Mohon tunggu...
Ngomongin Seni dan Budaya
Ngomongin Seni dan Budaya Mohon Tunggu... Full Time Blogger - hai saya suka menulis puisi, menggambar, dan curhat.

Suka puisi, suka menggambar, suka kamu

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kenali Isu Hoaks dengan Mudah

10 Oktober 2018   20:06 Diperbarui: 9 November 2018   15:11 2573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada sekitar 3.500 isu hoaks yang disebar ke media sosial setiap harinya. Berita itu paling banyak disebar melalui pesan WhatsApp, Facebook, dan Instagram.

Mereka yang percaya info hoaks tak mengenal usia, gelar, atau pun jenis kelamin. Kebanyakan mereka yang dengan tingkat pendidikan rendah mudah sekali percaya dengan berita bohong itu. Apalagi di media sosial dibumbui dengan kata-kata bombastis.

Namun ternyata orang yang punya gelar S3 pun ada yang mudah terhasut oleh berita bohong. Secara naluri, berita negatif memang paling mudah diterima otak dibandingkan berita bermanfaat karena akan terasa berat diterima.

Isu-isu kebohongan dengan mudah tersebar di media sosial hanya dengan sekali klik share atau posting ulang di media sosial. Apalagi saat ini kita memang senang berlomba-lomba memberikan informasi paling baru

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Tak terkecuali saya, pun suka sekali menyebarkan informasi terbaru sekaligus yang saya percaya. Kalau saya sudah percaya terhadap info biasanya akan langsung share tanpa konfirmasi terlebih dahulu apakah postingan yang saya share adalah berita benar atau tidak.

Dulunya saya begitu, mudah sekali menyebarkan info-info tertentu. Sekarang saya sangat berhati-hati memosting ulang berita yang masih belum jelas kebenarannya. Meski mungkin beberapa kali masih teledor atau mungkin di masa depan saya ikut menyebarkan hoaks tanpa disengaja. Semoga saja tidak pernah terjadi. Aamiin.

Memecah belah bangsa

Tujuan orang membuat hoaks ada banyak, salah satunya memang untuk memecah belah bangsa. Kebetulan Indonesia adalah negara yang sangat potensial untuk dimanfaatkan baik alam atau manusianya.

Indonesia adalah negara yang besar, negara yang punya daratan dan lautan sekaligus. Pulau-pulaunya pun terpisah-pisah sehingga membentuk banyak keragaman kekayaan alam, bahasa, budaya, dan lain-lain.

Indonesia memang kaya, siapa yang tidak ingin memilikinya? Dengan memecah belah bangsa harapannya bisa mengalihkan kepemimpinan atau ada beberapa wilayah yang mungkin luput untuk mendapat perhatian sehingga mudah diekploitasi oleh siapapun.

Kegaduhan itu biasnaya memang sengaja untuk menyebarkan kebencian, fitnah, dan adu domba. Semakin kacau suatu bangsa, akan semakin mudah pengaruh-pengaruh negatif masuk. Hoaks paling keji bagi saya adalah yang dibungkus oleh agama dengan disertai ayat-ayat.

Masih ingat kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Bapak Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta? Beberapa oknum memanfaatkan momen itu dengan menambah isu hoaks agar situasi di Indonesia semakin kacau. Tidak hanya itu, bencana alam pun diselipi dengan berita bohong, seperti bencana alam banjir yang terjadi di beberapa daerah, gempa bumi di Lombok, termasuk tsunami di Palu

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Beberapa media juga sempat termakan isu hoaks saat bencana terjadi karena biasanya viral di media sosial. Tahun 2017, Sandiaga Uno mencatat data laporan banjor yang masuk dari 20% yang terverifikasi, 50%-nya hoaks.

Pasca-tsunami di Palu beredar video dan foto gempa di Bulukumba yang menyebabkan kerusakan, memakan korban jiwa, hingga menyebabkan jalan terbelah. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho membenarkan kejadian itu, ada gempa berkekuatan 5,2 SR di Palu dan 4,8 SR di Bulukumba, tapi tidak merusak dan tidak menelan korban jiwa.

Jika kita gampang percaya dengan berita bohong, masyarakat akan panik. Tak hanya masyarakat di daerah gempa tapi juga orang-orang di luar daerah. Bisa jadi kemudian orang-orang asing menyebutkan Indonesia tidak aman. Dampaknya bisa sangat merugikan loh.

Berita bohong mudah dikenali

Rosarita Niken Widiastuti, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Komeninfo, dalam acara Danone Blogger Academy 2018, menjelaskan bahwa orang Indonesia cukup melek media sosial, apalagi di aplikasi chating. 

Tak heran jika banyak orang termakan hoaks, sebab 93,46% pengguna internet di Indonesia hanya  memakai smartphone bertujuan untuk berkomunikasi dan 76,88% menggunakannya untuk browsing. 

Sementara itu aktivitas saat terhubung ke internet, 81,9% digunakan untuk berkomunikasi, 60,24% untuk browsing. Itu pun browsing belum tentu untuk konfimasi berita-berita yang dianggap kurang berfaedah. Wajar jika hoaks masih terpelihara hingga saat ini. apalagi pengguna internet di seluruh dunia mencapai empat miliar.

Media sosial sangat kuat pengaruhnya. Bayangkan saja dalam satu menit ada sekitar 3,3juta informasi yang dibagikan di Facebook, 29juta di WhatsApp, 448ribu di Twiter, 65ribu di Instagram, dan lain-lain. Sebanyak 90% pengguna internet di Indonesia adalah penikmat sementara itu 10%-nya adalah pembuat konten.

Dari 10% itu tidak semua membuat konten sesuai dengan fakta, kalau pun sebenarnya pembuat konten hoaks lebih sedikit jumlahnya, pengaruhnya bisa lebih besar ketimbang penyebar informasi positif.

Seperti yang saya sebut di atas, konten negatif lebih bisa dicerna ketimbang berita positif, sebab berita negatif berhubungan dengan emosi. Biasanya memang sih, berita hoaks sasarannya ke emosi pembaca.

Berita yang sampai ke emosi pembaca akan membuat terpancing untuk berkomentar atau membagikan di media sosial. Masih ingat video yang diposting seorang ibu-ibu yang geram terhadap kelakuan dua pria di lampu merah.

Terlihat di dalam video, seorang ibu menegur kedua pria yang terlihat bercanda bermesraan. Sambil merekam, sang ibu menegur pria asing tersebut meski sang pria tersebut sempat menjawab, We are brother!

Dalam hitungan menit, video tersebut viral di media sosial sampai media mainstream memuatnya dengan judul bombastis Ibu Ini Rekam Dua Pria sedang Begituan di Lampu Merah, Menjijikkan dan beberapa judul lain.

Belum lagi foto tersebut didownload dan diposting ulang di akun gosip. Banyak orang mengecam kedua pria itu, tapi ada beberapa juga yang menyalahkan si ibu karena mengunggahnya di media sosial.

Belakangan diketahui bahwa kedua pria tersebut memang saudara dan memang sudah terpisah bertahun-tahun di negara yang berbeda. Mengetahui itu, masyarakat online justru balik mengecam perbuatan si ibu.

Isu LGBTQ memang cukup sensitif di Indonesia. Sebagai masyarakat dengan mayoritas beragama Islam, tentu dengan sedikit sentilan, masyarakat akan murka. Apalagi berita tersebut berupa video padahal kalau dilihat dari sudut lain dan dicek ulang, kejadian itu tidak akan terjadi.

Sadar atau tidak dan mau tidak mau, setiap kita harus punya kontrol masing-masing dalam mengendalikan apa yang ingin kita posting. Banyak orang bilang, Jejak digital itu kejam. Dan memang benar. Hahaha...

Saya ingin berbagi sedikit untuk kamu agar berhati-hati terhadap informasi yang tersebar di media sosial. Jangan asal percaya dan jangan asal share ulang informasi tersebut. Karena sebenarnya berita bohong itu mudah dikenali, saya coba buat rindian di bawah ini, yaitu

  1. Biasanya menciptakan kecemasan, kebencian, permusuhan, dan lain-lain
  2. Sumbernya tidak jelas dan tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya
  3. Pesannya sepihak, menyerang, dan tidak netral
  4. Mencantumkan tokoh berpengaruh atau pakai nama mirip media terkenal
  5. Memanfaatkan fanatisme atas ideologi, agama, dan suara rakyat
  6. Memberi penjulukan
  7. Menggunakan argumentasi dan data yang sangat teknis agar tampak ilmiah dan dipercaya
  8. Biasanya ditulis oleh media yang tidak jelas alamat dan redaksinya
  9. Ada manipulasi foto/video dan keterangan. Biasanya memakai foto/video lama dan berasal dari kejadian di tempat lain. Keterangannya pun dimanipulasi

Perlu kamu tahu, pembuat dan penyebar berita hoaks bayarannya mahal loh. Jangan bandingkan dengan buzzer brand, biasanya buzzer brand bayarannya lebih murah. Eh, masak iya? Hahaha....

Jadi mau tidak mau sekarang harus berhati-hati. Penyebar hoaks bisa jadi adalah orang terdekat kita sendiri. Jangan pernah terprofokasi isu-isu yang tidak jelas keberadaannya. Bukannya lebih baik nonton film dengan kekasih?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun