Mohon tunggu...
Utami Putri
Utami Putri Mohon Tunggu... Wiraswasta - To be a writer, Insyaaaallah.

menyukai mendengarkan, mengamati dan tentunya.. belajar menulis..:)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Fragmen Kedua : Tentang Perjumpaan

8 Mei 2011   00:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:58 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lastri tengah menunggu kedatangan Rangga yang masih berada di kantornya, saat jam dinding pendulum di kamarnya yang remang, telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Seperti biasanya. Sunyi senyap dan dinginnya malam menyelinap masuk dari celah pintu dan jendela kamar, menuju pori-pori kulit Lastri.

“Aku akan menikah dengan Rangga, bulan depan...”

“Baiklah.. itu pilihanmu, Las.. tapi, aku akan selalu menunggumu untuk sebuah masa.. saat keberuntungan memihak padaku.. entah itu kapan..”

Lastri kembali memutar kaset lama memorinya. Sosok Roy, tiba-tiba saja muncul dengan jelas di benaknya.

Lama, Lastri terpekur sendirian di ranjangnya. Lalu, dengan rasa kantuk yang tidak sama sekali menyergapnya, Lastri bangkit menuju sebuah meja tulis yang terletak tak jauh dari daun pintu kaca yang menuju balkon kamarnya. Di meja itu, Lastri banyak meluangkan waktunya, dari pagi hari setelah Rangga berangkat kerja hingga sore hari. Entah itu menulis ataupun membaca. Di atas meja itu, terdapat sebuah lampu meja tak menyala yang berdiri tegak, beberapa buku yang terjajar rapi, serta sebuah tas kain segiempat bermotifkan batik yogya, khas kota asalnya. Lastri menyentuh tombol pada lampu dan menyalakannya, serta meraih tas kain dan kemudian mengeluarkan isinya. Sebuah laptop miliknya kini berada di tangan.

Lastri duduk di kursi meja tulisnya, dan mulai menyalakan benda elektronik yang dikeluarkannya tadi. Tak lama, muncul tanda di layar datar laptopnya. Mengisyaratkan setiap menu program aplikasi yang tersedia didalamnya sudah siap untuk difungsikan. Perlahan, jarinya merayap dan mencari sebuah folder bernama “cleo” dari sekian banyak folder disana. Setelah menemukannya, dia mengkliknya. Lalu, muncul perintah baginya untuk memasukkan kata kunci. Folder itu memang sengaja dikunci olehnya. Seketika folder itu terbuka, setelah Lastri mengetikan sebuah kata kunci. Tak menunggu lama, di layar laptopnya telah muncul beberapa dokumen foto.

Beberapa foto itu diantaranya adalah foto kenangan bersama kedua orangtuanya dan adik-adiknya. Sementara beberapa yang lain adalah foto Lastri bersama sahabat-sahabat karibnya. Lastri tersenyum saat mengingat kembali orang-orang terdekatnya itu.  Ah, aku merindukan kalian.

Sejurus kemudian, matanya tertuju pada sebuah foto lucu. Seekor kucing. Kucing putih bermata hijau dengan bulu halusnya yang lebat. Mimik wajahnya amat menggemaskan. Hewan itu merebah manja di pangkuan Lastri. Tak hanya dia bersama kucingnya, ada sosok lain pula dalam foto itu. Seorang perempuan paruh baya yang tengah duduk disampingnya, beserta seorang lelaki berwajah teduh yang berdiri di belakang mereka berdua. Hatinya berdesir seketika. Apa kau masih menungguku Roy?.

Sengaja, Lastri membuka folder pribadinya itu untuk melihat foto manisnya bersama Roy dan ibundanya. Sebetulnya, Lastri sudah lama ingin menghapusnya, semenjak ia tiba di rumah barunya bersama Rangga. Namun, entah kenapa, saat itu dia belum sanggup untuk melenyapkannya.

Cukup lama Lastri memandangi foto yang melukiskan indahnya kebersamaan mereka bertiga. Namun, dia bergegas menutup foto itu. Sejenak kemudian, perhatiannya teralih pada sebuah menu program lainnya. Dia membukanya. Kini, pandangannya telah tertuju pada kotak inbox email pribadinya. Kosong. Lastri terdiam. Perlahan, jemarinya mulai bergerak lincah menuliskan sesuatu pada ruang-ruang kosong yang tampil di layar laptopnya. Kemudian, dia mengklik tombol send yang tertera di sana.

Roy, bagaimana kabarmu?..

-Lastri-

***

“Rangga yang akan menjadi suamimu, ayah sudah putuskan.. ” tegas Sarwoto, ayah Sulastri.

“Tapi... Cintaku adalah Roy... Ayah tahu itu...”

“Roy... Roy.. Roy lagi yang kau sebut.. Lupakan dia.. Apa yang bisa kau andalkan dari gaji kecil Roy,,??..” lanjut Sarwoto menantang.

“Kami sudah saling menyayangi.. Aku bisa hidup dengan... ”

“Kau tak akan hidup bahagia dengannya..  lenyap sudah nasib keberuntunganmu bila kau bersamanya..“ potong Suwarto.

 “Ayah,,, Asalkan bersama Roy.. Aku mampu hidup sesulit apapun itu... percayalah padaku...“ Lastri berusaha meyakinkan ayahnya.

“Sejak kapan kau berubah menjadi keras seperti ini..? Kau bukan gadis manis penurut yang selama ini Ayah kenal.. apakah Roy yang sangat kau cintai itu, yang menyebabkanmu seperti ini?...” ujar Sarwoto sinis.

Muka Lastri memerah.

“Lelaki macam apa, , yang membuat perempuan baik-baik sepertimu menjadi seorang pemberontak..?? ” lanjut Sarwoto sengit.

 “Roy.. dia pemuda baik,, Aku bahagia bila dapat bersanding dengannya..” sahut Lastri mantap.

“Baiklah.. jika kau bersikeras dengan keputusanmu, usah kau panggil aku ‘ayah’,,,” ancam Sarwoto.

Hening. Lastri membungkam.  Tak dapat lagi ia membantah perkataan ayahnya. Percakapan yang selalu berakhir dengan kalimat mati bila berlawanan dengan kehendak ayahnya.

Ayah Lastri, pengusaha ternama yang disegani, telah membuat keputusan untuk menjodohkan Rangga, anak sahabat karibnya, kepada Lastri. Muda dan sukses, menjadi alasan utama bagi Ayah Lastri untuk memilih Rangga sebagai calon menantunya, selain juga tampan. Dengan paras menawan Lastri beserta nama besar ayahnya, siapapun tidak akan menampik tawaran untuk dinikahkan dengannya. Dan Lastri hanya bisa pasrah dengan segala keputusan ayahnya. Dia tak ingin dicap sebagai anak durhaka.

Setelah menikah, Sulastri diboyong oleh Rangga ke luar kota, Bandung. Kota itu adalah tempat lahir Rangga. Disitu pula, Rangga bekerja sebagai salah seorang petinggi di perusahaan cukup besar milik ayahnya sendiri. Pasangan suami istri itu menempati salah satu rumah minimalis modern tak berpenghuni, milik kedua orangtua Rangga. Sejak hidup bersama Rangga, Lastri bertekad untuk menumbuhkan sembari memupuk selalu rasa cinta untuknya. Dia sadar betul, bahwa kini dirinya telah dimiliki oleh Rangga sepenuhnya. Lastri berharap, ia mampu hidup bahagia bersama Rangga, suaminya.

Namun sayang, angannya itu pupus oleh sikap Rangga sendiri. Rangga terlampau ambisius untuk memajukan profil perusahaannya. Karier menjadi tujuan hidup utamanya. Belum genap 4 bulan pernikahannya dengan Rangga, Lastri sudah membatin. Sebab, selama itu pula, sikap Rangga terhadap dirinya selalu terasa dingin dan hambar. Tak ada komunikasi berarti, yang terbangun indah diantara keduanya. Hati Lastri semakin gelisah tak menentu di setiap harinya. Sebagai seorang wanita, dia amat membutuhkan sosok pria yang mampu mencurahkan kehangatan, perlindungan, dan kasih sayangnya secara utuh.

***

Jam dinding pendulum di kamar Lastri menunjukkan pukul lima sore.  Lastri terpekur diam di meja tulisnya. Matanya tak lepas dari layar laptopnya. Gurat kekecewaan menutupi wajahnya. Seminggu sudah, email yang dia kirim belum mendapat balasan dari Roy. Pun dia tidak dapat menghubunginya lewat telepon, karena nomor Roy telah dia hapus dari daftar kontak di telepon genggamnya.

Teet...

Lastri tersentak saat mendengar suara nyaring klakson mobil. Apa itu mobil Rangga? bukan.. tak biasanya ia pulang sangat awal. Lastri segera bangkit dan menuju balkon kamarnya yang menghadap jalan aspal di depan rumahnya. Dia mencoba meyakinkan dugaannya. Dari teras kamarnya yang terletak di lantai dua itu, Lastri dapat melihat sebuah mobil sedan silver dengan jelas. Ternyata benar, mobil Rangga. Kendaraan itu berhenti sebentar didepan pintu pagar rumahnya yang tertutup, sebelum seorang pembantu lelaki bergegas membukakannya. Perlahan mobil Rangga masuk ke pelataran rumah yang cukup luas dan berhenti di depan garasi. Lastri bergegas kembali ke mejanya.

Rangga akan segera ke sini, pikirnya. Lastri segera menutup seluruh menu program di laptopnya dan mematikannya kemudian. Laptop itu segera dirapikannya.

Braaak..

Pintu kamar terbuka, tepat setelah laptop milik Lastri telah tersimpan kembali ke dalam tas dan terdiam kaku di atas meja tulisnya. Lastri kaget melihat sosok tegap Rangga, yang kini telah berdiri tegak tak jauh darinya.

“Lastri.. sedang apa kau?”

Lastri gugup dan terdiam sementara untuk memberikan jawaban tepat bagi Rangga. Namun, sebelum jawaban itu dia temukan, tiba-tiba Rangga mengalihkan pertanyaannya.          

“Ada tamuku di bawah, maukah kau menemuinya?..”

Kening Lastri mengkerut. Tamu?

 “Baiklah,, “ jawab Lastri pendek, tanpa penolakan dan bertanya banyak.

Pintu kamar tertutup kembali. Rangga telah hilang dari pandangannya.

Sebetulnya Lastri agak malas untuk menemui tamu Rangga, namun dia memaksakan diri untuk menyambut ajakan suaminya itu. Dia khawatir, sang suami akan curiga kepadanya. Dia tak ingin Rangga mengetahui jika dia telah berusaha menghubungi kembali mantan kekasihnya, Roy.  

Lastri segera mengganti kostum kaus pendek yang dikenakannya, dengan kostum lain yang cukup santai namun sopan. Blus modis lengan pendek dan bermotif kembang kecil berwarna ungu muda, dipadu dengan celana jeans panjang biru tua. Kemudian, dia memoleskan lipstik berwarna kulit di bibir tipisnya, serta bedak tipis di pipi mulusnya.  Rambut panjang indah dan hitam miliknya, dia sisir seadanya dan dibiarkan tergerai. Dia tak lupa menyemprotkan sedikit wewangian beraroma lembut di lehernya. Cantik. Walau hanya berdandan seadanya, pesona Lastri tetap tidak dapat dinafikan. Setelah rapi, Lastri segera keluar dari dalam kamarnya.

Lastri menuruni undakan tangga satu demi satu. Setibanya di lantai satu, Lastri berjalan agak ragu menuju ruang tamu, tempat Rangga dan tamunya berada. Dia dapat mendengar Rangga berbicara dan tertawa lepas dari sana. Baru kali ini, Lastri mendengar Rangga tertawa seperti itu. Rangga jarang menunjukkan keriangan dan kehangatannya di depan Lastri. Siapa tamu itu? sepertinya Rangga senang berada didekatnya.

Bola matanya kini telah menemukan Rangga dan seorang tamunya yang tengah duduk di sofa kulit mewah ruang tamu. Tamu itu duduk di sofa tamu yang membelakanginya, hingga dia tak mampu menerka apakah dia pria atau wanita. Sejurus kemudian, pandangannya beradu dengan mata hitam Rangga yang tiba-tiba menengok ke arahnya. Rangga tersenyum manis, berdiri menghampirinya, lalu menggandeng tangannya menuju sofa tempat dia duduk tadi. Tak biasanya. Lastri mengeluh dalam hati. Lastri berjalan dengan agak sedikit menunduk.

Kini, Rangga dan Lastri telah duduk berdampingan. Lastri mencoba mengangkat wajahnya. Dia ingin melihat dengan jelas tamu Rangga.

“Lastri, kenalkan teman kuliahku dulu di Inggris.. dia datang dari jauh, khusus untuk melihatku dan dirimu..” ujar Rangga bangga.

Pandangan Lastri dan tamu itu beradu. Keduanya sedikit terkesiap kaget.

“Lastri..?”

Teman Rangga itu langsung menyungging senyumnya yang menawan. Dia telah mengenal Lastri. Sorot mata coklatnya yang jenaka tak lepas menatap paras elok Lastri yang tiba-tiba saja memerah.

“Hanung.. “

Bersambung..

================================================

Kolaborasi dengan Empuss Miaww..

 

Sebelumnya:

Fragmen Pertama : Tentang Diriku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun