Mohon tunggu...
Uswatun HasanahSitompul
Uswatun HasanahSitompul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Wanderlust

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Pemerintah dalam Memberikan Layanan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus

10 April 2021   23:25 Diperbarui: 10 April 2021   23:26 5761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tumbuh dan berkembang bisa menjadi proses yang sulit ketika seorang anak terlahir dengan memiliki
kebutuhan khusus. Kebutuhan khusus tersebut juga dapat menghambat kemampuan anak untuk belajar
dalam lingkungan pembelajaran yang biasa. Lantas, apakah anak berkebutuhan khusus itu? Bagaimana

seorang anak dikatakan berkebutuhan khusus?


Anak Berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mengalami kelainan atau penyimpangan dalam
proses pertumbuhan atau perkembangan baik berupa fisik, mental, dan emosional. Anak berkebutuhan
khusus memerlukan pelayanan dan penanganan pendidikan khusus dibandingkan dengan anak normal
pada umumnya. Seorang anak dikatakan berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan
lebih dalam dirinya. Mereka adalah anak yang memerlukan penanganan khusus sehubungan dengan
gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami. Mereka yang digolongkan pada anak yang
berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan berdasarkan gangguan atau kelainan pada aspek fisik/motorik,
kognitif, bahasan & bicara, pendengaran, pengelihatan, serta sosial dan emosi .


Menurut para ahli, ABK bisa dibagi menjadi 2 kategori, yakni ABK yang bersifat permanen yaitu akibat
dari kelainan tertentu dan ABK yang bersifat temporer yaitu ABK yang memiliki hambatan belajar dan
perkembangan yang diakibatkan kondisi dan situasi lingkunga. ABK yang bersifat temporer apabila tidak
mendapatkan penanganan ataupun intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan belajarnya maka
sangat mungkin menjadi permanen.


Untuk mencapai perkembangan yang optimal, ABK membutuhkan metode, pelayanan dan peralatan
khusus terkait kebutuhan mereka. Walaupun mereka memiliki perbedaan kemampuan terutama
kemampuan untuk belajar dan menangkap materi dibandingkan anak normal secara umum, mereka tetap
harus mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama dengan anak normal pada umumnya. Mereka
membutuhkan layanan yang bersifat khusus dalam pendidikan, agar hambatan dalam belajar dapat
dihilangkan dan kebutuhan mereka dapat terpenuhi.


Layanan yang diberikan untuk anak berkebutuhan khusus adalah layanan yang telah diterapkan oleh
pemerintah. Di Indonesia sendiri, telah ditetapkan Peraturan Perundang-undangan mengenai Anak
Berkebutuhan Khusus sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu:
Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan,
pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan
martabat kemanusiaan, meningkatkan diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara.

Kemudian lewat Pasal Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional ("UU Sisdiknas") mengamanatkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, yang
berbunyi: Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus.

Selanjutnya dalam Pasal 32 UU Sisdiknas menjelaskan:
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Berdasarkan hal tersebut, telah tersedia satuan pendidikan yang diperuntukan bagi peserta didik
berkebutuhan khusus, baik pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah yaitu satuan pendidikan
khusus seperti Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) / Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) /
Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB). Berdasarkan data Dapodik tahun 2018, sebaran siswa
penyandang disabilitas di Indonesia terdapat 993.000 siswa. Ragam disabilitas siswa terdiri dari
penglihatan, pendengaran, motorik halus, motorik kasar, berbicara, intelektual, kesulitan belajar spesifik,perhatian atau perilaku, dan emosi.

Pendidikan ABK melalui sistem segregasi adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara
khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal pada umumnya. Anak
berkebutuhan kusus mendapatkan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak
berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah
Pertama Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa.


Pada awalnya, sistem ini hadir karena adanya keragaman kebutuhan dan kemampuan anak berkebutuhan
khusus untuk belajar bersama dengan anak normal. Selain itu, kelainan fungsi tertentu pada anak
berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan
kebutuhan khusus mereka. Misalnya, untuk anak tuna netra, memerlukan layanan khusus berupa braille,
orientasi mobilitas. Anak tuna rungu memerlukan komunikasi total, persepsi bunyi. Anak tuna daksa
memerlukan layanan mobilisasi dan aksesilbilitas, dan layanan terapi untuk mendukung fungsi fisiknya.


Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini yaitu berupa satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa
sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. Seperti SLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak
tunarungu), SLB/C (untuk anak tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak
tunalaras), dan lain-lain. Satuan pendidikan khusus (SLB) terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan
SMALB. Sebagai satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama sekali
dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana
prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan evaluasinya. Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara
lain aspek perkembangan emosi dan sosial anak kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas.


Selain bentuk pendidikan segregasi, terdapat sistem pendidikan integrasi yang dimana merupakan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama
dengan anak normal belajar dalam satu atap. Sekolah dengan sistem pendidikan integrasi atau sekolah
terpadu merupakan sekolah reguler yang menerima anak berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, sarana
prasarana yang sama untuk seluruh peserta didik, baik yang berkebutuhan khusus maupun anak normal
pada umumnya. Sekolah terpadu saat ini lebih dikenal dengan sekolah inklusif.


Pada sistem sekolah terpadu secara penuh dan sebagian, jumlah anak berkebutuhan khusus dalam satu
kelas dibatasi maksimal 10% dari jumlah siswa total. Selain itu dalam satu kelas hanya terdapat satu jenis
kelainan. Hal ini untuk menjaga agar beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus
melyani berbagai macam kelainan.


Untuk membantu kesulitan yang disediakan oleh anak berkebutuhan khusus, di sekolah terpadu
disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungsi sebagai konsultan bagi guru kelas,
kepala sekolah atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu GPK juga berfungsi sebagai
pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus.


Kelebihan sistem pendidikan integrasi atau inklusif ini dibandingkan sistem pendidikan segregasi adalah
siswa berkebutuhan khusus dapat belajar bersama-sama dengan siswa yang tidak memiliki disabilitas atau
normal pada umumnya. Hal ini menandakan ada proses sosialisasi, saling mengenal antara siswa
disabilitas dan yang tidak disabilitas, begitu pula sebaliknya yang akan berdampak pada pertumbuhan
sikap siswa-siswa tersebut, yang akan bermanfaat pula kelak jika mereka telah dewasa.
Namun, sistem pendidikan integrasi atau inklusif ini juga memiliki kelemahan yaitu ketidakmampuan
siswa untuk menyesuaikan diri dengan metode pembelajaran dan kurikulum yang ada. Pada saat-saat
tertentu, kondisi ini dapat menyulitkan mereka.


Terlepas dari kelemahan itu, Pendidikan inklusif di Indonesia adalah bentuk perwujudan hak memperoleh
pendidikan untuk anak berkujud khusus agar mendapatkan pendidikan serta kehidupan yang layak.
Dengan adanya sistem pendidikan Segregasi, Integrasi, Inklusi, para siswa yang dapat menentukan sistem
yang tepat untuk mendapatkan haknya dalam memperoleh pendidikan. Dikarenakan siswa tidak hanya
membutuhkan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk dapat bergabung dalam masyarakat namun juga
diperlukan kemampuan untuk bersosialisasi, mengembangkan diri, menumbuhkan kepercayaan diri dan kemandirian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun