Mohon tunggu...
Ngomongin Seni dan Budaya
Ngomongin Seni dan Budaya Mohon Tunggu... Full Time Blogger - hai saya suka menulis puisi, menggambar, dan curhat.

Suka puisi, suka menggambar, suka kamu

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Di Balik Cerita Pejuang Air Bersih

9 November 2018   18:31 Diperbarui: 8 Agustus 2019   17:38 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Haji Chaerudin dikenal dengan sebutan Bang Idin, warga Kampung Karang Tengah, Jakarta Selatan, bersama warga lain berhasil mengubah pinggiran Sungai Pesanggrahan dari tumpukan sampah menggunung dengan aroma busuk, lima belas tahun silam, menjadi hutan kota yang rindang. Waktu itu sampah menumpuk di mana-mana ditambah lagi aliran sungai yang berwarna kehitaman, tidak selayaknya sungai seperti yang ia lihat saat kecil.

Kesal, ia pun menyusuri Sungai Pesanggrahan dari hulu sampai muara dengan rakit sejauh 136 km. Sepanjang perjalanan ia melihat rumah dibangun membelakangi sungai dan sungai dijadikan tempat pembuangan sampah. Tak hanya itu, ia juga mencatat jenis pohon yang tumbuh, ikan-ikan yang ditemui, dan satwa apa saja yang tidak pernah ia temui lagi dalam kurun waktu tertentu.

Tersebab kesal, ia pun menggerakkan beberapa orang untuk menanam puluhan ribu pohon bambu dan pohon jenis lain. Selain itu dia juga mengangkut tumpukan sampa di sepanjang pinggiran sungai, termasuk yang ada di sungai, ke tempat pembuangan. Meski tak mudah, ia dan teman-teman seperjuangan menghadapi beberapa kendala, mislanya bertengkar dengan orang yang senang membuang sampah di sungai.

Kegiatan Bang Idin dan masyarakat bisa jadi contoh tentang bagaimana menjaga sumber air tetap bersih. Dengan membersihkan sungai dan pinggiran dari sungai dari sampah, artinya kualitas hidup masyarakat sekitar meningkat. Apalagi pepohonan yang ditanam menghasilkan buah dan buahnya dapat dimanfaatkan bersama. Dengan aliran air yang bersih, air Sungai Pesanggrahan dapat dimanfaatkan dengan baik.

Manusia perlu air

Seperti sebuah kehidupan, air pun begitu, memulai perjalanannya dari tempat yang paling tinggi menuju ke tempat paling rendah. Dalam sebuah siklus, daerah hulu menampung air hujan dan air dari sumber mata air.

Menurut Dr Ir Nana Mulyana Arifjaya, Dosen Hidrologi dan Pengelola DAS di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, perjalanan air dari hulu sampai ke dalam gelas bisa mencapai 500 tahun karena harus melalui beberapa lapis tanah, bebatuan, sampai ke lapisan akuifer. Akuifer adalah lapisan batuan di bawah permukaan tanah yang mengandung air dan dapat dirembesi air.

Akuifer memang lapisan yang bisa membawa air yang bergerak di dalam ruang antar butir-butir tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut akifer. Lapisan yang mudah dilalui oleh air tanah disebut lapisan permeable. Akuifer merupakan tempat penyimpanan air tanah sekaligus penyalur air seperti jaringan pipa. 

Perjalanan air tanah dari lapisan akuifer di daerah pegunungan hingga ke daerah hilir cukup panjang dan memakan waktu. Sampai ke tangan kita, air terbagi menjadi beberapa fungsi, untuk minum, mandi sekaligus mencuci, dan untuk pertanian. Ketiga fungsi itu pun punya kriteria tersendiri.

Sekitar 80% tubuh manusia terdiri dari air dan 75% otak manusia berupa air. Dari situ jelas bahwa tubuh sangat bergantung pada air, kekurangan cairan, metabolisme tubuh akan terganggu termasuk kurang konsentrasi.

Kebutuhan manusia akan air seperti sebuah nyawa tersendiri. Manusia bisa tidak makan satu minggu tapi manusia tidak bisa tidak minum satu minggu. Air yang dimaksud adalah air bersih karena tidak semua air bisa manusia manfaatkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, misalnya air sungai yang tercemar dan air laut.

Kesulitan air bersih banyak dialami di beberapa daerah termasuk di Indonesia. Seperti yang dialami di di Desa Bea Muring, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. Desa Bea Muring cukup terpencil sampai listrik pun hanya menyala pada pukul lima sore hingga pukul 10 malam menggunakan generator solar.

"Kemudian Romo Marselus Hasan (pemuka agama di Desa Bea Muring, red) punya inisiatif membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)," kata Dody Senjaya, karyawan di sebuah perusahaan di Jakarta, saat berkunjung ke tempat itu. Awalnya ketersediaan air bersih bukan masalah, tetapi sejak keberadaan PLTMH jadi bermasalah.

Romo Marselus bersama warga berhasil menyediakan listrik untuk lebih dari 1.200 kepala keluarga yang terbagi dalam lima desa di NTT. PLTMH itu dikerjakan bersama masyarakat setempat dan dengan biaya sendiri. Lama-lama debit air sungai yang dipakai untuk PLTMH makin kecil, sementara itu kebutuhan air bersih terus meningkat. Untuk itu Dody dan teman-teman datang ke NTT dengan  melakukan penanaman pohon di pinggir sungai untuk mencegah longsoran dan agar debit air meningkat.

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Jody dikut merasakan bagaimana warga yang mayoritas bekerja sebagai petani butuh air tapi kesulitan mendapatkannya. Sampai akhirnya masyarakat juga punya inisiatif untuk membuat embung meski tidak sesuai ekspektasi. Embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur dan menampung suplai aliran air hujan dan meningkatkan kualitas air.

Menurut Dr Ir Nana Mulyana Arifjaya, solusi untuk mengatasi krisis air bersih adalah dengan tahan, hambat, dan resap; mendaur ulang air, konservasi air, membangun infrastruktur air, dan pendidikan konservasi air. Yang dilakukan oleh Jody dan Romo Marselus di NTT adalah menahan, menghambat, meresapkan dan membangun infrastruktur air.

Tak hanya itu, Jody dan teman-teman juga memberi edukasi kepada masyarakat untuk menjaga, melestarikan alam, sekaligus mendaur ulang air. Air kotor juga bisa didaur ulang menjadi air bersih dengan melakukan penyaringan bertahap. Di tempat lain, Jody bersama Komunitas Bckpacker Jakarta juga pernah melakukan penanaman mangrove di Muara Gembong, Bekasi.

Tak hanya Jody dan Romo Marselus, banyak orang ikut tergerak untuk melakukan perubahan, melindungi alam dari kemiskinan akan air bersih. Maya Rizano, karyawan di sebuah perusahaan finansial bekerjasama dengan WWF punya program dengan investasi 100juta dolar untuk konservasi air dan lingkungan.

Dalam jangka waktu lima tahun mereka akan melakukan konservasi dan pendidikan tentang air bersih di 10 negara, yaitu Cina, Afrika, Eropa, dan India. Di Indonesia sudah dilakukan di Sungai Pesanggrahan dan Klai Ciliwung.

Tak hanya ke masyarakat, tapi juga edukasi itu ditujukan kepada karyawan agar menghemat air rumah, dengan memakai alat penghemat kucuran air. Alat tersebut bisa menhemat sampai 40% air dari total kebiasaan. Hal lain yang mendapat perhatian juga kesadaran untuk tidak membuang sampah atau kotoran ke sungai atau perairan umum, juga dengan menanam pohon, dan buat serapan air untuk perbaiki lingkungan.

Fakta air
Kemudian saya melakukan survei kecil kepada 10 orang teman-teman dekat. Tiga dari 10 orang juga mengaku boros menggunakan air. Saat mandi menggunakan shower, air terus mengucur dari awal sampai selesai membersihkan badan.

Air kran di wastafel juga terus mengucur saat mencuci tangan, pun saat mencuci baju harus menggunakan air yang banyak, jika tidak sisa deterjen masih menempel di pakaian. Perilaku lain yang sebenarnya membuat prihatin adalah tidak menghabiskan minum saat mengambil minuman.

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Tujuh orang narasumber lain mengaku sudah cukup konservatif terhadap air bersih. Meski menurut saya pasti masih melakukan tindakan tidak efisien menggunakan air bersih, minimal mereka sadar dan berupaya menghemat penggunaan air.

Hari kedua Danone Blogger Academy Field Trip di Klaten, saya dan teman-teman diajarkan untuk mencuci tangan dengan efektif. Pertama basahkan tangan dengan air, kemudian lakukan beberapa langkah dengan mengusap telapak tangan, punggung tangan, sela-sela jari, dan kuku. Setelah dirasa cukup, bilas dengan air. Tidak perlu kucurkan air dari awal sampai akhir. Beberapa kran air hotel, mal, perusahaan besar, dan airport menggunakan sensor sehingga air tidak mengucur terus.

Menurut The United States Geological Survey Water Science School, sekitar 71% permukaan bumi tertutup air. Pasokan air total dunia setara dengan 322,5 juta mil kubik sementara itu lautan merupakan sekitar 97% dari keseluruhan air di bumi. Artinya hanya 3% air yang tidak mengandung garam. Dari total air tawar di dunia, 69% dibekukan di es dan gletser dan 30% lainnya di tanah, hanya 0,26% air dunia ada di danau air tawar, 0,001% dari seluruh air ada di atmosfer.

Jumlah air di bumi sebenarnya tidak pernah berkurang meski dipakai terus-menerus, seperti kata dua ilmuan, Antonie Lavoiser dan Michael Lomosonov, di mana massa zat dalam suatu sistem tertutup selalu konstan, meski terjadi berbagai macam proses di dalamnya. Air tidak pernah berkurang tapi berubah bentuk.

Perserikatan Bangsa-Bangsa perkirakan tahun 2050, populasi dunia akan tumbuh dan sebabkan permintaan air bersih meningkat sampai 30%. Lebih dari 80% limbah kotor masyarakat mengalir kembali ke lingkungan tanpa pengolahan kembali. Sedihnya lagi sebanyak 71% lahan basah alami dunia telah hilang sejak tahun 1900 akibat aktivitas manusia.

Data juga menyebutkan bahwa 2,1 miliar orang tidak memiliki air minum aman di rumah. Dari jumlah itu, sekitar 844juta orang tidak punya akses terhadap layanan air minum, termasuk sebanyak 253 orang melakukan perjalanan selama lebih dari 30 menit per perjalanan untuk mengumpulkan air.


Sekian kegelisahan itu masih terungkap fakta bahwa sekitar 159juta orang masih minum air yang belum diolah dan punya risiko kesehatan serius dari sumber air permukaan, seperti sungai dan danau. Juga ada 663 juta orang hidup tanpa persediaan air bersih yang dekat dengan rumah.

Kebutuhan  air  bersih  meningkat tiap tahun, sementara itu ketersediaan air bersih kian terbatas. Makin sempit daerah resapan, makin banyaknya pembangunan, dan makin banyak jumlah manusia di suatu wilayah. Semakin banyak manusia di suatu wilayah, limbah hasil aktivitas pun kian bertambah.

Di kota besar, jumlah penduduknya kian padat. Perantau akan terus datang, artinya pasokan air bersih akan berkurang. Di dataran rendah seperti Jakarta yang juga jadi kota besar, pasokan air bersih bergantung pada ketersediaan air tanah. Air tanah yang bisa beratus-ratus kilometer dari sumber air di pegunungan tentu menjadi kebutuhan tak terhindarkan.

Bagaimana dengan kita yang tidak punya banyak waktu untuk terjun ke lapangan? Saya rasa dengan menghemat penggunaan air, menggunakan deterjen ramah lingkungan, tidak membuang sampah dan kotoran lain ke perairan, menghabiskan minum sebagai bentuk tanggungjawab atas apa yang diperbuat sebelumnya, dan membantu masyarakat pecinta lingkungan dengan memberi donasi menurut saya perlu. (Uwan Urwan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun