PENDAHULUAN
Perkembangan Hukum di Indonesia saat ini dinilai sangat stagnan atau tidak memiliki perubahan. Hukum Positif yang dianut oleh Indonesia masih bersifat statis, tidak berubah dan mengesampingkan nilai-nilai sosial yang ada di dalam Masyarakat. Hukum terbentuk di dalam suatu tatanan kehidupan sosial yakni di dalam masyarakat sehingga sulit untuk dipisahkan.
Ada salah satu ungkapan yang popular mengenai Hubungan antara masyarakat dan hukum yang dipopulerkan oleh Marcus Tullius dan Cicero yakni Ubi societas ibi ius yang memiliki arti “dimana ada masyarakat, disitu ada hukum”[1]. Perkembangan hukum dan akibatnya[2] selalu menjadi sebuah wacana yang menarik untuk dikaji.
Manusia yang sejatinya bersifat dinamis yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu sedangkan hukum dipandang sebagai sebuah aturan yang statis atau tidak mengalami perubahan sehingga terjadi ketidakseimbangan antara Masyarakat dan Hukum. Akibat dari adanya perkembangan terhadap masyarakat tersebut tentunya juga berpengaruh terhadap hukum maupun proses penegakan hukum.
Putusan Hukum merupakan argumentasi yuridis.[1] Putusan Hukum baik dalam ranah public maupun privat merupakan salah satu bentuk pengimplementasian dari produk hukum yang berlaku. Peraturan Perundang-undangan merupakan dasar bagi seorang penegak hukum untuk melaksanakan penegakan hukum.
Setiap Peraturan tentunya menginginkan tercapainya tujuan hukum itu sendiri. Tujuan pokok dari Hukum adalah untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib di dalam masyarakat, konsekuensinya kepentingan manusia akan terlindungi.[1] Gustav Radbruch mengemukakan bahwa Tujuan Hukum ada tiga yakni Keadilan, Kepastian hukum dan Kemanfaatan.[2]
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan sebuah permasalahan mengenai Relevansi Pemikiran Realisme Hukum di dalam Penegakan Hukum di Indonesia agar tercapainya esensi asli dari tujuan hukum itu sendiri, yaitu tidak hanya terfokus pada keadilan namun juga kepastian dan kemanfaatan hukum harus tercapai agar penegakan hukum tersebut tidak terjebak dalam dikotomi perundang-undangan atau jurisprudensi.[1]
PEMBAHASAN
- Mereduksi fakta sosial atau hukum sebagai bentuk Realisme Hukum
Indonesia merupakan sebuah negara Pluralisme di dalam setiap bidang tidak terkecuali dalam bidang hukum. Hukum sangat dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang ada di dalam masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan adanya sistem hukum yang berlaku dimasyarakat. Selain adanya hukum negara (state law), secara de facto di masyarakat masih berlaku hukum adat, hukum agama dan juga mekanisme-mekanisme sendiri dalam kehidupan masyarakat. Fakta-fakta sosial yang ada di dalam kehidupan masyarakat dapat menjadi sebuah paradigma yang dapat berkolaborasi dengan paradigma rasional untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan atau persoalan hukum di dalam masyarakat.
Hukum bukanlah sebagai sebuah system yang stagnan dan status quois, namun harus selalu mengikuti jejak perkembangan sejarah sesuai dengan tuntutan perubahan sosial masyarakat.[1] Hukum tidak selalu berbicara mengenai keadilan yang hakiki namun juga harus dipandang dari kepastian hukum dan kemanfaatannya. Berbagai fakta sosial yang ada di dalam masyarakat tentunya memiliki substansi hukum yang dapat dijadikan sebagai bahan penilaian hakim dalam memutus suatu perkara. Tidak semua fakta sosial yang ada di dalam masyarakat diatur di dalam peraturan perundang-undangan, ada beberapa fakta sosial ataupun isu hukum yang tidak diatur secara eksplisit di dalam Undang-undang. Berkaitan dengan fakta sosial yang ada tentunya ada beberapa masyarakat adat yang masih berpegang teguh pada adat dan istiadatnya untuk menyelesaikan permasalahannya.
Begriftjurisprudenz adalah sebuah aliran yang melihat bahwa undang-undang yang penuh dengan kelemahannya itu dapat diisi dengan logika-logika hukum; melalui penemuan hukum oleh hakim.[1] Hukum Positivisme lebih menekankan pada aturan tertulis harus ditaati dan dilaksanakan untuk mencapai suatu keadilan sehingga kurang memperhatikan kepastian dan kemanfaatan hukum. Sedangkan Realisme Hukum lebih menekankan pada kepastian dan kemanfaatan hukum dengan tanpa mengesampingkan keadilan hukum, hal ini dibuktikan dengan adanya undang-undang yang harus disusun secara sistematis sebagai suatu produk hukum agar saling berkaitan dan tidak tumpang tindih. Paradigma rasional berkaitan dengan fakta sosial atau hukum ini sudah nampak jelas dari undang-undang, dimana suatu peraturan perundang-undangan yang tertulis ini tidak mungkin mampu mengakomodir seluruh aspek kehidupan masyarakat, dimana kita ketahui bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki keberagaman baik itu suku, ras, etnis, agama, budaya dan kepercayaan.
- Pemikiran Realisme Hukum di dalam Penegakan Hukum oleh Hakim