Mohon tunggu...
Utari ninghadiyati
Utari ninghadiyati Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger, kompasianer, penggiat budaya

Menjalani tugas sebagai penggiat budaya memberi kesempatan untuk belajar berbagai budaya, tradisi, seni, dan kearifan lokal masyarakat. Ragam cerita ini menjadi sumber untuk belajar menulis yang dituangkan di kompasiana dan blog www.utarininghadiyati.com

Selanjutnya

Tutup

Trip

Mengelilingi Danau Tasikardi, Danau Buatan Untuk Tetirah Keluarga Sultan

23 Juni 2024   16:20 Diperbarui: 23 Juni 2024   16:31 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Danau Tasikardi Banten (dok. Pribadi)

Debu menghiasi permukaan Sepatu. Warna hitamnya menjadi terlihat berbeda. Abaikan saja, pemandangan di depan mata jauh lebih menyenangkan. Hamparan sawah yang tengah ditanam. Aliran air di saluran irigasi. Pepohonan besar bak pagar penjaga sebuah danau buatan, danau Tasikardi yang dulu menjadi tempat tetirah keluarga Sultan.

Sepatu olahraga ini sudah 5 tahun menemani. Entah sudah berapa puluh ribu, bahkan juta langkah yang tercatat. Pagi ini saja sudah lima ribu langkah. Langkah sebanyak itu tercatat saat mengelilingi situs danau Tasikardi. Situs ini merupakan cagar budaya yang berada di Kabupaten Serang.

Semula saya tidak mengira akan berjalan sejauh itu. Perkiraan hanya akan berjalan tepat di jalan yang berada di pinggir danau. Ternyata, jalan tersebut hanya sampai sisi kanan danau saja. Sisi lainnya belum memiliki akses jalan. Masih berupa tanah sempit yang menempel dengan jalan raya dan hanya dibatasi pagar bambu.

Tidak apa juga berjalan di jalan raya. Suasana belum terlalu ramai. Bus-bus besar pembawa rombongan peziarah belum melintas sehingga saya dan teman-teman masih leluasa berjalan. Dari atas jalan aspal ini terlihat hamparan sawah. Petak-petak berwarna cokelat itu akan ditanami.

Beberapa petani mulai menyiapkan batang-batang padi yang akan ditanam. Sementara seorang petani bertugas membuat garis-garis untuk memandu proses menanam padi. Padi-padi ini akan ditanam oleh ibu-ibu petani yang masih duduk berkumpul, menunggu proses pembuatan alur tanam selesai.

Petani bersiap menanam padi (dok. Pribadi)
Petani bersiap menanam padi (dok. Pribadi)

Mereka seakan tidak terusik dengan keberadaan saya dan teman-teman. Tetap melanjutkan pekerjaan, meski melihat saya sibuk mengabadikan kegiatan mereka. Tepat di ujung persawahan jalanan berbelok ke kiri. Pemandangan berganti menjadi semak-semak dan irigasi. Airnya tidak terlalu jernih. Seorang bapak terlihat membersihkan rumput yang menempel (mungkin tersangkut) di sisi irigasi. Tidak jauh dari situ terlihat seorang ibu asyik mencuci pakaian. Memanfaatkan air irigasi untuk mencuci masih menjadi bagian keseharian penduduk sini.

Saya berjalan terus lalu berbelok ke jalan yang berbedu. Ada jejak traktor di atas tanah. Di sisi kanan jalan, air mengalir pelan di anak jaringan irigasi. Tepat di sebelahnya terlihat sekelompok ibu-ibu tengah menanam pada. Mereka berjalan mundur sembari bekerja dengan tekun.

Air di saluran air ini terus mengalir masuk ke dalam danau Tasikardi. Terlihat pintu air lama terbuka tanpa pembatas. Susunan bata kuno membentuk dinding tebal. Saya berdecak kagum, betapa berkembangnya teknologi saat itu sebab dapat menghasilkan batu bata yang masih bisa bertahan hingga sekarang.

Tak lama mengamati, saya segera berjalan kembali menyusuri tepi luar danau. Kali ini pagar pembatasnya terbuat dari bambu. Jaraknya dengan jalan tak sampai dua meter. Sepanjang jalan saya bisa melihat danau di kanan dan sawah di kiri.

Bunyi gemuruh klakson yang sedang tren menyadarkan saya, bahwa tak lama lagi bus-bus besar pembawa rombongan akan menghiasi jalan raya. Lebih baik cepat-cepat masuk ke dalam kawasan danau Tasikardi.

Danau berlantai ubin

Ketika pertama kali menginjakkan kaki ke Danau Tasikardi, saya kagum dengan ide pembuatannya. Bagaimana dulu seorang Sultan berinisiatif untuk membuat sebuah tempat teritah untuk keluarganya. Ditempat berhawa sejuk ini keluarga Sultan Banten dapat bermain air atau menyepi sejenak dari kepenatan.

Untuk mewujudkan keinginannya, Sultan Banten meminta bantuan Hendrik Lucas Cardeel. Arsitek Belanda tersebut lantas membuat danau Tasikardi untuk tempat tetirah keluarga Sultan Banten, sekaligus penampungan air dan penyedia air ke Keraton Surosowan. Jika dilihat dari depan, bentuk danau ini kotak dengan sisi yang sama panjang. Di bagian tengah terdapat pulau buatan berukuran kecil. Banyak pohon besar tumbuh di pulau Balekambang.

Pulau ini memang sengaja dibuat bagi keluarga kesultanan Banten yang ingin menyepi sejenak. Menjauh dari hiruk pikuk kehidupan. Mendekatkan diri kepada Tuhan.

Dari tepi danau, saya mengamati pulau Balekambang. Turap pembatas pulau dengan danau terlihat jelas. Turap ini menjaga pulau agar tidak longsor karena terkena air.

Sebenarnya danau ini tidak terlalu dalam. Gelombang atau arus air tentu tidak terlalu kuat, tetapi sebaiknya tidak berenang atau berendam. Memang cuaca panas sangat menggoda, apalagi bagian bawah danau tampak bersih dari tumbuhan air. Mungkin karena bagian bawah danau ditutupi ubin bata. Jadi hanya ada lumpur tipis yang licin saat terinjak.

Tasik dan Kardi

Berkaitan dengan nama danau Tasikardi, ternyata berasal dari penggabungan dua kata, yaitu tasik dan kardi. Kata "tasik" memiliki arti danau dan kata "ardi" berarti buatan. Ketika digabungkan menjadi tasikardi yang berarti danau buatan.

Sampai saat ini danau Tasikardi masih ada dan menjadi tempat wisata. Letaknya strategis, tepat di tepi jalan raya dan tidak jauh dari Masjid Banten serta Keraton Surosowan. Banyaknya pepohonan membuat lingkungan danau terasa teduh.

Cobalah duduk-duduk di bawah pepohonan, rasakan kesejukan angin yang berembus, nikmati segelas kopi atau teh dan biarkan lamunan membawa ke masa lalu. Nanti setelah puas bermain angan, tinggalkan danau tanpa meninggalkan sampah. Agar cagar budaya ini tetap terpelihara dan bisa dinikmati oleh generasi mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun