Masyarakat yang tinggal di situ dan pengunjung secara tidak langsung diajarkan tentang banyaknya warna yang menghias di tembok, lantai, hiasan di dinding, ornamen-ornamen, sekaligus aneka bentuk yang kita sendiri kadang tidak bisa mendefinisikannya dengan baik.
Otak dan indera kita dilatih untuk melihat perbedaan dan setiap perbedaan itu berharga. Dengan memberikan tubuh informasi itu, setidaknya begitu keluar dari kampung tersebut, otak kita sudah bisa membahas sesuatu daru sudut pandang berbeda.
Nah pembahasan itu harusnya disertai dengan kekurangan dan kelebihan dari dua sudut pandang itu. Otak kita jadi dibiasakan untuk menerima infrormasi terlebih dahulu kemudian berdiskusi.Â
Kemudian pada puncaknya menilai, Bagaimana jika beberapa rumah itu tidak seragam berwarna biru? Jawabannya, tentu akan sama dengan yang lain dan tidak akan pernah ada pembahasan itu.
Di sisi lain, pelangi dianggap sebagai simbol transisi. Pelangi selalu ada di antara hujan atau badan dan langit cerah. Sebuah transisi yang bisa bernilai positif.
Aku cukup setuju kalau pelangi jadi simbol transisi. Sebab itu terjadi juga di Kampung Warna Jodipan yang mulanya memang mereka adalah perkampungan kumuh. Sekarang, sudah disulap menjadi kampung yang cukup ikonik di Malang dan diburu dan harus didatangi oleh wisatawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H