Perkembangan sosial-emosional adalah proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Faktor-faktor ini berperan dalam membentuk bagaimana individu mengelola emosi mereka, berinteraksi dengan orang lain, serta bagaimana mereka merespons situasi sosial. Ada beberapa determinan atau faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial-emosional, yang dapat dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup aspek-aspek yang berkaitan dengan individu itu sendiri, seperti temperamen dan genetika, sedangkan faktor eksternal melibatkan lingkungan sosial dan budaya di sekitar individu. Berikut adalah penjelasan mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial-emosional.
1.Faktor Genetik dan Temperamen
  Faktor pertama yang memengaruhi perkembangan sosial-emosional adalah faktor genetik dan temperamen individu. Temperamen adalah karakteristik bawaan yang memengaruhi cara individu merespons dunia sosial dan emosional mereka. Beberapa anak mungkin lahir dengan temperamen yang lebih tenang dan mudah beradaptasi, sementara yang lain mungkin lebih sensitif atau cemas terhadap perubahan dan perasaan orang lain. Faktor-faktor ini dapat memengaruhi cara mereka mengelola emosi dan membentuk hubungan dengan orang lain sejak usia dini.
  Penelitian menunjukkan bahwa genetik berperan dalam pembentukan kecenderungan emosional. Misalnya, anak yang cenderung lebih emosional mungkin akan lebih mudah mengalami kesulitan dalam mengelola perasaan mereka, sementara anak yang lebih tenang mungkin lebih mampu mengatur emosi mereka. Namun, temperamen ini bukanlah sesuatu yang statis dan dapat berkembang seiring waktu dengan adanya pengaruh dari lingkungan sosial.
2. Pola Asuh dan Keluarga
  Keluarga adalah faktor eksternal pertama yang paling berpengaruh pada perkembangan sosial-emosional seorang individu. Pola asuh orang tua, gaya pengasuhan, dan dinamika keluarga dapat mempengaruhi bagaimana anak belajar mengelola emosi dan berinteraksi dengan orang lain. Misalnya, orang tua yang memberikan dukungan emosional yang konsisten dan responsif cenderung membesarkan anak yang memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi.
  Terdapat beberapa gaya pengasuhan yang mempengaruhi perkembangan sosial-emosional anak, antara lain:
•Pengasuhan otoritatifÂ
Orang tua yang mendukung dengan penuh kasih sayang, memberi batasan yang jelas, dan menjelaskan alasan di balik aturan-aturan. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola pengasuhan ini cenderung memiliki keterampilan sosial dan emosional yang baik.
•Pengasuhan otoriterÂ
Orang tua yang cenderung keras dan tidak terlalu memberikan ruang untuk anak mengekspresikan dirinya. Anak-anak dalam pola ini seringkali memiliki kesulitan dalam mengatur emosi dan berinteraksi secara terbuka dengan orang lain.
•Pengasuhan permisifÂ
Orang tua yang cenderung membiarkan anak untuk melakukan apa yang mereka inginkan tanpa banyak batasan. Meskipun anak merasa bebas, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam belajar mengelola emosi atau berperilaku sesuai norma sosial.
•Pengasuhan mengabaikan (uninvolved)Â
Orang tua yang tidak terlalu terlibat dalam kehidupan anak mereka, yang dapat menghambat perkembangan keterampilan sosial-emosional, karena anak tidak menerima perhatian atau bimbingan yang cukup.
  Selain itu, hubungan yang harmonis antara anggota keluarga juga sangat penting. Kehadiran model hubungan yang sehat antara orang tua dan anggota keluarga lainnya memberikan contoh yang baik bagi anak-anak dalam mengelola konflik, berkomunikasi dengan empati, dan mengelola emosi.
3. Lingkungan Sosial dan Interaksi dengan Teman Sebaya
   Lingkungan sosial dan interaksi dengan teman sebaya sangat mempengaruhi perkembangan sosial-emosional. Pada usia sekolah, anak-anak mulai mengembangkan keterampilan sosial mereka dengan berinteraksi dengan teman-temannya. Interaksi ini memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar berbagi, bekerja sama, dan mengatasi perbedaan pendapat dengan orang lain.
  Teman sebaya memiliki peran penting dalam pembelajaran keterampilan sosial, karena mereka memberikan umpan balik yang lebih langsung tentang perilaku sosial. Anak-anak yang tidak berhasil mengelola emosi atau tidak memahami batasan sosial mungkin mengalami isolasi sosial atau kesulitan dalam menjalin hubungan persahabatan. Sebaliknya, anak yang terlibat dalam kelompok sosial yang mendukung dan inklusif biasanya memiliki perkembangan sosial-emosional yang lebih sehat.
  Pengalaman sosial ini juga sangat dipengaruhi oleh dinamika kelompok, seperti bullying atau diterimanya norma-norma sosial tertentu dalam suatu kelompok. Pengalaman buruk dalam berinteraksi dengan teman sebaya dapat menyebabkan masalah emosional yang berkepanjangan, seperti kecemasan sosial atau depresi, sementara pengalaman positif dapat meningkatkan rasa percaya diri dan keterampilan interpersonal.
4.Pengaruh Pendidikan dan Lingkungan Sekolah
  Lingkungan sekolah memiliki peran besar dalam perkembangan sosial-emosional, terutama dalam memberikan kesempatan bagi anak untuk mengasah keterampilan sosial mereka melalui interaksi dengan teman sekelas dan guru. Di sekolah, anak-anak belajar untuk bekerja dalam tim, menyelesaikan konflik, dan berkomunikasi dengan orang yang memiliki latar belakang dan perspektif yang berbeda. Kurikulum yang mendukung pendidikan sosial-emosional (PSE) dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan untuk memahami diri mereka sendiri, mengelola perasaan, dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain.
  Pendidikan sosial-emosional yang terstruktur mengajarkan keterampilan seperti pengelolaan stres, resolusi konflik, empati, dan keterampilan komunikasi. Sekolah yang mengutamakan nilai-nilai tersebut membantu menciptakan lingkungan yang mendukung bagi siswa untuk mengembangkan kecerdasan emosional yang tinggi.
5. Budaya dan Nilai Sosial
  Budaya dan nilai-nilai sosial juga memengaruhi cara individu memahami dan mengelola emosi mereka. Misalnya, dalam budaya kolektif, yang mengutamakan kepentingan kelompok di atas individu, perkembangan sosial-emosional sering kali lebih berfokus pada keterampilan berkomunikasi dan berinteraksi dalam kelompok. Sebaliknya, dalam budaya individualistik, nilai-nilai seperti pencapaian pribadi dan kebebasan emosional lebih ditekankan, yang dapat memengaruhi cara individu mengelola perasaan dan hubungan sosial mereka.
  Nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat juga mengarahkan bagaimana emosi tertentu dihargai atau dianggap tabu. Misalnya, dalam beberapa budaya, ekspresi kemarahan mungkin dipandang negatif, sementara dalam budaya lain,  kemampuan untuk mengekspresikan kemarahan dengan cara yang konstruktif mungkin dianggap sebagai keterampilan yang penting.
6.Pengalaman Traumatis dan Lingkungan yang Menantang
  Pengalaman traumatis, seperti pelecehan, kehilangan orang yang tercinta, atau pengalaman kekerasan, dapat memengaruhi perkembangan sosial-emosional secara signifikan. Anak-anak yang mengalami trauma sering kali mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan yang sehat dan mungkin lebih cemas atau agresif dalam interaksi sosial mereka. Lingkungan yang penuh dengan kekerasan atau ketidakpastian dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk mengelola emosi mereka dengan cara yang sehat.
  Dengan demikian, penting bagi individu yang mengalami trauma untuk mendapatkan dukungan yang tepat, baik melalui terapi atau intervensi sosial, agar mereka dapat mengembangkan keterampilan sosial-emosional yang sehat meskipun menghadapi kesulitan.
7. Media dan Teknologi
  Pengaruh media dan teknologi juga semakin signifikan dalam perkembangan sosial-emosional, terutama bagi generasi muda yang tumbuh di era digital. Media sosial, misalnya, dapat menjadi sarana untuk membentuk identitas sosial dan emosional, tetapi juga dapat menjadi sumber tekanan sosial, kecemasan, atau perasaan kesepian. Penggunaan teknologi yang berlebihan dapat mengurangi kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan orang lain, yang dapat mempengaruhi keterampilan sosial.
  Penting bagi orang tua dan pendidik untuk membantu anak-anak mengelola interaksi mereka dengan media dan teknologi agar dampaknya positif terhadap perkembangan sosial-emosional mereka.
Kesimpulan
  Perkembangan sosial-emosional dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berinteraksi. Faktor genetik, pola asuh keluarga, lingkungan sosial, budaya, pendidikan, pengalaman traumatis, dan media semuanya memainkan peran penting dalam membentuk kemampuan individu untuk mengelola emosi dan berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung agar individu dapat berkembang secara sosial-emosional dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H