Mohon tunggu...
Utari ninghadiyati
Utari ninghadiyati Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger, kompasianer, penggiat budaya

Menjalani tugas sebagai penggiat budaya memberi kesempatan untuk belajar berbagai budaya, tradisi, seni, dan kearifan lokal masyarakat. Ragam cerita ini menjadi sumber untuk belajar menulis yang dituangkan di kompasiana dan blog www.utarininghadiyati.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Rumah Belanda di Puncak Bukit Tahura Sultan Adam

28 Desember 2021   10:37 Diperbarui: 28 Desember 2021   10:55 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berhasil menjauhkan diri dari internet selama hampir 5 jam. Huahhh asyik. Selama itu saya dan si kecil 

menyenangkan diri dengan muter-muter Keliling kota. Lalu mencoba rute baru ke arah Sungai Ulin Kecamatan Cempaka, bablas sampai tahura Sultan Adam yang berada di Kabupaten Banjar.

Perjalanan tanpa persiapan, cuma mampir ke minimarket buat beli minum sama cemilan, sekadar menghibur diri  plus kalau nanti melihat tempat yang enak buat duduk, ya kita ngelurusin kaki dulu Saja.

Ndilalah tahu-tahu sudah di depan loket tahura Sultan Adam wkwkwkw.  Suasana terlihat agak ramai. Dua buah mobil berhenti di depan pintu pagar, sementara beberapa petugas terlihat mengarahkan kendaraan. 

Keadaan di depan loket kelihatan beberapa orang seperti tengah berkumpul. Namun kok kayak sibuk dengan handphone. Tadinya di kecil mengajak putar balik. Tapi ya kok sayang. Udah gitu, petugasnya ramah banget dan minta kita parkir di dalam pagar. 

Ya ampun, rasa gimana gitu. Ya wis, ntar di dalam putar balik aja deh. Akhirnya masuk juga ke dalam. Belum juga mesin motor mati, seorang petugas datang menghampiri, tentu lengkap bermasker. Dengan manis si petugas menyapa, "ibu sudah vaksin?" Hm, kenapa ya? Langsung nenggok ke kanan. 

Tepat di teras loket, ada meja yang dikelilingi orang. Oalah, rupanya pemeriksaan pengunjung. Tidak bisa menunjukan sertivikat vaksin, monggo menemui mbak dan mas di balik meja Atau memutar balik kendaraan.

dokpri
dokpri

Pengunjung yang menjatuhkan pilihan untuk melakukan vaksinasi, bisa menuju meja vaksinasi. Dengan ramah mas dan mbak vaksinator akan melayani vaksinasi dengan cepat. 

Buru-buru saya keluarkan hp dan menunjukkan sms soal pemberian vaksin ke dua. Saya memang belum instal pedulilindungi, kebanyakan aplikasi di hp Sehingga memori tak cukup. 

Sudah kadung memperlihatkan keterangan soal vaksin, sayang banget kalau balik badan. Akhirnya beli tiket dong. Main saja ke tahura sultan adam. 

Namanya pemula alias baru pertama menapaki jalan di tahura Sultan Adam, nggak berani kenceng. Jalannya naik turun khas kawasan pegunungan. Sayang juga kalau tidak meihat pemandangan. Tengoklah ke kanan ke kiri. 

Tak berapa lama saya sudah sampai di sebuah pertigaan. Di papan petunjuk terdapat informasi sisi kiri menuju area binatang dan sisi kanan ke arah puncak.  Belok di pertigaan, lihat sebentar ke area hewan-hewan. Ada rusa, binturong, rusa, dan kelinci. Semua dalam kandang. 

dokpri
dokpri

Puter balik. Sekarang saatnya mendaki (pakai motor). Jalannya tidak terlalu lebar namun mulus. Di beberapa tikungan diberi pengaman agar pengguna tidak meleng. Rambu-rambu jalan pun terlihat jelas di setiap jalan yang menikung. 

Tidak jauh dari pertigaan tadi ada mandin atau air terjun. Asyik juga menikmati jalan yang meliuk dan berhenti di mandin putri kembar. Jalan deh ke air terjun. 

Air terjun yang tidak terlalu besar itu bisa dibilang sepi. Hanya ada dua keluarga yang asyik bermain di sana. Jalan untuk sampai ke air terjun sudah berupa tangga semen sehingga kita bisa dengan mudah mendekati air terjun.

Ternyata semakin dekat semakin jelas terlihat kalau air terjun ini terdiri dari tiga tingkat. Airnya jernih dan dingin. Sayang saya mendapati sebuah bungkus makanan ringan dibuang sembarangan.

Si kecil senang bisa merasakan air yang dingin. Tapi tidak mau main air. Tak bawa ganti euy. Cukuplah duduk-duduk di bebatuan andesit sambil bercakap-cakap. 

Puas merendam kaki saatnya buat naik lagi ke atas. Jalanan semakin meliuk-liuk. Pengguna kendaraan roda empat harus hati-hati jika berpapasan karena haeus menepi. 

Sejauh mata memandang hanya ada kehijauan. Kadang ada gazebo di tepi jalan. Dari situ bisa lihat pemandangan. Termasuk sisa longsoran di sebuah bukit. 

dokpri
dokpri

Naik-naik ke puncak gunung, naik terus dong. Melewati pemandian Belanda yang ramai. Kemudian melewati lapangan tenis yang sudah tak terpakai namun masih terawat baik. Hanya ruang ganti yang hancur dan dipagari agar tak ada pengunjung ke sana.

Perjalanan dilanjutkan terus sampai puncak. Rupanya di situ ada sanatorium yang kerap dibilang rumah Belanda. Ada empat rumah. Rumah paling kecil difungsikan menjadi mushola. Rumah kedua, saya tidak tahu berfungsi sebagai apa karena tertutup. Hanya papan bertuliskan pesanggrahan yang ada di depannya. 

dokpri
dokpri

Rumah ketiga letaknya tidak jauh dari rumah besar atau sanatorium dan dijadikan ruang pertemuan. Terakhir adalah sanatorium. Bangunan paling besar ini dulunya dipakai untuk merawat pasien sekaligus ruang dokter. 

Meski ukuran rumah berbeda namun material dan bentuknya sama. Bagian bawah bangunan berwarna putih dan disusun dari batu andesit. Semenyara bagian atas yang berwarna cokelat terbuat dari kayu ulin. Pada bagian atap terlihat penangkal petir berwarna cokelat. Semuanya terlihat begitu nyaman.

dokpri
dokpri

Kebayang dong suasananya seperti apa, dingin, sejuk, teduh, sepi, dan tenang. Pasti nyaman banget ya menghabiskan waktu dengan membaca buku, beristirahat, jalan-jalan, dan kalau bisa menulis. Kalau saat ini agak ramai karena banyak pengunjung. 

Perjalanan kami berakhir di sini. Tidak ada lagi jalan yang bisa di daki. Dari atas sini saya dan si kecil bisa melihat perbukitan dan waduk riam kanan di kejauhan. Wah asyik banget deh. Benar-benar waktu yang menyenangkan. Bisa menikmati alam bersama yang tersayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun