Mohon tunggu...
Uun Ulfiana
Uun Ulfiana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Menulis bukanlah hobi saya tetapi saya mencoba melawan titik terlemah dalam diri saya yaitu Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Hukum Mengenai Keabsahan Akta Jual Beli yang Dibuat Oleh Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta

9 September 2023   14:20 Diperbarui: 9 September 2023   14:43 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. PENDAHULUAN

     Akta adalah sebuah alat bukti yang sengaja dibuat atas dasar suatu perikatan atau hak yang diberi tandan tangan dan digunakan sebagai pembuktian. Berdasarkan Pasal 1869 KUHPerdata dikatakan bahwa surat dapat dikategorikan sebagai akta apabila terdapat tanda tangan, jadi tidak semua surat dapat dikategorikan sebagai Akta.

     Pada Peraturan Pejabat Notaris dikatakan bahwa Notasi merupakan pejabat umum satu satunya yang berwenang untuk membuat Akta Otentik, namun juga disebutkan bahwa pejabat umum selain Notaris yang ditunjuk oleh undang undang dapat membuat Akta Otentik seperti panitera, juru sita, pegawai pencatat sipil dan sebagainya. Lalu apakah Camat dapat bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara yang mana kita tahu bahwa pejabat umum tidak diatur secara eksplisit dalam suatu peraturan. Permasalahan seperti ini sering kita jumpai di Indonesia dimana kekuatan hukum Akta Jual Beli yang dilakukan atau dibuat oleh Camat sering dipertanyakan keabsahannya.

    Seperti Sengketa yang terjadi di Kelurahan Puken Tobi Wangi Bao, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Pada awalnya Singgi Siswanto (Pembeli) membeli tiga bidang tanah yang terletak di Kelurahan Puken Tobi Wangi, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur dari Sumandi (Penjual) pada tahun 1997 dan ketiga bidang tanah tersebut sudah bersertifikat atas nama Penjual. Jual Beli yang dilakukan keduanya disaksikan dibuktikan dengan adanya Akta Jual Beli yang dibuat oleh Dokratus Noubertus Touran selaku Camat dan juga bertindak sebagai PPATS di wilayah Kecamatan Larantuka. Singgi Siswanto (Pembeli) pernah menanyakan kepada Sumandi (Penjual) bagaimana jika ingin balik nama atas nama Pembeli dan Penjual menjawab bahwa urusan balik nama tersebut merupakan tanggung jawab Penjual.

Namun yang terjadi adalah Sertifikat Hak Milik ketiga bidang Tanah tersebut masih tetap menggunakan nama Sumandi (Penjual) sampai saat ini (2018). Pembeli sudah pernah Berkonsultasi kepada Badan pertanahan Kabupaten Flores Timur terkait balik nama tersebut dan Badan Pertanahan memberikan saran untuk Mengesahkan Akta Jual Beli antara Penjual dan Pembeli melalui Putusan Pengadilan, hal ini dilakukan untuk mempermudah proses balik nama. Permasalahan kembali muncul ketika Proses jual beli tersebut terjadi pada tahun 1997 dengan nama perusahaan adalah PT. Sekar Alam dan berganti nama menjadi PT. Alam Sumber Lestari pada tahun 2010. Atas dasar inilah Pembeli merasa dirugikan sehingga Pembeli mengajukan gugatan permohonan kepada Mahkamah Agung untuk mengesahkan Akta Jual beli yang telah dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat.

     Pembeli yang bertindak sebagai Penggugat telah menyerahkan kelengkapan Dokumen setelah terjadi jual beli yang disahkan oleh Camat Kecamatan Larantuka yang juga bertindak sebagai PPATS daerah setempat. Atas dasar pertimbangan dan bukti bukti yang telah diajukan maka Mahkamah Agung memutuskan bahwa Akta Jual Beli yang dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat adalah sah menurut hukum dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya serta Membebankan biaya perkara kepada tergugat.

B. RUMUSAN MASALAH

     Berlandaskan latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang menarik untuk dikaji, ialah Apakah Akta Jual Beli yang dilakukan atau dibuat oleh Camat sebagai  PPATS (Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara) itu Sah menurut Hukum?

C. PEMBAHASAN

     Jual Beli adalah  suatu proses perjanjian dimana dalam perjanjian tersebut terjadi pemindahan hak dari pihak penjual dengan pihak pembeli hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 1457 KUHPerdata. Akta Jual Beli merupakan bukti dari adanya suatu perjanjian atau perikatan. Akta Jual Beli yang ditanda tangani oleh Notaris atau pejabat umum yang ditunjuk dapat dijadikan alat bukti dimuka persidangan.

     Perjanjian diatur pada  Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa "Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain". Syarat sahnya suatu perjanjian diatur pada Pasal 1320 KUHPerdata yakni sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Kesepakatan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan di dalam suatu perjanjian. Apabila salah satu pihak tidak sepakat maka perjanjian tersebut tidak sah atau tidak dapat dilakukan.

     Kegiatan Jual Beli didalamnya terdapat suatu perikatan yakni perjanjian, dimana pembeli dan penjual harus memenuhi kewajibannya masing masing. Selain memenuhi kewajibannya, penjual dan pembeli juga harus mendapatkan haknya. Tidak boleh adanya suatu pengingkaran dalam perjanjian atau biasa disebut wanprestasi, apabila salah satu pihak merasa dirugikan atas suatu perjanjian jual beli tersebut maka pihak yang dirugikan tersebut dapat mengajukan gugatan untuk mendapatkan kepastian hukum.

     Seperti pada Putusan Mahkamah Agung No.6/Pdt.G/2018/PN Lrt, yang didalamnya terdapat kasus jual beli yang telah terjadi lama yakni pada tahun 1997 namun sertifikat hak milik belum balik nama kepada atas nama Singgi Siswanto (pembeli), sehingga pembeli berkonsultasi kepada Badan Pertanahan Nasional daerah setempat dan menyarankan untuk mengesahkan akta jual beli terlebih dahulu agar memudahkan proses balik nama. Kegiatan Jual Beli yang dilakukan oleh Penjual dan Pembeli tersebut telah memenuhi syarat 1320 KUHPerdata. Namun untuk melegalkan atau mengesahkan akta jual beli tersebut harus didaftarkan dan disahkan oleh pengadilan. Ketiga sertifikat atas nama Tergugat yakni Sumandi sudah diserahkan kepada Penggugat, namun sesuai dengan perjanjian bahwa Tanggung Jawab untuk balik nama sesuai dengan perjanjian adalah tanggung jawab tergugat namun tergugat tidak juga melakukan ganti nama atas nama penggugat, oleh karena itu penggugat merasa dirugikan dan mengajukan gugatan untuk mengesahkan Akta Jual Beli.

     Pasal 19 UUPA menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum atas kepemilikan tanah maka Pemerintah mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah.[1] Pendaftaran Tanah  terdiri dari pemeliharaan data. Kegiatan  Pendaftaran Tanah pertama kali dapat dilakukan secara sporadis maupun sistematis. Pendaftaran Tanah melalui sporadis berarti pendaftaran tanah tersebut dilakukan oleh sekelompok orang yang akan akan mendaftarkan tanah yang masih berstatus hak lama. Pendaftaran tanah  melalui sistematis merupakan pendaftaran yang dilaksanakan oleh pemerintah terhadap satu kelurahan yang masih belum bersertifikat tanah. Peraturan Pemerintah No 24/1997 menyebutkan bahwa tujuan dari pendaftaran tanah adalah untuk menjamin dan memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah. Sertifikat merupakan alat bukti atas adanya pendaftaran tanah, sertifikat memiliki kekuatan pembuktian yang sangat kuat dimuka pengadilan.

     Camat berkedudukan di Kelurahan dengan Tugas Pokok yakni memimpin, merumuskan, mengkoordinasikan, melaksanakan dan mengendalikan tugas umum peemerintahan serta urusan peemrintahan yang dilimpahkan oleh bupati untuk menangani sebagian urusan pemerintahan. Sesuai dengan amanat undang undang bahwa Camat merupakan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ditingkat desa atau kelurahan yang di wilayahnya masih belum ada PPAT atau Notaris. Tanggung jawab Notaris atau PPAT terhadap Akta yang dibuatnya, seorang PPAT bertanggung jawab terhadap para pihak yang disebut sebagai klien nya sesuai dengan ketentuan pasal 84 Undang Undang Republik Indonesi Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu :

  • Didalam Akta, mengenai hal hal yang secara tegas ditentukan dalam Undang Undang Jabatan Notaris
  • Jika Suatu Akta karena tidak memenuhi syarat syarat mengenai bentuk (gebrek in de vorm)  mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan
  • Dalam segala hal dimana menurut ketentuan ketentuan dalam Pasal 1365, 1366 dan 1376 KUHPerdata terdapat kewajiban untuk membayar ganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan.

      Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah. Camat memiliki kewenangan secara khusus terhadap objek tanah di daerah pemerintahannya. Kewenangannya antara lain adalah izin untuk membuka tanah  namun dicabut kembali oleh Menteri Dalam Negeri dengan No. Surat 593/5707 tanggal 22 Mei 1984. Pada Pasal 7 PP No. 24 Tahun 1997 menyebutkan untuk desa desa dalam wilayah terpencil Menteri dapat menunjuk PPATS. Kemudian pada Pasal 5 PP No. 37 Tahun 1998 menyebutkan bahwa Camat berwenang membuat akta otentik mengenai perbuatan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun didaerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT sementara.

     Pada Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan  PPAT menyebutkan bahwa "Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau melayani golongan masyarakat tertentu. Menteri dapat emnunjuk pejabat-pejabat dibawah ini sebagai Pejabat Sementara atau PPAT Khusus" :

  • Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Seementara
  • Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta yang diperlukan dalam rangka program program pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi Negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus.

     Penjelasan diatas sudah cukup menyakinkan bahwa Camat memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik sesuai dengan PP No. 37 Tahun 1998. Dalam Kasus antara Singgi Siswanto dan Sumandi tersebut, Akta Otentik yang dibuat oleh Camat Kelurahan Larantuka merupakan sah menurut hukum. Hanya saja dalam kasus tersebut untuk melakukan pengesahan akta jual beli yang kemudian akan dibuat sertifikat, perlu adanya pengesahan dari Pengadilan untuk memperkuat Akta Jual Beli.

     Pembuktian merupakan suatu proses dimana alat alat bukti digunakan untuk dipergunkan, diajukan ataupun dipertahankan, sesuai hukum acara yang berlaku. Pada UUPA dikenal ada dua alat bukti kepemilikan hak atas tanah yakni sebelum UUPA dan setelah berlakunya UUPA. Pembuktian pada hukum tanah digunakan hukum tertulis yakni kepemilikan sebidang tanah tidak lengkap atau tidak ada. Kekuatan Pembuktian yang dilakukan oleh Penggugat yakni Singgi Siswanto malalui bukti bukti yang diajukan, oleh Hakim dirasa sesuai dan telah bermaterai cukup. Hakim mengabulkan permohonan Penggugat dan memutuskan bahwa Akta Jual Beli yang dibuat oleh Camat Kelurahan Larantuka adalah Sah menurut Hukum dan membebankan seluruh biaya perkara kepada Tergugat.

 D. PENUTUP

      Kasus yang ada pada Putusan No.6/Pdt.G/2018/PN Lrt adalah tidak dipenuhinya tanggung jawab Tergugat untuk melakukan balik nama atas Penggugat, yang mana jual beli telah dilakukan dalam kurun waktu yang lama yakni tahun 1997 namun sampai 2018 belum juga dipenuhi oleh Tergugat. Sehingga menyebabkan penggugat merasa perlu untuk mengajukan suatu gugatan ke Pengadilan demi tercapainya Kepastian Hukum bagi Penggugat. Terkait dengan Putusan No.6/Pdt.G/2018/PN Lrt tersebut, Camat telah melakukan tugas dan wewenangnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 yakni menghendaki bahwa Camat merupakan pejabat umum yang dapat membuat Akta Otentik dalam kasus ini yakni Akta Jual Beli. Sehingga dalam putusan Hakim diputuskan bahwa Akta jual beli yang dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat adalah Sah menurut hukum dan perundang undangan.

      Perbuatan Hukum jual beli tanah haruslah dilakukan sesuai dengan Peraturan dan undang undang yang berlaku. Perlu untuk mendaftarkan tanah apabila telah terjadi pemindahan hak agar tidak terjadi permasalahan dikemudian hari. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan bagi penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun