Mohon tunggu...
Utari ninghadiyati
Utari ninghadiyati Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger, kompasianer, penggiat budaya

Menjalani tugas sebagai penggiat budaya memberi kesempatan untuk belajar berbagai budaya, tradisi, seni, dan kearifan lokal masyarakat. Ragam cerita ini menjadi sumber untuk belajar menulis yang dituangkan di kompasiana dan blog www.utarininghadiyati.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berkunjung ke Kelenteng Suci Nurani Banjarmasin

21 Februari 2021   20:57 Diperbarui: 21 Februari 2021   21:08 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelan-pelan saya mengalihkan perhatian pada altar-altar lain yang digunakan untuk sembahyang. Ada 3 altar besa, masing-masing dengan Dewa yang berada di ujung meja. Pada bagian depan altar terdapat sebuah wadah besar dari kuningan untuk menaruh hio sembahyang.

Ya ampun, altar itu dihiasi ukiran yang cantik. Lama saya memandangi altar dan segala perlengkapannya karena terpana dengan kehalusan ukirannya. Pandangan saya terhenti pada pintu kayu yang merupakan sekat antara patung para dewa dengan altar sembahyang.

dokpri
dokpri
Ukiran di pintu itu begitu halus. Saya kagum karena pintu kayu itu masih tetap berdiri dan menjadi saksi atas perjalanan manusia yang datang silih berganti.

Namun, siapa menyangka dibalik keindahan ukiran, ada binatang kecil yang menggerogoti. Rayap itu pelan-pelan merusak pintu kayu. Upaya perawatan tetap dilakukan agar tidak terjadi kerusakan yang lebih fatal.

dokpri
dokpri
Berjalan pelan dar altar ke altar membuat saya menyadari betapa bangnan ini memiliki nilai historis tinggi. Meski bau hio meruyak, tetapi bangunan ini tidak benar-benar ekslusif untuk warga Tionghoa. Siapa pun boleh masuk. 

Yinyang

Keistimewaan Kelenteng rupanya tidak hanya berada di bagian dalam. Pada bagian luar, tepatnya di halaman terdapat sebuah tiang yang terbuat dari kayu ulin.tiang berwarna hitam itu terlihat sedikit miring. kayunya tampak mulai melapuk. Bagian puncaknya terlihat pecah karena dimakan cuaca. Untuk menggantinya sangat sulit mengingat tiang dibuat dari satu batang pohon utuh. 

dokpri
dokpri
Hingga saat ini, tiang tersebut masih berdiri tegak dengan indah. ketika membelakangi, terlihatlah atap kelenteng berwarna cokelat kehitaman karena menggunakan sirap. Bilah-bilah kayu tipis itu disusun sedemikian rupa hingga benar-benar rapat.

Masih pada bagian atap, terdapat ukiran berbentuk naga. Ukiran ini masih belum mengalami perubahan dan sangat terawat. Sementara di halaman, tepat di atas paving block terlihat lukisan yin yang. Hal ini menandakan keseimbangan hidup.

Ah, sayang waktu berlalu begitu cepat, hingga saya harus mengakhiri kunjungan dan kembali ke rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun