Mohon tunggu...
Uswatun Khasanah
Uswatun Khasanah Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis | Mahasiswa

Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi, Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Generasi Z: Menghadapi Dilema Autentisitas di Dunia Digital

24 Januari 2025   11:50 Diperbarui: 24 Januari 2025   22:41 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Generasi Z (lahir antara 1997-2012) dikenal sebagai generasi pertama yang tumbuh bersama teknologi digital. Dengan akses tak terbatas ke informasi, mereka menjadi generasi yang paling melek teknologi. Namun, di balik kecanggihan mereka, ada dilema unik yang jarang dibahas: perjuangan untuk menjadi autentik di dunia yang terus menuntut kesempurnaan.  

Tekanan Media Sosial: Tampil Sempurna atau Jadi Diri Sendiri?
Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Gen Z. Platform ini sering kali menjadi tempat mereka mencari validasi, tetapi juga menciptakan tekanan besar untuk selalu tampil sempurna. Banyak dari mereka merasa harus "memanipulasi" citra diri agar sesuai dengan ekspektasi publik, meskipun itu berlawanan dengan kepribadian asli mereka.  

Misalnya, muncul tren "soft girl" atau "dark academia" yang mendorong anak muda untuk menciptakan identitas visual tertentu. Meskipun menarik secara estetika, hal ini sering kali menutupi keragaman karakter individu. Akibatnya, banyak Gen Z yang merasa terjebak dalam standar yang mereka ciptakan sendiri.  

Lebih parah lagi, budaya membandingkan diri dengan orang lain di media sosial sering kali merusak kesehatan mental. Ketika mereka melihat teman sebaya yang tampak lebih sukses, kaya, atau bahagia, rasa minder dan iri muncul, bahkan jika apa yang mereka lihat hanyalah potret kecil yang tidak mencerminkan kenyataan.  

FOMO dan Krisis Eksistensial
Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) semakin akut di kalangan Gen Z. Melihat teman-teman di media sosial yang tampak sukses dan bahagia, mereka sering kali merasa tertinggal. Hal ini tidak hanya memengaruhi kepercayaan diri tetapi juga memicu krisis eksistensial. Banyak dari mereka yang mempertanyakan: "Apakah saya cukup baik?" atau "Apa sebenarnya tujuan hidup saya?"


Tekanan ini juga diperburuk oleh lingkungan kerja dan pendidikan yang kompetitif. Gen Z sering kali merasa terjebak dalam "perlombaan tanpa akhir" untuk mencapai kesuksesan yang didefinisikan oleh standar orang lain. Mereka dituntut untuk multitasking, belajar skill baru, dan menjadi produktif di usia muda, yang kadang membuat mereka kehilangan waktu untuk memahami diri sendiri.  

Generasi yang Haus Makna
Hal menarik lain yang jarang dibahas adalah bahwa Gen Z cenderung mencari makna lebih dalam dari kehidupan. Mereka tidak puas hanya bekerja untuk uang, tetapi ingin pekerjaan yang sejalan dengan nilai dan passion mereka. Hal ini terlihat dari meningkatnya minat mereka terhadap isu-isu sosial seperti keberlanjutan, inklusivitas, dan kesejahteraan mental.  

Namun, paradoksnya, perjuangan mereka untuk menemukan makna sering kali terhalang oleh tekanan budaya produktivitas. Ketika dunia menilai mereka berdasarkan pencapaian material, sulit bagi mereka untuk fokus pada kebahagiaan intrinsik.  

Autentisitas di Dunia Digital: Mungkin atau Mustahil?
Menjadi autentik di era digital bukanlah hal yang mudah, terutama ketika algoritma media sosial lebih menyukai konten yang "viral" daripada konten yang jujur. Namun, beberapa anak Gen Z telah mulai menyuarakan pentingnya menerima diri apa adanya. Mereka menciptakan gerakan-gerakan kecil, seperti memposting konten tanpa filter atau membagikan kisah pribadi yang rawan (vulnerability) untuk menginspirasi orang lain.  

Contohnya, seorang influencer bernama Salsabila Nur sering berbagi cerita tentang perjuangannya melawan insecure tanpa berusaha menutupi kekurangannya. Kejujurannya justru menarik banyak orang untuk mendukungnya. Ini menunjukkan bahwa menjadi autentik tetap memiliki tempat, bahkan di tengah arus digital.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun