Mohon tunggu...
Zukra Budi Utama
Zukra Budi Utama Mohon Tunggu... profesional -

Pembelajar Sosial dan Ekonomi Manajemen SDM

Selanjutnya

Tutup

Money

PCE, Mekanisme Kendali Kebijakan Guna Menjamin Pertumbuhan

6 Januari 2015   00:12 Diperbarui: 11 Januari 2016   17:24 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar:

Untuk bersaing di era global, setiap institusi harus mampu tumbuh berkesinambungan. Pertumbuhan institusi swasta dapat dilihat dari peningkatan assetnya, sedangkan pertumbuhan institusi publik dapat dilihat dari makin luasnya jangkauan pelayanan dengan sumber daya (resources) yang sama.

Tulisan ini memperkenalkan PCE (Policy Control Engine) sebagai sistem manajemen guna mengatasi masalah kendali implementasi kebijakan di sektor publik maupun swasta yang selama ini menjadi kendala dalam membangun pertumbuhan melalui penguatan daya saing sebagai syarat utama untuk tetap eksis di era global.

Sebagaimana hakikatnya mesin (engine), maka pada PCE terdapat penggerak mula (prime mover) pertumbuhan, dengan bagian SDM dan hubungan industrial (HR dan IR Department) sebagai pengendali utama.

*****

Kita yang dikejutkan berita jatuhnya Air Asia QZ8501 tanggal 28 Desember 2014 kembali terhenyak dengan kontroversi yang mengikutinya. Isu kesalahan prosedurAir Traffic Control (ATC), maskapai dengan Badan Meteorologi Klimatologi & Geofisika (BMKG), sampai ijin terbang Kemenhub, menambah duka musibah ini.

Walau ATC kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Wapres Jusuf Kalla (detik.com, 31/12/2014), seperti biasa kita tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Seolah pakemnya di pelayanan publik, kita tak pernah tahu mana ukuran yang benar dan yang salah. Ketidakpastian ini tentu secara moral merugikan personil ATC dan institusi lain yang terkait dengan peristiwa, karena rakyat hanya akan berpedoman pada opini, bukan pada fakta.

Kerugian nyawa, moril dan materil akan kembali sia-sia jika kita tidak benar-benar mau mengambil pesan pelajaran dari peristiwa kali ini. Peristiwa ini kembali menunjukkan puncak gunung es masalah yang berurat berakar di Indonesia, yaitu tata kelola kebijakan publik yang selama ini putus dari implementasinya, sehingga memberi resiko luar biasa bagi seluruh pihak berkepentingan (stakeholder).

Belum hilang dari ingatan kita keluhan Wapres Jusuf Kalla di running text Metro TV baru-baru ini, bahwa kepala daerah tidak berani mengeksekusi kebijakan karena takut KPK. Akibatnya pembangunan tidak akan jalan, sehingga merugikan masyarakat.

Mengambil hikmah dari peristiwa diatas, sangat mendesak untuk dilakukan perubahan total tata kelola kebijakan publik. Mengandalkan metoda sosialisasi saja terbukti tidak mampu mengatasi masalah. Pada setiap seminar Undang-Undang (yang sedang hangat UU SJSN dan BPJS), selalu ada masalah sama yang disampaikan berulang tanpa solusi yang memuaskan. Untuk itulah kesadaran kita mengingatkan, sudah saatnya dilakukan pendekatan yang berbeda.

Kita butuh mekanisme kendali implementasi kebijakan yang mampu menjamin sesuainya implementasi dengan sasaran kebijakan, sekaligus lincah mengadaptir perubahan (mirip nimble organization-nya Accenture). Bedanya, mekanisme ini diterapkan secara built-in atau ditanamkan dan ditumbuhkan dari dalam. Inilah yang menjamin adanya identifikasi dan antisipasi resiko, sekaligus mampu mensistematiskan proses kerja rutin guna meniadakan human error.

Kesalahan dipersempit hanya pada kesalahan keputusan, yang berhubungan langsung dengan kompetensi. Selain itu kemampuan mekanisme ini mengantisipasi kesalahan akan mencegah akibat yang fatal dan membahayakan, lalu kecepatan mekanisme ini melacak sumber kesalahan akan memastikan apa yang jadi akar dari setiap masalah, untuk segera diperbaiki dan dijamin tidak terjadi lagi di masa mendatang.

Mengingat masalah kebijakan dan saran yang sama sudah sering muncul mencolok di permukaan, maka pertanyaan yang tersisa kini masih adakah kemauan? Jika tetap kita biarkan tanpa kontribusi perbaikan, maka siapakah lagi yang harus bertanggungjawab atas setiap bencana yang disebabkan kelalaian manusia di negeri ini?

PENTINGNYA MEKANISME KENDALI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Pada era globalisasi yang kian sarat perubahan cepat dan acak ini, hanya institusi yang adaptif dan menumbuhkan nilai tambah (value added) yang mampu tetap eksis. Sistem koneksi tidak lagi membantu. Ini juga berlaku bagi institusi negara jika ingin tetap berdaulat, diantaranya dibidang ekonomi, energi, pangan dll. Untuk itu dibutuhkan mekanisme kendali implementasi kebijakan yang mampu:

  1. Menjamin sesuainya praktek kerja dengan kebijakan, berdasarkan peraturan perundangan negara, target dan visi misi institusi.
  2. Menjamin tidak satupun resiko kerja yang tidak terantisipasi.
  3. Menjamin pertumbuhan nilai tambah melalui perbaikan berkesinambungan.

Beberapa fakta berikut menjadi latar belakang pentingnya mekanisme kendali implementasi kebijakan di sektor publik dan swasta.

Fakta Proses Pembuatan Kebijakan tidak terhubung dengan implementasi kebijakan.

Terbukti dalam pembuatan UU di Indonesia, umumnya proses berhenti hanya sampai di tahap sosialisasi. Hal ini mengakibatkan tidak tercapainya tujuan UU sebagaimana terlihat dalam tabel yang menggambarkan pemberlakuan UU Ketenagakerjaan yang bertujuan menurunkan perselisihan hubungan industrial, justru sebaliknya perselisihan malah meningkat, sebagai berikut.

Peningkatan UU Ketenagakerjaan yang diikuti Peningkatan Perselisihan Ketenagakerjaan

Fakta tingkat pengaruh kendali implementasi kebijakan pada suksesnya kebijakan

Hasil penelitian Nugroho (2008) dan analisanya terhadap Easton, Anderson (2005), Dye, Dunn, Patton dan Savicky (2000) mengenai Kebijakan Publik, menemukan dua hal penting:

1. Rencana / formulasi berpengaruh terhadap 20% keberhasilan dari suatu kebijakan, 80% sisanya adalah implementasi dan kendali implementasi,

2. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman utama, adalah konsistensi implementasi.

Tanpa implementasi dan kendali implementasi yang baik, pimpinan penanggungjawab institusi cenderung khawatir atau takut dalam mengeksekusi kebijakan, mengingat resiko hukum yang akan dihadapi.

Fakta perubahan Global yang semakin cepat dan acak butuh reaksi yang cepat dan cerdas.

Jerry W. Gilley dan Ann Maycunich lewat bukunya Beyond Learning Organization, 2001 menyatakan untuk tetap eksis di era global, setiap institusi harus bertumbuh, dengan cara mengintegrasikan pertumbuhan dengan peningkatan kompetensi karyawan. Ini akan membangun kemampuan adaptif yang baik, yang berdampak pada kapabilitas pembaruan dan kesiapan bersaing (renewall capability and competitive readiness) dari institusi.

RUMUSAN MASALAH

Implementasi kebijakan selama ini diabaikan dalam proses pembuatan kebijakan, sehingga implementasi tidak sesuai dengan kebijakan. Akibatnya sasaran kebijakan tidak tercapai. Hal ini berdampak munculnya ketidakpastian hukum yang memarakkan korupsi, mengganggu proses kerja institusi publik dan swasta, khususnya dalam menghadapi percepatan perubahan global seiring tantangan pasar bebas dunia, yang makin lama semakin menurunkan daya saing institusi.Kondisi tersebut akan menuju pada penurunan drastis daya saing ekonomi nasional yang akan menggerogoti kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia.

Pertanyaan yang harus dijawab untuk menyelesaikan masalah diatas adalah:

  1. Bagaimana membangun mekanisme kendali yang baik, yang mampu menjamin sesuainya implementasi dengan tujuan kebijakan.
  2. Bagaimana membangun mekanisme kendali implementasi kebijakan yang mampu mengantisipasi resiko dan mengadaptir perubahan yang mungkin muncul dari lingkungan eksternal dan internal, sekaligus mendorong perbaikan berkesinambungan.
  3. Bagaimana membangun mekanisme kendali yang mampu menunjukkan hasil atau prestasi dari suatu implementasi kebijakan secara terintegrasi.
  4. Bagaimana poin 1 dan 3 diatas dibangun melalui satu sistem pelatihan bagi implementasi mekanisme yang terintegrasi dengan pengembangan kompetensi di institusi publik dan swasta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

PENYELESAIAN MASALAH/ SOLUSI

Kendali proses implementasi kebijakan harus dominan dalam proses pembuatan kebijakan, untuk melihat sejauh mana implementasi kebijakan sesuai dengan sasaran kebijakan. Pada sisi lain implementasi kebijakan harus mampu mengadaptir perubahan yang sangat cepat agar mampu mengantisipasi resiko dan memberikan masukan bagi perbaikan kebijakan. Sehingga kebijakan tidak malah jadi penghambat proses kerja institusi, yang mempersulit proses adaptir percepatan perubahan yang jadi tantangan persaingan global.

Untuk itu proses implementasi kebijakan harus berbentuk mekanisme kendali yang sistematis dan terintegrasi, dengan skema contoh sebagai berikut.

14252631551301667798
14252631551301667798

Skema Mekanisme Kendali Kebijakan Sektor Publik dan Swasta

Seluruh proses yang harus dilakukan disusun dalam bentuk ‘Kriteria Implementasi’ yang valid, sebagai acuan petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis (juklak/juknis) atau SOP bagi sektor swasta, sekaligus “jaring pengaman lapisan luar”, dalam menjalankan kebijakan secara berkesinambungan.

Kriteria Implementasi mengacu pada Simpul Operasional yaitu berupa titik-titik perhatian utama untuk dapat menjalankan ketentuan norma (UU, Aturan Pelaksanaan dan Kebijakan Institusi) dengan baik dan benar. Simpul Operasional terdiri dari aspek norma dan aspek manajemen, dimana aspek manajemen adalah proses yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran penerapan norma.

Membangun mekanisme kendali yang sistematis dilakukan dengan menerapkan tool  Logic Simulation System(LSS) untuk membangun mekanisme kendali proses kerja, yang diintegrasikan dengan tool Spider Net system(SNS) untuk membangun mekanisme kendali hasil.

Bagian ini merupakan proses inti yang menjadi penggerak mula (prime mover) dari mekanisme kendali, dengan keterlibatan penuh manajemen hubungan industrial (IR) dalam membangun komitmen kontribusi terukur dan manajemen sumber daya manusia (HRD) dalam pengembangan kompetensi. Melalui assessment atas setiap kriteria implementasi didapat proses apa saja yang harus diperbaiki, sekaligus kompetensi apa saja yang harus dikembangkan dalam mengendalikan proses kerja menjadi proses yang fokus mendukung pencapaian target institusi secara sistematis.

LSS menerapan teknik simulasi mengakomodir segala kemungkinan perubahan dan resiko, sekaligus menjadi “jaring pengaman lapisan dalam”. SNS mengintegrasikan seluruh hasil kerja dari proses yang sudah dibuatkan LSS-nya maupun yang belum dibuatkan LSS-nya, menjadi satu kesatuan hasil sebagai resume, pembanding serta bahan analisa dalam mengambil keputusan strategis dan membuat kebijakan.

LSS dan SNS diajarkan ke tim task force institusi, agar tumbuh dari dalam dan manfaatnya terus berkembang secara berkesinambungan di dalam institusi. LSS yang terbukti mampu menstimulir otak kanan yang berperan dalam membangun kreatifitas, akan menjadikan mekanisme ini mampu mendorong pertumbuhan nilai tambah dari dalam institusi secara berkesinambungan.

HASIL YANG DIHARAPKAN

Sistem manajemen yang baik adalah sistem manajemen yang berbentuk mekanisme, indikatornya prosesnya berjalan sistematis, dan punya kemampuan untuk menjamin hasil terapan. Implementasi PCE mampu menjamin dihasilkannya:

  1. Pencapaian melampaui target karena terintegrasinya kompetensi dengan kinerja riil yang mendukung pertumbuhan, karena LSS men-sistematis-kan kerja rutin dengan antisipasi resiko, sehingga pekerja fokus ke inovasi.
  2. Tidak terjadi akumulasi kesalahan dengan adanya deteksi dini kesalahan, yang sekaligus menghilangkan unsur human error. Kesalahan proses hanya disebabkan kesalahan keputusan yang berkorelasi dengan kompetensi.
  3. Tidak terjadi masalah tiba-tiba karena adanya sistem antisipasi masalah.
  4. Eksekusi kebijakan cepat, disebabkan pimpinan tidak ragu mengeksekusi karena seluruh implementasi kebijakan sudah dijamin terkendali.
  5. Naiknya motivasi pekerja, karena penilaian kinerja objektif berdasarkan pencapaian riil yang langsung dapat diakses sampai ke pimpinan tertinggi secara online dan real time.
  6. Terbangunnya karakter masyarakat produktif karena adanya akses pada data yang valid, sehingga tidak mudah dikendalikan opini kepentingan kelompok semata yang menyesatkan tataran kehidupan berbangsa dan bernegara,
  7. Terpenuhinya akuntabilitas (good governance) dan standar ISO, karena LSS menerapkan dasar-dasar mekanisme audit sekaligus prinsip PDCA.
  8. Adanya pertumbuhan value added berkesinambungan, untuk mengembangkan kekuatan, mereduksi kelemahan, memaksimalkan peluang dan melewati hambatan, guna memenuhi kepuasan stakeholder secara positif dan berkeadilan.
  9. Terciptanya hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan, sehingga terjamin pula stabilitas pembangunan jangka panjang dengan kepastian hukum.

Termasuk hasil lain dari keunggulan dalam mengadaptir cepat setiap perubahan lingkungan eksternal dan internal.

KESIMPULAN

Terdapat tiga hal yang menjadi fokus utama dalam implementasi PCE, antara lain.

1. Tentang Kebijakan

Kebijakan (baik kebijakan publik maupun swasta), tidak hanya harus terimplementasi dengan baik, melainkan juga harus terintegrasi dengan baik pada implementasi, sehingga mampu mengatasi masalah sekaligus adaptif menghadapi perubahan eksternal. Untuk itu dibutuhkan suatu mekanisme -disini diperkenalkan sebagai PCE - yang mampu mengukur dan memberikan masukan berkesinambungan bagi peningkatan kemampuan tersebut. Dengan demikian kebijakan bukan lagi faktor penghambat utama dalam proses peningkatan performa berkesinambungan institusi, sebagai syarat bersaing di era global.

2. Tentang SDM Strategis

Peningkatan performa berkesinambungan institusi hanya dapat dilakukan SDM strategis. Untuk itu membuka wilayah strategis bagi pekerja merupakan syarat utama setiap institusi. Selain mendorong pencapaian strategis, keberadaan pekerja di wilayah strategis (dengan teknik PCE), menjamin terciptanya hubungan industrial harmonis, dinamis dan berkeadilan yang selama ini menjadi masalah bagi daya saing industri nasional. Maka implementasi PCE harus dimulai pada kebijakan hubungan industrial.

3. Tentang Mekanisme Kendali

Objektifitas lingkungan kerja merupakan syarat utama pekerja untuk fokus pada komitmen jangka panjang. Keunggulan PCE adalah mekanisme kendalinya yang mampu mendorong pertumbuhan institusi sekaligus kompetensi pekerja,  serta menciptakan lingkungan kerja yang objektif. Keunggulan lain adalah dua alat bantunya (LSS dan SNS) diajarkan kepada pekerja sehingga PCE tumbuh dari dalam (built-in), menjadikan institusi siap menjawab tantangan saat ini dan masa depan.

PENUTUP

Mekanisme kendali implementasi kebijakan dengan tool LSS dan SNS untuk selanjutnya kami namakan dengan PCE (policy control engine) merupakan sistem manajemen sekaligus konsep dasar pelatihan yang dapat diterapkan di seluruh bidang kegiatan. Keunikan PCE adalah ditanam dan tumbuhkan dari dalam institusi (built-in), guna menjamin kesinambungan pertumbuhan nilai tambah dalam memperkuat daya saing institusi.

Walau belum digunakan secara total, sesungguhnya sejak ditemukan dan diterapkan tahun 1990 untuk mendisain Turbin PLTN pada skripsi dan tahun 1998 untuk mendisain Penilaian Kinerja berdampak strategis pada tesis penulis, sampai saat ini LSS dan SNS sudah teruji bermanfaat di banyak institusi swasta nasional dan internasional, diantaranya meningkatkan lebih dari 5.000% (limaribu persen) inovasi dalam setahun. Tidak ada salahnya solusi ini diterapkan guna menyelesaikan akar masalah diatas, dengan prioritas utama pada kepentingan bangsa dan negara.

Sejak 1993 berkali-kali solusi diatas diajukan ke pemerintah, namun selalu gagal di tengah jalan atau dipakai hanya sebatas pidato pejabat tanpa memahami substansi pengembangan konsep dasarnya. Kita berharap pemerintah sekarang bisa menanggapi berbeda sesuai dengan motonya yang menjanjikan revolusi mental khususnya di birokrasi, tentunya solusi diatas sangatlah cocok.

Dengan mekanisme kendali proses dan hasil kita tidak lagi berhadapan dengan pejabat negara yang sibuk. Pejabat lebih santai namun efektif, karena seluruh proses kerja dibawah tanggungjawabnya sepenuhnya ada pada kendalinya, tidak takut resiko karena tanggungjawab terdistribusi jelas sesuai undang-undang.

Sekali lagi, jika tetap kita biarkan tata kelola kebijakan publik kita seperti saat ini tanpa berkontribusi apapun untuk memperbaikinya, maka siapakah lagi yang harus bertanggungjawab atas setiap bencana dan kerugian yang disebabkan kelalaian manusia di negeri ini??

Akhirnya sebagai orang yang beriman kita tentu harus ikhlas dengan takdir dari yang Maha Kuasa atas musibah yang menimpa bangsa di penghujung tahun 2014. Namun demikian, bukan berarti dengan alasan itu kita mentolerir kelalaian perbaikan kebijakan publik. Karena Tuhan juga melarang kita bunuh diri atau lalai mencegah kerusakan di muka bumi.

(jkt/zbu/05-01-015).

Berhubungan dengan artikel ini, baca juga:

Tentang solusi jangka pendek delay pesawat udara

Tentang key word Human Capital Jack Welch

Praktek pertumbuhan dengan basis change agent di perusahaan

Solusi Macet Ibukota dengan PCE

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun