Mohon tunggu...
Utari ninghadiyati
Utari ninghadiyati Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger, kompasianer, penggiat budaya

Menjalani tugas sebagai penggiat budaya memberi kesempatan untuk belajar berbagai budaya, tradisi, seni, dan kearifan lokal masyarakat. Ragam cerita ini menjadi sumber untuk belajar menulis yang dituangkan di kompasiana dan blog www.utarininghadiyati.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Gemblong atau Uli atau Jadah

30 Juli 2024   20:46 Diperbarui: 30 Juli 2024   20:59 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang tengah hari, saat istirahat tiba, suasana di pantry kantor menjadi lebih ramai. Siang itu kami sepakat untuk masak bersama. Menu yang akan dibuat adalah sayur asam, tempe goreng tepung, telur dadar, tumis cabai ikan tongkol, dan tidak ketinggalan sambal terasi plus kerupuk rambak.

Dua orang teman bertugas untuk berbelanja di warung sayur. Mereka dibekali uang dan daftar belanja agar tidak lupa. Seorang lagi sudah sibuk memasak nasi dengan menggunakan alat penanak nasi. Sambil menunggu, kami semua melanjutkan pekerjaan yang harus diselesaikan.

Oh ya kegiatan masak bersama termasuk sering dilakukan. Apalagi kalau kami tahu ada salah seorang teman yang ingin makan sesuatu seperti tempe goreng tepung atau ayam kecap. Maka dengan senang hati kami semua akan memasak bersama. Ada alasan lain sih dari kegiatan masak-masak ini yaitu menghemat pengeluaran untuk membeli makan siang. Plus membuat hubungan pertamanan menjadi dekat.

Ketika teman yang berbelanja datang, tanpa dikomando semua berkumpul di dapur. Ada yang mengambil alih cabai dan sibuk membuang tangkainya. Ada yang berurusan dengan duri-duri ikan tongkol cuek supaya tidak repot saat di makan. Seorang teman langsung menyibukan diri dengan mengiris tempe agar tidak terlalu tebal. Mereka yang tidak kebagian bahan untuk diolah menjadi penggembira dan penyemangat agar masakan segera matang.

Namanya menunggu, tentu menguji rasa sabar. Apalagi menunggu masakan matang itu jauh lebih menggelisahkan. Saat itu seorang teman tiba-tiba berdiri dan mengambil tas jinjing. Dikeluarkan sesuatu yang terbungkus daun pisang.

Ada yang mau gemblong? tawarnya.

Tentu saja pertanyaan itu tidak membutuhkan jawaban. Kami semua dengan senang hati menikmati makanan yang ditawarkan.

Tetapi tunggu dulu, kenapa gemblong harus terbungkus daun pisang? pikir saya. Biasanya panganan itu dibungkus plastik atau mika sehingga gula pelapisnya tetap terjaga dengan baik.

Teman yang membawa gemblong tersebut lantas mengambil piring dan sendok. Sendok?

Lapisan daun lalu dibuka dan tampaklah gemblong berwarna putih. Gemblong ini lalu dipotong-potong menggunakan sendok. Melihat penampilannya kontan saya tertawa, ya ini sih bukan gemblong. Makanan ini saya kenal sebagai uli. Teman yang berasal dari Jawa Tengah menyebutnya dengan jadah.

Memang bukan hal yang baru jika makanan khas Indonesia itu memiliki nama berbeda di daerah lain. Contohnya gemblong ini. Kalau di Jawa Barat, gemblong adalah makanan yang terbuat dari beras ketan yang dibentuk bulat lalu digoreng dan dibalut dengan lapisan gula merah. Ada juga yang melapisinya dengan gula putih.

Kombinasi dari gula merah dan ketan membuat panganan memiliki rasa gurih dan manis. Waktu dikunyah hasilnya benar-benar menyenangkan.

Nama gemblong bagi warga Serang Banten disematkan pada olahan dari ketan. Butir-butir ketan yang telah dikukus akan ditumpuk hingga halus dan padat. Untuk memudahkan dalam menghaluskan ketan ini menggunakan alu. Baru setelah itu gemblong dibungkus dengan daun pisang. 

Gemblong yang disajikan ternyata memiliki rasa gurih. Teksturnya pun lembut dan mudah digigit. Gemblong ini merupakan makanan tradisional masyarakat Serang, khususnya yang berasal dari Kabupaten Serang. Sajian berwarna putih ini dapat dijumpai pada Hari Raya Iduladha. 

Saat itu gemblong akan berperan sebagai pengganti nasi dan disandingkan dengan semur daging. Terlebih dahulu gemblong akan dipotong kecil dan digoreng. Nanti potongan ini akan dicocol ke dalam piring berisi semur daging. Wah, menarik banget ya.

Saya jadi penasaran ingin mencicipi gemblong dengan semur daging. Bukan apa-apa, saya memang suka dengan gemblongnya, tetapi masih terasa kurang lengkap tanpa tapai ketan. Sebagai gantinya, gemblong dinikmati dengan cara dicocol ke sambal. Pilihan yang tidak biasa tapi oke juga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun