Mohon tunggu...
Uswatun Hasanah
Uswatun Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Komunikasi_Fisip

Menulislah agar kau di kenang, berbicaralah agar kau di kenal. Tapi ingat, perbaiki perilaku berbicara sebelum kita merasa berwibawa dengan suara.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Intelektual Profetik Menumpas Krisis Identitas Era Digital

30 Agustus 2021   15:36 Diperbarui: 31 Agustus 2021   18:53 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini kata intelektual profetik rasanya sudah tidak asing terdengar di telinga, tahukah kita apa makna sebenarnya dari kata tersebut? Intelektual profetik terdiri dari dua suku kata, yaitu intelektual dan profetik. Intelektual sendiri yakni kecerdasan atau pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Adapun profetik adalah sifat yang menyerupai nabi, seperti sidiq, amanah, tabligh dan fathonah. Dengan kata lain, intelektual profetik adalah seseorang yang memiliki kecerdasan ilmu yang dibarengi dengan sifat-sifat kenabian.

Perlu kita ketahui bersama bahwa antara intelektual dan profertik adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan, seperti yang dikatakan salah satu mahasiswa fakultas agama Islam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka dalam diskusi general yang diadakan oleh PK IMM Fisip Uhamka pada Jumat, 28 Mei 2021.

“Ketika orang hanya berpikir intelektual saja, mengarah pada liberal dan ketika berpikir kepada profetik saja, maka akan menjadi seorang yang bisa dibilang fanatik. Maka kedua hal ini harus berkesinambungan tanpa menyingkirkan satu sama lain dalam diri kita” _Bagas

Dari kalimat yang dinyatakan imawan Bagas, kita sepakat bahwa seorang intelektual harus mengamalkan keprofetikannya. Begitupun sebaliknya, seorang yang profetik juga harus berpikir intelektual, dengan demikian terjadi keseimbangan antara keduanya.

Tak terlepas dari kata intelektual profetik, kita tahu dan sadar bahwa sekarang ini kita telah memasuki era masyarakat informasi dimana seseorang menjadikan informasi sebagai suatu kebutuhan, menjadi konsumen informasi dan juga memproduksi informasi. Seseorang rela menghabiskan waktu untuk berhubungan dengan teknologi informasi, baik melalui upload video di youtube, menulis serta merespon status media sosial, dan lain sebagainya. Melalui media sosial Everyone can be journalist, artinya setiap orang dapat menjadi jurnalis, citizen reporter memungkinkan semua orang menulis apa yang ada dibenaknya tanpa mempertimbangkan etika berkomunikasi, etika budaya dan etika kesopanan, begitu juga kedalaman informasi yang sering diabaikan. 

Tentunya hal tersebut tidak lepas dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini yang terus mengalami perubahan dengan cepat, bahkan cenderung radikal dan menyebabkan terjadnya krisis identis dalam masyarakat.

Berbicara mengenai krisis identitas, apa yang terlintas dalam pikiran teman-teman? Ya, betul sekali. Kita tahu bahwa krisis identitas adalah situasi dimana seseorang merasa kehilangan jati dirinya, tidak yakin mengenai siapa dia dan sebagai apa dirinya sehingga sangat mudah terbawa arus karena tidak memiliki pendirian yang teguh.

Teori mengenai krisis identitas lahir karena Milton Hyland Erickson, seorang psikiater Amerika Serikat yang percaya bahwa hal tersebut merupakan masalah kepribadian yang sering dihadapi banyak orang dalam hidupnya, yang pada akhirnya setiap individu membandingkan kehidupan dirinya sendiri dengan orang lain. 

Apakah anda pernah merasakan iri karena melihat postingan teman di media sosial? Atau mungkin anda pernah mengunggah postingan yang mengarah ke self center?

Perlu kita sadari bahwa semakin banyak referensi yang kita temukan di media sosial, maka akan semakin membuat bingung pada diri kita sendiri. Contoh kasus yang biasanya terjadi pada beberapa orang atau mungkin kita sendiri pernah mengalaminya, yaitu ketika melihat kehidupan orang lain yang biasanya selalu update, lalu secara tidak sadar kita ingin hidup seperti orang lain. Padahal setiap individu mempunyai kondisi fisik, sosial, psikologis, bahkan tingkat ekonomi yang berbeda-beda. Dengan kata lain, keberadaan media sosial sudah menjadi lingkungan sosial bagi mereka yang turut mempengaruhi identitas dirinya sendiri.

Krisis identitas akan muncul ketika kita terlalu banyak melihat dan mendengar apa yang ada di media sosial, sehinga membuat kita tidak bisa melihat diri kita sendiri serta lupa akan kelebihan dan kekurangan kita, atau mungkin bisa saja karena kita menerima represi atau mendapatkan tekanan yang membuat ketidaknyamanan serta keraguan atas identitas yang kita miliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun