Siang itu cukup terik, namun saya tetap berkendara menuju sebauh sekolah di daerah Kemuning Kota Banjarbaru.Â
Jalanan cukup lengang. Pasar yang saya lewati mulai sepi.Â
Mendekati bangunan sekolah, jalanan terlihat berdebu. Rupanya ada penggalian lubang untuk gorong-gorong.
Galian ini menutupi jalan masuk ke sekolah. Mau tak mau harus mencari jalan lain agar bisa sampai di sekolah.Â
Akhirnya berhasil juga memasuki gerbang setelah berputar. Sayang, Pak Saladeri yang akan saya temui sudah pensiun.Â
Beliau seorang guru sekaligus pelatih kesenian wayang gong di sekolah i i. Satu-satunya grup kesenian banjar yang ada di Kota Banjarbaru.
Di antar seorang staf sekolah, saya menuju rumah Pak Saladeri. Akhirnya saya bisa berjumpa dengan seorang penjaga tradisi kesenian banjar.
Pria kelahiran Kandangan itu tersenyum mengetahui kedatangan saya. Ia tidal keberatan berbagi cerita tentang kegiatan yang sangat disukainya namun terpaksa tak dapat dilakukan lagi.
Penyakit yang dideritanya memaksa Pak Saladeri untuk mengurangi aktivitas. Indikasi saraf terjepit membuatnya tidak dapat berjalan jauh dan berdiri lama.Â
Meski demikian bara dalam semangatnya tidak padam, ia berharap bisa terus menjaga suluh tradisi yang dinyalakannya sejak puluhan tahun lalu.