Di Indonesia pengaturan mengenai kekayaan intelektual atau yang sering disebut dengan HKI dapat dijumpai dalam beberapa aturan hukum. Pengaturan mengenai HKI semata-mata untuk melindungi dan memberikan kepastian hukum atas hasil karya pencipta/pembuat/pemilik. HKI dapat digunakan/dipakai/dimanfaatkan oleh penciptanya sendiri atau pemiliknya serta dapat juga dilisensikan atau diwariskan kepada pihak lain dengan cara yang di atur oleh undang-undang.
Dalam perkembangannya, Kekayaan Intelektual dapat menjadi sebuah moda transportasi ekonomi dalam dunia bisnis atau sering disebut dengan pemberian lisensi, waralaba dan lain-lain. Kekayaan Intelektual yang telah didaftarkan dan tercatat dalam Daftar Umum Merek milik Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, oleh pemiliknya dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dan memperoleh hasil dari HKI itu sendiri salah satunya dengan cara melisensikan. Lisensi dapat diartikan sebagai izin yang diberikan oleh pemilik Kekayaan Intelektual terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara ertulis sesuai peraturan perundang-undangan untuk menggunakan, memakai (bukan pengalihan).
Bicara mengenai HKI maka tidak jauh dengan usaha dan bisnis. Setiap usaha setidaknya memiliki salah satu icon tersendiri bagi produk yang dihasilkannya entah itu berupa merek, merek dagang, paten, desain industri, varietas tanaman atau semacamnya. Hal ini yang membedakan usaha antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Oleh karenanya penting bagi pelaku usaha untuk mendaftarkan Kekayaan Intelektualnya sehingga memperoleh perlindungan hukum.
Dalam prakteknya, banyak terdapat sengketa tentang HKI, diantaranya sengketa antara Gudang Garam dengan Gudang Baru, Avitex dengan Envitex, dan merek-merek terkenal lainnya. Hal inilah mengapa perlu adanya perlindungan terhadap HKI, sebab dimungkinkan suatu saat merek milik sendiri yang telah digunakan beberapa tahun bahkan berabad-abad ternyata terdapat merek milik pihak lain yang sam, dengan terdaftarnya merek maka sebagai pemilik dan pemegang ekslusif dapat mengajukan upaya hukum baik itu litigasi maupun non-litigasi.
Upaya hukum secara no-litigasi dapat berupa teguran, musyawarah mufakat, mediasi dll. Sedangkan upaya litigasi dapat berupa pengajuan gugatan ke Pengadilan yaitu Pengadilan Niaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H