Mohon tunggu...
Uut Wijayanti
Uut Wijayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang belajar menulis

menulislah karena dengan menulis kamu bisa berbagai ilmu maupun informasi kepada orang lain

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sang Penebar Ilmu

23 Mei 2022   11:27 Diperbarui: 23 Mei 2022   11:28 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi kalian yang beragama Islam, tentu kalian tak asing dan pasti mengenal huruf Hijaiyah. Pengertian huruf hijaiyah sendiri yaitu abjad huruf dalam bahasa arab. Mempelajari huruf hijaiyah sangatlah penting bagi umat islam, hal ini dikarenakan huruf hijaiyah adalah dasar bagi kita untuk bisa membaca dan memahami Al-Qur'an. Huruf hijaiyah merupakan syarat utama dalam membaca Al-Qur'an, sebab huruf hijaiyah ini merupakan dasar pembentukan kata dan kalimat yang berada di dalam Al-Qur'an. Jika kita sudah mengenal dan belajar huruf hijaiyah, maka kita akan mudah untuk membaca dan mempelajari Al-Qur'an.

Pada umumnya kita belajar dan mengenal huruf hijaiyah pada masa kanak-kanak saat masuk TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an ). Biasanya kita akan diajar mengenal huruf hijaiyah melalui buku Iqro' maupun buku Nahdliyah. Berbicara mengenai belajar huruf hijaiyah, saya mempunyai sedikit cerita yang dapat saya tuangkan dalam tulisan artikel saya kali ini.

Sebelum kita memasuki dunia pendidikan di Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA), pasti kita akan belajar huruf hijaiyah yang biasanya di ajarkan oleh orang tua kita terlebih dahulu. Sebelum saya masuk Taman Pendidikan Al-Qur'an, saya terlebih dahulu belajar mengenal huruf hijaiyah dari ibu saya, walaupun pada saat itu saya belum terlalu cepat tanggap dalam mengenal dan belajar huruf hijaiyah. Maka bisa di sebut ibu saya adalah guru pertama saya. Memang benar kutipan yang mengatakan bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, karena seorang ibu yang pertama kali yang mengajarkan kepada anak-anaknya tentang dasar-dasar ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu yang lainnya.

Mengapa ibu bisa dikatakan guru pertama bagi anak-anaknya walaupun hanya mengajarkan dan mengenalkan huruf hijaiyah? Karena sahabat Ali bin Abi Thalib R.A pernah berkata " siapa yang pernah mengajarkan aku satu huruf saja, maka aku siap menjadi budaknya". Dari perkataan sahabat Ali tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang yang mengajar kepada kita walaupun hanya satu huruf, orang tersebut sudah layak disebut sebagai guru.

Saya masuk Taman Pendidikan Al-Qur'an pada saat umur 7 tahun bersamaan dengan waktu masuk sekolah dasar. Saya di daftarkan ibu saya ke taman pendidikan Al-Qur'an guna untuk melanjutkan belajar huruf hijaiyah serta belajar membaca dan mempelajari al-Qur'an. Ketika saya masuk Taman Pendidikan Al-Qur'an saya bertemu dengan anak-anak yang juga ingin belajar Al-Qur'an serta ilmu agama yang lainnya. Di sana murid-murid di ajar oleh banyak ustadz dan ustadzah, salah satu ustadz  yaitu ustadz Sukandar atau lebih sering di panggil pak kandar.

Saat belajar di Taman Pendidikan Al-Qur'an, saya tidak hanya belajar tentang huruf hijaiyah dan Al-Qur'an, namun saya juga banyak belajar ilmu agama yang lainnya, seperti mengaji Fiqih dengan kitab Mabadi' Al-Fiqhiyyah, Hadist, kitab Aqidatul Awam, belajar tentang Akhlaq dengan kitab Birru Al-Walidain, dan juga belajar ilmu tajwid.

Sebelumnya ustadz sukandar hanya seorang ustadz yang mengajar mengaji pada anak-anak yang belajar di Taman Pendidikan A-Qur'an Al-Ikhlas Boro Kembang. Baru setelah saya belajar selama 6 tahun dan sudah lulus Sekolah Dasar, yayasan Al-Ikhlas membangun Madrasah Ibtidaiyyah, Roudhotul Afthal serta PIAUD. Pada awal-awal di bangunnya madrasah ibtidaiyyah, beliau menjadi salah satu pengurus penting di madrasah Ibtidaiyyah. Sebelumnya beliau juga menjadi kepala TPA Al-Ikhlas dan baru setelah di bangunnya madrasah Ibtidaiyyah beliau menjadi salah satu guru serta berperan penting dalam yayasan Al-Ikhlas. Sebagian besar kegiatan beliau di curahkan untuk mengembangkan yayasan Al-Ikhlas untuk semakin maju. Selain menjadi ustadz di TPA Al-Ikhlas, beliau juga merupakan seorang petani sama seperti penduduk lainnya. Beliau menikah dengan bu Yati dan di karuniai seorang anak perempuan. Istri beliau, bu yati juga seorang guru sekaligus kepala Roudhotul Afthal Al-Ikhlas. Ternyata bu Yati ini merupakan tetangga dekat dengan pak sukandar, jarak rumah beliau dengan bu Yati dapat di hitung dengan langkah kaki, mungkin ini yang dinamakan jodoh tidak ada yang tahu. Selain menjadi ustadz dan guru di lingkungan yayasan Al-Ikhlas, beliau juga membuka toko yang tak jauh dari rumahnya, toko beliau sama seperti toko pada umumnya yang menyediakan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat sekitar.

Ustadz Sukandar ini memiliki sikap yang sabar dan lemah lembut, terbukti pada saat beliau mengajar walaupun ada satu dua anak yang bandel saat jam mengajar beliau, beliau akan menegur dengan lembut. Beliau juga di hormati oleh masyarakat sekitar dan di anggap sebagai tokoh agama masyarakat, karena ilmu agama yang dimilikinya. Kadang kala di sela-sela mengajar beliau juga menyelipkan beberapa motivasi-motivasi kepada anak muridnya agar para muridnya semakin giat belajar dan menjadi orang sukses dikemudian hari.

Tak hanya itu Ustadz sukandar tergolong salah satu ustadz yang aktif berkegiatan, beliau selalu mengajak anak muridnya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan kecil seperti kegiatan membaca Juz Amma, Tahlilan dan juga latihan banjari. Ustadz sukandar dan ustadz yang lainnya sudah lama membentuk grup banjari, yang mana grup banjari ini selalu tampil di acara nikah orang-orang desa sekitar.

Mungkin hanya itu saja yang dapat saya ceritakan mengenai salah satu ustadz yang membantu saya dalam belajar mengenai ilmu agama. Dan wajib bagi kita sebagai murid selalu menghormati guru yang telah mengajarkan kita, walaupun diajar hanya satu huruf, bagaimanapun orang yang mengajarkan kita walau satu huruf sudah terhitung menjadi guru sebagaimana yang telah dikatakan oleh sahabat Ali Bin Abi Thalib R. A. Salah satu cara kita menghormati guru maupun ustadz yaitu kita tidak boleh berkata kasar kepada guru mereka karena mereka juga merupakan orang tua kita saat di sekolah ataupun di madrasah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun