Kisahnya dimulai ketika muda. Sebagai warga Kandangan yang memiliki jiwa seni dan berprofesi sebagai pengajar, Ia terpanggil untuk mengajarkan tradisi yang dicintainya pada generasi berikut.
Wayang gong memang tumbuh dan berkembang di daerah Hulu Sungai. Belum diketahui awal mula kesenian dimainkan oleh masyarakat banjar.Â
Profesinya seakan memberinya kemudahan untuk mewujudkannya. Melalui kegiatan ekstra kurikuler, Pak Saladeri mulai mengenalkan wayang gong pada murid-muridnya.
Secara rutin mereka berlatih kesenian wayang orang banjar. Berlatih tarian dan dialog agar bisa menjiwai peran yang dimainkan.
Berbeda dengan wayang orang dari Jawa, wayang gong menampilkan kisah-kisah Ramayana. Para pemain akan memainkan cerita sembari menari.
Sebagai pelengkap para pemain akan menggunakan katopong atau topi sesuai karakter yang dimainkan. Katopong ini juga pembeda dengan wayang orang.
Berbeda dengan daerah lain, kesenian wayang gong di Kota Banjarbaru seperti mati suri, terutama sejak Pak Saladeri tidak lagi bisa mengajar.
Proses pembelajaran dan upaya regenerasi memang di upayakan, namun terkendala pada kurang berminatnya masyarakat pada kesenian ini.
Melalui kegiatan ekstra kurikuler uoaya pengenalan, pembelajaran, dan meneruskan kesenian wayang gong memang bisa dilakukan meski untuk mencari murid yang berminat juga tidak mudah.
Sebagai seorang seniman wayang gong Pak Saladeri seperti kesepian. Mata terlihat sedih kala bercerita.
Ia berharap pandemi segera berakhir dan sekolah kembali dibuka. Harapnya, anak-anak bisa kembali mengikuti kegiatan esktra kurikuler. Sebab melalui keguatan ini suluh wayang gong bisa menyala.