Film Perburuan membosankan, itu komentar saya begitu keluar dari bioskop. Semembosankan itukah?
Sebenarnya tidak. Ada film yang jauh lebih jelek dibandingkan Film Perburuan. Serius! Film itu hanya berhasil satu hari tayang di bioskop kata teman saya yang jadi tim promosinya. Ah, bagaimana dengan film adaptasi novel Perburuan karya Pramoedya Ananta Toer?
Sebenarnya bagus, hanya memang ada lebih banyak hal yang belum digali, menurut saya. Namun, saya tidak akan membahas kekurangannya di sini. Sudah ada banyak yang mengulas. Film Perburuan banyak hal positif juga yang bisa diambil kok, jadi tidak seburuk seperti yang diomongkan banyak orang, misalnya....
Peran Ayushita bikin jatuh cinta
Meski perannya di film ini tidak banyak, Ayushita yang berperan sebagai Ningsih cukup membuat saya jatuh cinta. Dia menjadi guru di sebuah sekolah sekaligus tunangan Hardo (Adipati Dolken).
Ningsih yang lemah lembut sempat membuat saya hampir meneteskan air mata dengan perkataan-perkataannya yang bijak. Saya lupa dialognya, yang jelas saya suka. Sayang sekali dia harus tertembak dan tidak tertolong di akhir cerita.
Monolog Hardo dalam gua
Akhirnya saya sependapat dengan teman bahwa monolog Hardo di dalam gua cukup menarik. Hardo bermain korek, ia nyalakan kemudian berbicara seorang diri. Di sela-sela monolognya ia membelalakkan mata, kadang tertawa, menghabiskan waktu dengan berceloteh.
Setelah ia ditinggalkan teman-temannya, ia tinggal seorang diri memang, bersembunyi. Dalam monolog itu, keluarlah kata-kata puitis dengan emosi-emosi yang bikin kamu mengernyitkan dahi. Saya malah sempat berpikir, Hardo gilakah?
Hardo adalah tentara PETA, PETA dibentuk oleh Jepang. Hardo menempati markas di Blora. Saat mendengar Soepriyadi melakukan pemberontakan di Blitar, itu menyulut semangat Hardo untuk melakukan pemberontakan juga, sayangnya gagal.
Percakapan Hardo di gubuk
Setelah bertemu dengan ayah Ningsih, Hardo berjalan menuju perkampungan. Namun ia akhirnya berhenti di gubuk di sawah ayahnya. Ia berniat beristirahat. Kemudian sang ayah datang.
Tanpa sadar sang ayah dan anak pun bertemu. Terjadilah percakapan yang cukup bikin merinding. Energi itu terasa karena sudah sekian lama sang ayah tidak melihat anaknya dan mereka saling berpura-pura tidak mengenal.
Adegan paling mengharukan adalah saat sang ayah meletakkan beberapa bonggol jagung untuk diberikan kepada anaknya, sebagai bentuk rasa sayangnya. Saya pun seketika ingat bapak di rumah. Huhu.
Kebodohan ayah Ningsih bikin greget
Ternyata otak dari penghianatan Hardo dan kawan-kawan sendiri adalah ayah Ningsih. Aga menyebalkan begitu ia tidak sengaja bertemu Hardo saat malam dan menceritakan tentang kerinduan sang ayah dan tunangannya. Ia berjanji akan menolong Hardo, tapi nyatanya kedatangan Hardo di kampungnya dikabarkan ke Jepang.
Baca juga : Benarkah Film Makmum tidak layak tayang?
Dari situlah Hardo diburu bahkan tentara Jepang menyusuri tempat-tempat gelandangan dan ladang jagung ayahnya. Penghianatan ini ternyata merugikan dia juga.
Di akhir cerita Ningsih terpaksa harus ditangkap. Sayangnya waktu itu diumumkan bahwa Indonesia merdeka dan tentara Jepang dinyatakan kalah dan terjadi perkelahian yang menyebabkan Ningsih tertembak. Hiks.
Gombalan dan kalimat-kalimat puitis mewarnai film
Karena seting waktunya adalah pada zaman penjajahan Jepang mendekati akhir, tidak heran kalau tulisan Pramoedya Ananta Toer banyak menggunakan bahasa yang puitis. Itu juga diwakilkan oleh percakapan-percakapan Hardo dengan Ningsih dan Hardo dengan ayahnya. Sisanya, dialog antar-pemain tidak terlalu puitis. Buat yang menyukai kata-kata puitis, bagian-bagian itu tentu akan jadi magnet tersendiri.
Pemilihan seting lokasi yang bikin takjub
Untungnya saya tidak tertidur saat menonton Film Perburuan. Serius! Saya nyaris tidur tapi tidak ingin melewatkan bagian-bagian penting dalam cerita. Pemandangan yang disuguhkan cukup bikin takjub. Pada saat Hardo berdua di sawah bersama Ningsih membuat saya teringat kampung halaman. Saya suka sekali berjalan-jalan di tengah sawah.
Oh ya, yang paling saya ingat lagi pada saat malam hari. Bisa ya, langit di malam hari digambarkan begitu cantiknya. Membuat saya berpikir seolah syuting tidak dilakukan di Indonesia. Haha...
Buat yang sudah menonton Film Perburuan merasakan hal yang samakah? Kalau ada poin yang kurang, silakan tambahkan di komentar.
Catatan kecil : Terimakasih Komik Kompasiana yang sudah memilih saya ikut dalam kegiatan jelajah dan maraton nonton film.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H