Seketika pandangan ku teralihkan---yang awalnya melihat smartphone yang ku genggam. Aku diam memperhatikan paras lelaki itu dan berucap di dalam hati, "ya allah, masya allah."
Aku masih terdiam dengan tersenyum melihatnya berjalan membelakangi diriku, kaki Panjang nya melangkah melewati anak tangga satu persatu.
"weyyy na!" teriak Suri sambil menepuk pundak ku. Sontak aku mengucapkan istighfar karena terkejut mendengar teriakan Suri.
"ih gak usah teriak juga kali sur." kata aku.
"lu dari tadi gua panggilin diem aja, makanya gua teriak renjana." balas Suri dengan tegas.
"emang iya? Gua gak denger sur hehe." Jawab aku sambal menggaruk kepala yang tak gatal.
"sampai gak kedip gitu liatin si Ayi na, terpikat?" tanya Suri meledek ku. Aku diam tersenyum tipis tak menjawab pertanyaan Suri.
Langkah demi langkah perjalanan menuju ke rumah, rasa penasaran itu terus menghampiri ku. Akhirnya ku beranikan diri ini untuk bertanya kepada suri sebelum kita berdua berpisah di persimpangan jalan.
"Sur, gua mau nanya." Ucap aku
"Kenapa na? mau tanya soal Ayi?" jawab suri seolah dia sedang membaca pikiran ku. Aku terkejut dengan jawaban suri, mengapa dia tau apa yang ingin kutanyakan. Apakah sikap ku aneh saat tadi melihat Ayi? Mengapa sikap ku ini tidak bisa disembunyikan? kesal, malu, campur aduk rasanya.
"Emm.. gak sur, eh iya, eh apasi aduh." Jawab aku kikuk karena grogi seolah Suri bisa membaca pikiran ku. "Gini sur, sebenarnya gua mau tanya satu hal doang, nama dia aslinya siapa? Kelas berapa? hubungan lu sama dia apa? rumah dia dimana?"