sayang)
jawaban atas puisi https://www.kompasiana.com/adhyepanritalopi/54f83cf6a333111c5f8b4763/suara-hati-lakilaki-pecinta-luka by :Â Adhye Panritalopi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H