Contoh nyata kasus cyber crime yang baru-baru ini terjadi adalah yang dilakukan oleh seorang ibu-ibu dengan modus arisan online. Seorang ibu rumah tangga  berinisial T melakukan penipuan melalui modus pengadaan arisan online. Dia membuat sebuah grup arisan dengan beranggotakan belasan orang. Pelaku yang merupakan warga Kecamatan Arut Selatan, Kalimantan Tengah ini tertangkap setelah dilaporkan oleh seorang korban yang menyadari dirinya telah ditipu. Kerugian yang dicapai dengan total Rp 60 juta dengan tiap orang yang mengalami kerugian beragam, mulai dari di bawah Rp5 juta hingga belasan juta rupiah.
Ketika dibawa ke Polsek Arut Selatan dan dimintai keterangan, uang para korban telah dipakainya untuk kebutuhan sehari-hari. Karena kasus ini, Â dikenai pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan ancaman selama 4 tahun kurungan penjara (Dzakawan, 2021).
Peristiwa diatas merupakan salah satu contoh kasus dalam cybercrime yang sudah sangat sering terjadi. Korban diiming-imingi akan mendapatkan uang yang besar sehingga dengan mudah tergiur dan percaya dengan orang asing yang bahkan tidak dikenalnya sama sekali. Oleh sebab itu, pada dasarnya kita semua dituntut untuk bersikap hati-hati dalam berinteraksi di ruang digital, terlebih dengan tawaran-tawaran yang terlihat menguntungkan. Biasanya, yang rentan mengalami penipuan seperti ini adalah kalangan ibu-ibu, tapi tidak menutup kemungkinan kaum muda menjadi korbannya.
Menurut saya, salah satu solusi yang bisa dilakukan untuk mengurangi angka kerugian akibat cyber crime adalah dengan meningkatkan literasi digital masyarakat melalui edukasi atau sosialisasi khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah yang umumnya masih sangat awam dan rentan menjadi sasaran penipuan online.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H